COFFEE 09

5.3K 1.4K 129
                                    


Aku tahu, permintaan Gana memang sangat berat. Mengingat kondisiku, keadaanku, dan bagaimana Tante Jenny sepertinya lebih menyukai wanita lain daripada aku untuk menjadi istri Gana, Maka lebih baik aku menghalau jauh-jauh semua perasaan yang hadir kembali, karena sikap manis Gana kepadaku. Atau aku akan menerima Dokter Morgan? Karena sepertinya dia lebih mengerti aku dan bisa menerima aku apa adanya.

"Akhirnya kamu ke sini lagi, gimana? Sudah merasa lebih baik?"

Morgan, dokter yang selama ini sangat bersabar denganku kini tersenyum. Memamerkan giginya yang rapi. Sejak aku berkonsultasi dengannya, tidak ada sedikitpun Morgan memperlihatkan sikap buruk. Dia sangat sabar kepadaku.

"Dok, bisakah kaki saya yang satu ini sembuh?"

Morgan kini menatapku, bahkan sepertinya tidak berkedip untuk beberapa saat. Lalu seperti biasa, dia tampak menenangkanku.

"Tiara, selama ini, aku udah bilang sama kamu, kalau kaki kamu ini bisa sembuh, asal di latih dengan intens. Maka.."Morgan terdiam dan kemudian tersenyum "Menikahlah denganku, dan aku akan dengan sabar membuat kaki kamu bisa untuk jalan lagi. Aku sayang sama kamu, Tiara."

Mendengar ucapan itu, aku sungguh tidak bisa menjawab lagi. Karena semua memang masih sangat abu-abu. Kemarin, sepulang dari rumah orang tua Gana, aku semakin mengerti kalau dia adalah harapan keluarganya. Gana itu terlahir dari orang tua kaya raya. Dan yang pasti diharapkan menjadi pewaris kerajaan bisnis keluarganya. Karena memang Gana saja yang tertarik, saudara kembarnya, Gani memilih menjadi apoteker, daripada mengurusi bisnis keluarga, yaitu café dan hotel. Tentu saja, menjadi seorang Gana harus di dukung dengan kehadiran istri yang pintar, cerdas dan sehat fisik dan jiwa. Sedangkan aku? Mataku kembali memanas kalau mengingat itu semua.

"Dok..."

"Aku tahu, Tiara. Cowok yang kemarin mengaku sebagai calon suamimu itu, belum memenangkan hatimu kan? Jadi mencobalah bersamaku Tiara. Aku sudah menerima kamu apa adanya. Aku tulus denganmu, aku mencintaimu."

*****

"Eciee yang diapelin ama pemilik café sebelah, macaroon-nya bagi dong,"

Celetukan Gia, yang duduk di sebelah kubikelku kini melongokkan kepalanya. Dia melihat macaroon yang di kirimkan Gana tadi saat makan siang. Tapi macaroon itu belum tersentuh sedikitpun. Aku tidak nafsu makan, karena apa yang terjadi tadi pagi, saat aku pergi ke klinik Morgan.

"Mau?"

Aku menunjuk kotak berisi kue beberbetuk bulat dan berwarna pink itu. Gia langsung menganggukkan kepala dengan antusias. Aku tersenyum dan mengambil kotak itu, lalu menyerahkan kepada Gia.

"Di makan deh, semuanya."

"Hah? Serius?"

Aku menganggukkan kepala sekali lagi dan melihat Gia langsung bersorak girang. Setelah menerima kue itu, dia menghilang lagi di balik kubikelnya. Sedangkan aku menghela nafas lagi, aku harus mengatakan semua kepada Gana. Kuambil ponselku yang ada di atas meja, lalu mendial nomornya. Jantungku berdegup kencang saat menunggu jawaban dari teleponku.

"Assalamualaikum, Ara. Ada apa?"

Suara di ujung sana membuatku ingin menangis. Gana yang manis dan lembut, sudah mengacaukan pertahananku. Tapi aku harus kuat, aku tidak boleh membuat Gana makin menyesal memilihku.

"Bang...Ara mau ketemu, sekarang. Bisa?"

"Owh, bisa, bisa. Aku jemput kamu ya."

Aku mengatakan ya dan menutup panggilan teleponku dengan segera. Jam memang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Jadwal pulang, hanya saja di kantor ini pulang sesuka kita. Kalau masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan, mereka masih betah di sini.

Kumatikan laptop di depanku, lalu kumasukkan ke dalam tas. Aku harus segera menyiapkan diri, untuk bertemu dengan Gana.

****

"Maksud kamu?"

Aku tidak tega menatap Gana. Saat ini kami tengah duduk di dalam ruangan kantor milik Gana, ruangan yang ada di lantai dua café Gana. Dia sudah menjemputku dan langsung membawaku ke sini. Ruangan yang sebenarnya membuatku sangat nyaman. Di atas meja ada camilan dan latte kesukaanku. Gana selalu tahu apa yang aku inginkan. Hanya saja, sore ini aku tidak mau memakan itu semua. Perutku tiba-tiba terasa penuh, saat melihat wajah Gana yang terkejut, Ketika aku mengatakan apa yang menjadi hal aku menemuinya.

"Aku akan menikah dengan Dokter Morgan."

Tenggorokanku sudah tercekat saat mengatakan ini semua. Tapi Gana berhak mendapatkan orang yang lebih dari aku. Lebih segalanya.

Gana yang duduk di depanku persis, kini mengerjapkan matanya lagi. Lalu kemudian dia mengusap wajahnya. Tampak tak percaya atas apa yang baru saja aku katakan.

"Ra, kamu bercanda kan?"

Pertanyaannya itu langsung membuat aku menggelengkan kepala. Meski aku menahan tangis yang setiap saat bisa keluar. Aku tidak bisa mengartikan lagi, tatapan Gana dan raut wajahnya.

"Bang, kamu berhak mendapatkan wanita yang lebih dari aku. Seperti Wina misalnya, dia cantik, cerdas dan sehat."

Gana kini menatapku tajam, dia bersedekap dan membuat aku terintimidasi dengan tatapannya itu. Akhirnya aku menunduk, memilih untuk memainkan jemariku, yang terasa bergetar. Ini tak mudah, untukku.

"Kamu siapa memang? Mama aku? Bukan. Mama saja yang melahirkanku, tidak tahu apa yang bisa membuatku bahagia. Apalagi kamu, orang luar di dalam keluargaku. Kita tidak saling tahu, Ara. Tapi bukan kamu yang berhak menentukan aku bahagia atau tidak. Bukan."

Suaranya dingin. Menembus gendang telingaku, dan membuat hatiku merepih. Aku tahu Gana marah, sangat marah. Saat aku kembali menatapnya, aku takut untuk mengatakan lagi.

"Bang, realistis. Ara, cuma wanita cacat. Sedangkan Abang, pria sukses. Abang perlu dukungan wanita yang juga bisa mengimbangi Abang, itu bukan Ara. Abang tahu, selama ini Ara sudah kebal dengan cibiran orang tentang kondisi Ara. Dan Ara tidak bisa membawa Abang, ikut dalam lubang di kehidupan Ara. Abang..."

"Cukup!"

Gana mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapanku. Tangisku sudah pecah, aku sakit mengatakan ini semua.

"Kamu mau menikah dengan Morgan? Silakan!"

Deg

Mataku melebar mendengar ucapannya, kenapa rasanya makin sakit?

"Tapi, aku akan menggunakan segala cara, untuk membawamu ke pelaminanku, Tiara. Meski kamu tidak suka." [ ]

BERSAMBUNG

 RAMEIN DONG BANG GANANYA MASIH SEPI NIH

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang