COFFEE 24

5.7K 1.3K 99
                                    


Mama terus meminta maaf kepadaku karena permasalahan ini. Beliau juga tidak mengerti masalah yang dulunya bisa menjadi solusi kini malah menjadi bumerang. Aku sendiri masih terlalu trauma dengan masa laluku. Membahas masalah itu membuat kepalaku berdenyut sakit, Gana juga tidak mau membahas hal itu lagi kepadaku. Katanya, kita pasrah saja sama Allah, dan hal itu membuat aku mengerti, Gana juga pasti pusing memikirkan semua ini. Aku tahu dari tatapannya, aku tahu dari sikapnya yang sangat memperhatikanku, meski selama ini juga dia sangat perhatian. Tapi ada sesuatu yang lain, dia seperti tidak ingin berpisah denganku. Bahkan dia mengurangi pekerjaannya, dan bersamaku terus menerus. Berada di sisiku dan aku tidak boleh hilang dari tatapannya. Aku tahu, ada pembicaraan antara Gana dan Nicky, tapi Gana tidak mau membicarakannya.

"Ma, Ara sudah tidak ingin membahas masalah itu Ma. Tapi Ara mohon, jangan biarkan keluarga Nicky menuntut apapun. Mereka meminta biaya semuanya, pasti Ara ganti."

Ucapanku membuat Mama kini mengusap air mata yang membasahi wajahnya. Aku juga menangis melihat Mama begitu bersedih. Tapi aku bisa apa? Aku sudah mempunyai suami, aku mencintainya dan aku tidak mungkin memenuhi perjanjian konyol itu.

"Ra, Mama juga enggak mau kamu seperti itu. Mereka yang salah kok. Nicky yang salah sudah membuat kehidupanmu seperti ini, Mama Cuma tidak suka tuduhan keluarga Nicky yang mengatakan Mama dan Papa hanya memanfaatkan mereka demi kamu. Padahal mereka sendiri yang sukarela membiayai semuanya, terus Nicky juga selama ini membantumu dengan semuanya. Dia berada di balik layar semua kehidupan sosialmu, baik itu pekerjaan ataupun beasiswa kuliahmu selama ini. Mama tidak meminta, keluarga kita tidak meminta apapun. Tapi salahnya Mama karena sudah menandatangani perjanjian itu." Mama mengusap air mata yang kini makin deras membasahi wajahnya. "Mama pikir itu yang terbaik buat kamu dulu, kamu yang seperti itu pasti akan beruntung mendapatkan suami yang mau bertanggung jawab."

Aku memejamkan mata mendengar ucapan Mama. Iya aku tahu, semua demi kebaikanku. Mama dan Papa tidak salah. Aku hanya bisa menangis tergugu untuk saat ini.

****

"Jadi, mau anda apa?"

Aku menatap pria yang mengaku menjadi pelindungku selama ini. Mengaku sudah mencintaiku selama ini. Nicky. Dia mengajak bertemu, tepat saat aku berada di rumah Mama. Gana sedang ijin sebentar meninjau cafenya yang ada di Bogor. Ada sedikit masalah di sana. Aku berusaha menguatkan diri untuk menemui Nicky. Meski aku tidak sanggup untuk menatap wajahnya. Tadinya Mama ingin menemani, tapi aku menolak. Aku akhirnya berbicara berdua dengan Nicky di ruang tamu.

"Saya hanya ingin melindungi kamu, Tiara."

Ucapannya membuat aku menghela nafas. "Terimakasih sudah menjaga saya selama ini. Terimakasih. Saya sangat berhutang budi kepada anda, tapi..." kugelengkan kepala " saya tidak bisa memenuhi keinginan anda. Saya sudah menikah dengan pria yang saya cintai dan mencintai saya."

Ucapanku membuat Nicky kini tersenyum, dia bahkan menganggukkan kepalanya. "Saya juga tahu, Tiara. Tapi saya yang menjagamu, saya yang melindungimu, suami kamu mana tahu saat kamu menderita, putus asa dengan kehidupan kamu. Di mana dia saat kamu menangis kesakitan, di mana dia saat kamu membutuhkan teman, di mana dia saat kamu kesulitan mencari pekerjaan. Semua itu saya yang membuat semuanya mudah."

Deg

Aku langsung terdiam mendengar ucapannya. Kalau sudah begini aku tidak bisa mengatakan apapun. Kupejamkan mata dan memijat pelipisku.

"Tiara, nikah sama saya. Selama ini sudah terbukti saya bisa menjaga kamu. Bukan pria yang tiba-tiba datang dan melamarmu itu."

*****

Aku menatap lembayung senja yang kini tampak di langit. Hawa sudah mulai dingin, pergantian siang ke sore begini, bahkan menjelang maghrib ini sebenarnya tidak baik. Banyak energi negative yang di hasilkan. Makanya kita lebih baik berada di rumah saja, kalau menjelang maghrib begini. Tapi aku sedang gelisah, Gana belum juga pulang. Dia sudah memberikan kabar sekitar 4 jam yang lalu. Jarak Bogor Jakarta itu tidak selama itu, kalau dia ada halangan pasti dia memberi kabar. Tapi sejak tadi ponselku juga tidak berdering. Perasaanku semakin kacau, karena ucapan Nicky. Aku sudah mengusirnya dari rumah. Aku tidak mau mendengarkan segala ocehan tetek bengek tentang masa lalu.

Deru mobil terdengar membuat aku kini menoleh ke arah mobil yang baru saja memasuki pekarangan rumah. Aku mengernyitkan kening melihat mobil yang sepertinya pernah aku lihat. Lalu saat seorang pria yang aku kenal keluar dari dalam mobil, jantungku makin berdegup dengan kencang.

"Tiara."

Sapaan itu tidak bisa membuat aku bersabar, "Kenapa dengan Bang Gana?"

Dylan. Pria yang kini berdiri tegap di depanku menatapku dengan prihatin. Dia kini berjongkok di depanku.

"Ra, yang sabar ya. Gana sekarang di rumah sakit. Tadi saat perjalanan ke sini, mobilnya di tabrak. Aku sudah di sana tadi, sekarang aku di suruh menjemput kamu."

Tangisku tiba-tiba pecah. Ya Allah, lindungilah Gana. [ ]


BERSAMBUNG

GANAAAAAA SINIII PELUUK

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang