Mereka sampai di rumah kecil Ellie. Dengan cepat Ellie berlari memasuki rumah dan mencari keberadaan adik kecilnya.
"Jovi! Jovi ini kakak. Kau tidak apa-apa? Buka pintunya" Ellie menggedor kasar pintu kamar adiknya, tak lama pintu itu terbuka. Seorang anak lelaki keluar dengan air mata meluruh di wajahnya.
"Kakak... Kakak kemana saja? Aku takut kakak kenapa napa. Kakak kenapa tidak pulang?" anak lelaki itu memeluk tubuh sang kakak dengan erat.
"Kau tidak apa-apa? Apa papa memukulmu?" Jovian mengangguk. Dapat Ellie lihat beberapa lebam di tubuh adiknya. Tangan, kaki, wajah. Semuanya terdapat bercak keunguan.
"Cepat kemasi barang-barangmu. Kita pergi dari rumah ini sekarang. Cepatlah sebelum mereka kembali. Kita tidak punya banyak waktu." Jovian memandang kakaknya bingung
"Bagaimana dengan biaya hidup kita? Menyewa rumah akan menyeluarkan banyak uang. Kakak akan semakin kesulitan." Ellie menggeleng.
"Tidak perlu berfikir apapun. Kemasi saja barangmu secepatnya. Bawa semua barang-barang pentingmu. Jangan ada yang tertinggal karena kita tidak akan kembali kesini lagi. Kakak juga akan mengemasi barang kakak. Cepatlah. Nanti mereka sudah pulang" Jovian mengangguk dan berlari memasuki kamarnya. Ellie pun begitu. Dia dengan cepat mengemasi semua buku kuliah, beberapa potong baju, barang-barang pentingnya seperti berkas riwayat pendidikan dan flashdisk tempatnya menyimpan data penting kuliah karena dia tidak punya ponsel dan laptop.
Tak sampai 15 menit Ellie sudah keluar dengan sebuah tas besar dan satu kotak penuh barang. Begitupun Jovian. Dia membawa sebuah tas sekolah berisi baju dan kotak berisi buku-buku sekolah dan seragamnya.
"kau bawa akta kelahiran mu? Akan sangat dibutuhkan untuk sekolahmu nanti." Tanya Ellie. Jovian mengangguk. Memang dia tergolong anak pintar untuk seumurannya. Kehidupan berat memaksanya dewasa sebelum waktunya
"semua berkas penting sudah ku bawa. ayo kita pergi kak." Ellie mengangguk dan berjalan cepat keluar rumah. Sudah ada Gio yang menunggu mereka di depan rumah itu.
"Sini, Biarkan aku yang membawa. Kamu masih sakit." Gio mengambil box besar dan tas yang di bawa Ellie.
"Kamu juga teman kecil. Biar kubawakan boxmu itu. Letakkan disini" Gio meng isyaratkan agar Jovi meletakkan boxnya diatas box Ellie tapi Jovi menggeleng.
"tidak apa-apa kak. Ini tidak berat. Ayo cepat kita pergi." mereka berjalan cepat menyusuri jalan gang sempit yang tidak bisa di masuki mobil itu. Sialnya Gang rumah Ellie cukup jauh dari jalan raya. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di tempat mobil Gio terparkir. Kali ini Gio membawa mobil 4 pintu.
Gio membuka bagasi mobil Audy A8 L berwarna abu-abu elegant itu untuk meletakkan barang-barang Ellie dan adiknya. Setelah memastikan kedua kakak beradik itu masuk kemobil, Gio pun masuk ke mobil juga.
"Apa kepala mu sakit lagi? Sudah ku bilang seharusnya kau beristirahat saja. Aku bisa mengurus ini sendiri" Raut khawatir terlihat jelas di wajah Gio saat melihat Ellie memegang kepalanya dengan raut kesakitan.
"Kakak kenapa? Kakak sakit?" tubuh Jovian maju untuk melihat keadaan kakak kesayangannya itu. Ellie tersenyum dan mengelus kepala adiknya sayang.
"Kakak tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing. sebentar lagi juga hilang" Jovian mengangguk mengerti.
Gio tiba-tiba mendekatkan tubuhnya ke arah Ellie. Ia memijit pelan pelipis Ellie. Ellie tampak sangat terkejut. Rona merah samar datang ke pipi putihnya.
"Apakah ini nyaman?" Ellie mengangguk pelan. Tubuhnya bersandar di kursi dan matanya terpejam menikmati pijatan lembut itu. Tiba-tiba senderan kursi Ellie jatuh ke belakang, membuat posisi Ellie setengah berbaring. Ellie membuka matanya cepat. menatap wajah Gio yang berada tepat di depan wajahnya. Tangan kiri Gio seperti melingkari tubuh Ellie, tapi sebenarnya tangan kiri itu lah yang menekan pedal untuk menurunkan senderan kursi itu agar Ellie dapat berbaring. Kemudian tangan kiri Gio meraih seat belt dan memasangkannya melingkari tubuh Ellie.
"Maaf. Aku menurunkan senderan kursi mu agar kamu bisa istirahat. Perjalanan ke apartement ku cukup jauh. Tidurlah lebih dahulu. Kau juga teman kecil. Istirahat lah selama perjalanan." perjalanan dari rumah Ellie ke apartement Gio memakan sekitar 45 menit dengan kecepatan standart. Tapi tadi berhasil di tempuh Gio kurang dari 30 menit.
.
.
.
.
.
.
"wahhh. Apartemen kakak besar sekali.... Wahhhh.. ini benar-benar keren" Jovian berlari-lari melihat seluruh apartemen Gio dengan mata berbinar dan mulut yang terus menganga
"Jovi bisa tidur denganku nanti. Sekarang istirahatlah di kamar mu." Ellie menggeleng
"Jovi tidak bisa tidur dengan orang lain. Ayahku sering pulang mabuk-mabukkan di tengah malam saat Jovi tidur dan memukul Jovi. Itu menyebabkan trauma padanya. Tubuhnya seperti memiliki sensor saat tidur. Saat ada orang lain di dekatnya ketika dia tidur. Dia bisa histeris mendadak. Dia bahkan tidak pernah tidur dengan tenang setiap hari. Ku harap dengan jauh dari mereka, bisa membuat trauma Jovi sembuh"
Gio memandang prihatin bocah lelaki yang sedang menatap kagum dapur tepatnya kulkas besar yang isinya sangat lengkap itu.
" Kalau begitu istirahatlah di kamarku dulu. Kamu benar-benar harus istirahat sekarang."
"tidak apa-apa, aku istirahat di sofa saja" Gio memandang tidak suka ke arah Ellie yang sudah membaringkan tubuhnya di sofa bed yang ada di Family Room apartemen Gio itu. Dalam sekali gerak gio menyelipkan tangannya di bawah lutut dan leher Ellie, menggendong tubuh mungil itu. Ellie tersentak kaget oleh perlakuan Gio itu.
"apa yang kau lakukan?" Pekik Ellie
"Sudah ku bilang beristirahat di kamar ku"
'kenapa sifatnya sangat berbeda dengan saat pertama kami bertemu.'
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Happines
RandomAku tidak mengerti ini apa. Yang pasti, aku tertarik padanya sejak pertama kali bertemu -Georgio Nathaniel Madison- Gabriella Geraldine hanyalah salah satu dari banyaknya orang yang mengalami ketidak adilan dunia. Di umurnya yang hampir 20 tahun, ta...