COFFEE 15

5.7K 1.3K 75
                                    


Aku memang sudah memberikan jawaban kepada Gana. Iya, aku bersedia menikah dengannya. Aku berhak untuk bahagia. Kalau memang Gana ingin menikah denganku, tentu saja aku bisa langsung menjawabnya. Bukankah ini memang jawaban atas doa-doaku? Aku mencintai Gana sejak dulu. Semoga pilihanku tidak salah. Aku mencoba untuk mengenyahkan semua rasa tidak percaya diri dalam diriku ini. Aku juga menghindari Dokter Morgan, setelah apa yang dia ucapkan, aku jadi bisa berpikir jernih. Semua yang dikatakan Gana memang tidak salah. Karena dengan begitu aku bisa melihat siapa yang tulus kepadaku. Meski dengan jalan seperti itu. Secepat ucapan Gana secepat itu pula persiapan pernikahan di adakan. Aku sebenarnya ingin sederhana saja, tapi Gana dari keluarga terpandang. Aku tidak mau merusak momen kebahagiaan itu dengan meminta hal yang pastinya akan membuat keluarga besar Gana sedih.

Suara tawa itu membuat aku yang baru saja datang, ke dalam rumah Gana, dengan Gana berada di belakangku membuat aku tahu sedikit merasa minder.

"Ah, Ma, ini loh kuenya enak banget."

Suara itu terdengar sangat jelas, saat Gana mulai mendorong kursi rodaku masuk ke dalam rumah. Aku langsung menatap dua orang yang kini sedang berdiri akrab di depanku.

"Mah, Ara udah datang. Nih yang mau diajakin ngobrol."

Ucapan Gana membuat Mama Jenny menoleh ke arah kami lalu langsung tersenyum dengan ramah. Beliau bahkan sudah menghampiriku.

"Udah datang ya? Duh maaf ngerepotin pagi-pagi gini. Mama mau bahas gaun pengantinnya ama Ara. Kalau Gana mah di tanyain juga cuma bilang, 'Yang penting pakai baju' gitu nyebelin kan?"

Aku tersenyum mendengar ucapan Mama Jenny. Gana tampak memprotes, tapi sebelum aku menjawab tiba-tiba, Wina yang sejak tadi sedang berbicara dengan Mama Jenny kini menghampiri kami.

"Ma, ini kuenya kasih mana?"

Dia tidak sedikitpun melirik ke arahku. Membuat Mama Jenny mengalihkan tatapannya ke arah Wina. Sedangkan Gana kini malah sudah berpindah ke depanku. Membenarkan selimut yang menutupi kedua kakiku. Lalu mengusap kepalaku dan menatapku.

"Mau ke kamarku dulu aja gimana?"

Tapi sebelum menjawab dia sudah terkena jitakan dari Mama Jenny.

"Heh, belum halal kok mau di bawa-bawa ke kamar. Udah kamu bantuin si Wina nata kue di atas piring. Habis ini Mas Bayu dari WO nya datang."

Mama Jenny langsung menggeser Gana dan beralih mendorong kursi rodaku.

"Kita ke ruang tengah saja ya?"

Aku hanya bisa menganggukkan kepala saat Mama Jenny mendorong kursi rodaku. Tapi aku bisa mendengar dengan jelas teriakan Gana yang tidak setuju harus bersama Wina. Memang serba salah. Ada rasa yang tak terima saat melihat Wina ada di sini dan akrab dengan Mama. Tapi toh aku juga tidak bisa melakukan apapun. Karena sebelum aku ada di sini lagi, mereka sudah akrab dengan Wina.

*****

Sudah dua jam aku bersama Mama Jenny dan Mas Bayu. Membahas gaun pengantin, dan semua acara yang akan diadakan. Kepalaku pening, semua rangkaian acara ini sangat mewah. Membuat aku sedikit tidak percaya diri lagi. Lagipula ini Gana juga sepertinya menghilang entah kemana, karena tidak kunjung muncul juga. Bukankah ini pernikahan aku dan dia? Kenapa dia malah sepertinya menghindar? Atau dia sedang sibuk berduaan dengan Wina? Fakta itu memang menggangguku. Aku sendiri tidak tahu kenapa merasa seperti ini. Wina yang masih muda, Wina yang sempurna dan cantik.

"Tiara, capek ya? Mau istirahat dulu?"

Mama Jenny menatapku yang sejak tadi memang sedikit tidak bersemangat. Bahkan Mas Bayu sampai menanyakan berulang kali tentang warna apa yang harus di pakai saat menikah nanti.

"Maaf Tante, Ara kok agak pusing."

Itu memang jawabanku yang sebenarnya. Entah pusing karena memikirkan Wina atau memang karena semalam aku kurang tidur.

"Nggak apa-apa Jeng Jenny, Ini saya udah terima konsep apa yang akan di buat. Buat Aranya biar istirahat aja."

Mas Bayu ikut menyela ucapanku. Membuat Mama Jenny akhirnya tersenyum maklum.

"Baiklah. Bentar Mama panggil Gana dulu. Dia pasti tidur ini."

Mama Jenny beranjak dari duduknya dan melangkah ke arah dapur lagi. Dimana tadi aku dan Mama memang meninggalkan Gana dan Wina di sana.

"Ganaaa... kamu lagi ngapain? MasyaAllah, malah masak ini anak. Udah sana itu Ara lelah, biar istirahat dulu di kamar. Tapi kamar tamu bukan kamar kamu."

Aku bisa mendengar ucapan Mama Jenny, dan kekehan Gana lalu suara menjawab dengan semangat. Dan Mama Jenny serta Gana sudah nongol di depan kami.

"Mau bobok?"

Gana mendekatiku dan kini mengusap kepalaku. Aku tentu saja malu, di depan Mama Jenny dan Mas Bayu yang tersenyum. Tapi Gana terkena jitakan Mama Jenny lagi.

"Di bilang belum mahram, ini anak."

"Ups, Sorry Mama sayang, mari Om Bayu, mau nganterin istri ke kamar."

Gana memang slengean, dia mendapatkan pelototan galak lagi dari Mama Jenny, tapi Gana malah tertawa ngakak lagi.

****

"Udah sekarang tidur, atau mau aku beliin obat?"

Gana tiba-tiba saja sudah menggendongku dan membaringkanku di atas kasur setelah sampai di dalam kamar. Dia menyelimutiku dan mengusap kepalaku dengan lembut.

"Abang mau kemana?"

Saat akhirnya dia beranjak akan keluar dari kamar aku menanyakan hal itu. Tentang Wina masih membuatku khawatir.

"Lagi masak, buatin telur dadar khas Gana. Buat kamu makan. Kata Mama kamu paling suka makan itu?"

Mataku melebar mendengar ucapan Gana, dia sangat perhatian kepadaku.

"Memangnya bisa?"

Gana kini terkekeh lagi dan mengerlingkan matanya ke arahku.

"Bisa dong. Diajarin Wina nih. Udah kamu bobok aja. Nanti kalau udah matang, aku ke sini lagi. Ok sayang."

Dia sudah keluar dari dalam kamar dan membuat aku terdiam. Jadi dia masak sama Wina? 2 jam tadi dan di lanjutkan sekarang?

****

Akhirnya aku bisa tertidur juga. Saat akhirnya merasakan usapan lembut di kepalaku dan bisikan dari pelan dari Gana, akhirnya aku membuka mata. Dia tersenyum lebar dan membangunkanku. Gana sepertinya sudah mandi karena aroma after shave sudah menguar dari tubuhnya, saat dia menggendongku kembali untuk duduk di atas kursi roda. Dia mendorongku keluar dari kamar, dan membawaku ke ruang makan.

"Udah lapar kan?"

Gana menyiapkan semuanya. Tidak ada siapapun di sini, hanya ada aku dan Gana.

"Nih, atau mau aku suapi?"

Ucapannya membuat aku menggelengkan kepala. Menatap telur dadar di atas piring yang di platting dengan sangat bagus.

"Ini Abang yang buat?"

Gana menyeringai lebar. "Maunya sih aku, tapi aku gagal terus. Akhirya itu buatan Wina."

Deg

Kenapa nama Wina lagi? Seketika nafsu makanku sudah hilang. Jadi sejak tadi Gana dan Wina berduaan di sini?

"Udah Yuk, di makan."

Gana menepuk kepalaku dengan pelan, dan dia sudah menyantap makannya sendiri. Tapi aku masih hanya menatap telur di atas piring di depanku.

"Ra...kenapa?"

Gana akhirnya sadar dan menoleh ke arahku.

"Enggak apa-apa Bang," jawabku mencoba untuk meredam rasa cemburuku. Aku tidak boleh seperti ini. Toh Gana sudah memilihku daripada Wina. Tapi kenapa rasanya masih ada yang mengganjal? [ ]

BERSAMBUNG

 YUHUUU VOTEMENT LAGI YUUKK

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang