COFFEE 06

6.3K 1.4K 52
                                    

Sejak ucapannya tempo hari aku memang akhirnya membiarkan Gana mendekatiku. Meski aku memang belum bisa menerima lamarannya, setidaknya dia menjadi sahabatku lagi. Hampir tiap hari dia selalu datang menjemputku di kantor, mengantarkanku pulang, atau kadang memaksaku untuk datang ke cafenya dan merayuku dengan macaroon yang dia tahu pasti tidak akan kutolak. Seperti saat ini, aku sedang duduk di depan meja yang penuh dengan macaroon warna warni. Gana mulai memanjakanku.

"Gimana? Enak kan? Varian baru dari cheff di sini."

Kuanggukan kepala dan membuat Gana tersenyum. Dia terlihat begitu ceria, tapi Gana memang begitu, selalu saja ceria meski dia sedang bersedih.

"Bang, kenapa manjain aku terus? Apa Bang Gana enggak ada yang marahin gitu?"

Sebenarnya aku sudah tahu jawabannya, tapi aku menolak untuk percaya kalau selama 10 tahun ini dia tidak mempunyai kekasih atau wanita yang dicintainya. Gana yang baru saja menyesap kopinya kini menatapku dengan serius.

"Ada."

Jawabannya yang lugas itu membuat aku mengernyit. Sedikit tidak percaya karena itu bukan jawaban yang aku harapkan. Gana kini malah bersedekap dan seperti menantangku.

"Kamu enggak percaya kan kalau selama 10 tahun ini aku sudah menolak beberapa wanita yang dijodohkan kepadaku?"

Pertanyaannya itu membuat aku terdiam. Aku tidak ingin mendengar jawaban atau apapun itu, tapi di sinilah aku berada. Karena rasa ingin tahuku, sampai mana dia mencintai dan...

"Aku sudah pernah membuat seorang wanita menangis, sudah pernah membuat seorang wanita bahkan tidak mau pulang dari rumah Mama dan Papa, juga sudah pernah buat wanita ingin bunuh diri, karena penolakanku."

Ucapannya itu membuat mataku membelalak, aku tidak ingin mendengarkan masa lalunya.

"Dan saat ini pasti ada juga yang marah kepadaku, seorang wanita yang sudah sangat kecewa denganku. Karena aku tidak pernah bisa melupakanmu."

Deg

"Si...siapa?"

Kenapa aku jadi gugup seperti ini? Tidak ingin mendengar siapa wanita itu, tapi rasa ingin tahuku sudah sangat besar. Gana kini mencondongkan tubuhnya ke arahku. Alis tebalnya bertaut.

"Mama, beliau sangat sedih, karena aku tidak pernah bisa move on dari kamu. Cewek yang sudah meghilang begitu saja tanpa alasan kepadaku."

Aku langsung menunduk, tidak tahu harus menjawab apa. Aku tidak pernah tahu kalau Gana sampai seperti ini, dia...

"Ra, kenapa kamu dulu tidak pernah memberi kabar sedikitpun kepadaku? Aku ini kamu anggap apa?"
Ada kesedihan dalam suaranya, saat Gana mengatakan itu. Dan tak terasa air mataku mengalir.

"Bang...aku...Ara..." Aku mendongak dan melihat Gana tampak terkejut dengan tangisku. Dia langsung beranjak dari duduknya, dan kini berjongkok di depanku. Tangannya terulur untuk mengusap air mata di wajahku.

"Hei... maaf. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu teringat tentang dulu. Maaf ya? Aku salah karena mengingatkanmu akan peristiwa itu. Maaf."

Aku hanya menganggukkan kepala, tapi tangis ini tidak mau berhenti, karena aku tahu perbuatanku dulu ternyata menyakiti Gana.

****

"Jadi Mama Jenny, membenciku?"

Pertanyaanku itu membuat Gana tersenyum. Kami sudah ada di dalam mobil, dalam perjalanan pulang ke rumahku. Setelah tangis piluku tadi, Gana akhirnya memberikan hiburan dengan menceritakan awal mula dia membuat café, apalagi café yang ada di sebelah kantorku itu ternyata dia buat untuk mewujudkan cita-citaku. Sungguh aku sangat terharu. Dan saat aku bertanya kenapa membuat café untukku, padahal aku belum tentu bisa ditemukan lagi olehnya, dia menjawab

"Aku yakin, suatu saat kamu pasti berkunjung ke café ku, dan saat itulah aku menemukanmu."

Dan memang benar ucapannya, karena dia sudah menemukanku dengan bantuan café itu.

"Enggak sih, Mama mah nggak pernah bisa marah, Cuma apa ya..."

Gana kini menyipitkan matanya, dia melirikku sekilas tapi kemudian kembali fokus ke kemudi.

"Ehm sedikit kecewa saja, karena aku terus menyakiti calon istri yang dipilihkan Mama untukku. Dan saat aku memberikan alasan kepadanya bahwa aku masih menunggumu, Mama menangis. Beliau mengatakan bahwa kamu tidak mungkin kembali."

Aku terdiam mendengar penuturan itu. Aku egois selama ini, aku pikir dengan menghilangnya aku, tidak ada yang akan menantikan dan mencariku, tapi ternyata...

"Ra...kamu kan sudah tahu sejak dulu aku mencintaimu, dan itu tidak akan pernah berubah."

BERSAMBUNG

YUHUUUU RAMEEIN BANG GANA YUUKK

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang