coffee 10

5.4K 1.4K 88
                                    

GANA POV

"Gan, ih udah ciumin Mama," ucap Mama saat aku masih mencium pipinya. Sore ini aku memang ada di rumah. Hujan deras sejak pagi, jadi membuat aku betah di rumah. Malas kemana-mana. Mager. Lagian aku juga lagi ngambek, ehm bukan sih tapi agak marah dengan Tiara. Dia dengan enaknya mengatakan akan menikahi si dokter itu, padahal aku tahu dia mencintaiku. Aku selalu percaya diri, dan aku bisa melihat dengan jelas di matanya kalau dia memang mencintaiku.

"Ciumin Mama gini, pasti ada maunya kan?"

Mama mengiris puding yang baru saja di keluarkan dari dalam kulkas. Lalu meletakkan di piring-piring kecil. Aku langsung menyambar satu piring yang paling besar potongannya dan membawanya ke depanku. Mengambil sendok lalu mulai memakan.

"Puding coklat made in Mama Jenny. Lezato."
Ucapanku membuat Mama kini menarik kursi di sebelahku dan menatapku lekat.

"Rayuanmu nggak mempan buat Mama. Sekarang ada apa?"

Ah Mama terlalu peka. Aku langsung menyeringai lebar.

"Mama suka nggak sama Tiara? "

Mama kini mengunyah puding buatannya lalu menatapku.

"Suka."

"Ehm Tiara makin cantik ya, Ma. "

"Dari dulu juga cantik, Gan."

Aku menganggukkan kepala setuju. Lalu kini mendekat ke arah Mama dan merangkul kan tanganku di bahunya.

"Kalau Gana nikah sama Tiara boleh nggak?"
Mama langsung tersenyum dan menoleh ke arahku.

"Kamu itu persis Papa kamu. Kalau suruh ngerayu aja. Ckckck nomor 1."

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Mama. Jantungku berdegup kencang menunggu keputusan Mama. Bagaimanapun juga Mama memang sepertinya suka dengan Wina. Bocah cilik yang memang cerdas aslinya. Cuma, dia agresif banget sama aku. Dan sejak kecil aku sudah menganggapnya adik.

Kemarin, Tiara mengatakan kalau Mama menyukai Wina dan dia beranggapan Mama lebih menyetujui Wina, daripada Tiara. Kalau Mama memaksaku, aku tetap memilih restu Mama di atas segalanya. Maka sekarang adalah penentuan untukku. Mama bilang ya aku baru maju lagi  tapi kalau Mama bilang tidak...
Kugelengkan kepalaku. Aku tidak mau menerka-nerka.

"Jadi, boleh ya Ma...Gana nikahin Tiara?"

Kali ini Mama mengerjapkan matanya. Lalu mengulurkan tangan untuk mengelus pipiku.

"Kamu sayang nggak sama Mama?"
Pertanyaan itu membuat aku menganggukkan kepala. Lalu menyandarkan kepalaku di bahu Mama.

"Sayang banget, Ma."

"Jadi, kalau Mama bilang enggak setuju? Kamu masih mau nurut nggak?"

Pertanyaan Mama itu membuat aku menegakkan diri lagi dan menatap Mama.

"Mama kenapa nggak setuju sama Ara? Mama kan tahu keluarganya. Udah akrab juga. Kenapa Ma?"

Mama hanya tersenyum tapi kemudian menatapku lagi.

"Kamu mau nurut sama Mama kan? "

Ku hela nafasku. Ini sulit. Aku menyayangi Mama dan tidak mau jadi anak durhaka. Tapi aku mencintai Tiara. Sangat.

"Ma, restu orang tua terutama seorang ibu, itu sangat berpengaruh Ma. Aku nggak akan menikah dengan wanita yang enggak Mama restui."

Aku menelan ludah. Sulit untukku. Tapi Mama kini menggenggam jemariku.

"Wina itu cantik."

"Masih piyik Ma."

"Cerdas loh, umur 19 tahun udah kerja dan lulus kuliah karena akselerasi."

"Makanya jadi songong gitu Ma. Gana nggak suka. "

Mendengar jawabanku Mama tersenyum. Beliau kini menghela nafas dan sepertinya menangis  karena aku bisa melihat bulir air mata yang sudah dihapus oleh Mama dengan jemarinya.

"Ma... Jangan nangis. Gana nyakitin Mama ya?"

Aku langsung menggenggam jemari Mama. Menciumi punggung tangannya. Aku tidak mau Mama, menangis karena aku memilih wanita tanpa restunya.

"Gana nggak akan nyakitin Mama lagi, Gana akan... "

"Nikahin Tiara, lamar dia ke orang tuanya. "
Mataku membelalak mendengar ucapannya. Benarkah ini?

"Nikahi Tiara?"

Mama kini malah tersenyum lembut.

"Kamu maunya nikahin Wina?"

Aku langsung menggelengkan kepala dengan cepat.

"Enggak. Tiara Ma, yang aku cintai."

"Nah, Mama tadi bilang Tiara juga."

Aku mengerjapkan mataku mendengar ucapan beliau. Ini benar kan? Aku nggak sedang ngigau?

"Tapi Gana nggak mau nikah kalau Mama sedih. Ini Mama nangis karena Gana mau sama Tiara kan?"

Mama malah tertawa dan mengge plak bahuku.

"Ngawur. Mama ini nangis karena terharu. Punya anak yang kayak kamu. Hati kamu itu mulia, mencintai Tiara yang keadaannya kurang sempurna. Mama tadi cuma nguji kamu aja, kamu beneran tulus sama Tiara apa enggak."

"Beneran Ma? Ini Gana, nggak mimpi kan?"

Dan Mama hanya, tertawa.

*****

"Owh, Aranya sedang ke klinik. "

Aku terdiam di teras rumahnya Tiara malam ini. Mamanya Tiara yang menyambut kedatangan ku.

"Sama siapa Ma?"

"Di jemput Dokter Morgan tadi  ini udah mau pulang kok. Gana, masuk dulu ya?"

Tapi aku langsung menggelengkan kepala.
"Ma, restui Gana untuk menikahi Tiara ya?"

Bersambung

Nekat emang abang satu ini... Hehehe

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang