coffe 3

7.3K 1.5K 63
                                    

Suara tawa itu membuat tidurku terganggu. Padahal semalam aku tidak bisa tidur, dan sekarang di pagi hari Minggu seperti ini aku mendapatkan gangguan. Segera aku bergegas bangun, mencoba menarik kursi rodaku yang tak jauh dariku. Mama selalu menyediakan itu didekatku. Dulu, saat pertama kali aku mengalami kecelakaan ini, berbulan-bulan aku merepotkan Mama dan Papa untuk memindahkanku dari atas kasur. Tapi sekarang, 10 tahun sudah aku menjalani ini semua, dan aku sudah terbiasa. Insting dan gerak refleksku sudah sangat baik. Aku menjalankan kursi rodaku untuk mencuci muka di dalam kamar mandi. Lalu membersihkan diri seadanya. Hari minggu begini biasanya aku memang bermalas-malasan di rumah. 

Saat akhirnya aku keluar dari kamar, Mama menyambutku.

"Eh, Ara udah bangun. Itu ada Gana... kamu inget kan? Anaknya Serkan sama Jeje. Ah Mama kangen sama orang tua mereka. Kamu kok nggak bilang udah ketemu Gana lagi?"

Deg

Aku langsung menghela nafas, mendengar ucapan Mama. Aku tidak mau cerita karena memang tidak ingin. Aku dan Gana itu sudah berakhir sejak aku kecelakaan dan keluarga kami pindah. Lama aku menangisi hal itu, lama juga aku terasing dalam kesendirianku dan hanya ditemani Mama dan Papa yang terus mendampinginku saat masa-masa pemulihan.

"Udah sana. Temuin. Lagi ngobrol sama Papa tuh. Mama mau buatin makanan dulu."

Mama sudah berlalu sebelum aku menjawab. Sekali lagi aku menghela nafas dan menjalankan kursi rodaku menuju ruang tamu. Ketika tirai tersibak dan aku muncul, suara tawa renyah itu berhenti. Papa langsung menoleh ke arahku.

"Ara. Kamu ini kok nggak bilang kalau udah ketemu Gana? Dia tambah ganteng ya?"
Papa beranjak bangun dan melangkah ke arahku, mendorong kursi rodaku lalu mendekatkanku kepada Gana. Pria itu hanya tersenyum. Dua lesung pipinya terlihat begitu jelas. Harusnya aku tidak memberikan alamat rumahku kepadanya, kalau tahu dia akan secepat ini mampir ke rumah.

"Ara juga baru ketemu kemarin kok, Pa."

Akhirnya aku mnengatakan itu, membuat Papa menganggukkan kepala.

"Ya udah, kalian ngobrol ya. Gana, Om tinggal dulu ya?"

"Baik, Om. Nanti kita bisa main catur lagi ya."

Papa tertawa mendengar jawaban Gana, lalu menepuk bahuku, dan berlalu meninggalkanku berdua dengan Gana saja. Sungguh, ini membuat aku canggung lagi.

"Baru bangun?"

Sapaannya membuat aku mendengus "Ngapain sih ganggu pagi-pagi gini?"

Biar saja aku dikatakan galak, tapi aku tidak mau Gana kembali datang ke hidupku. Aku tidak mau mengecewakannya lagi.

Gana kini malah tertawa, lalu menyugar rambutnya yang hitam tebal itu. Alis tebalnya bertaut saat dia menatapku.

"Aku sayang kamu, Ara."

Lagi. Pernyataannya malah membuat hatiku merepih. Aku tahu sifat Gana, pantang menyerah saat ingin mendapatkan sesuatu.

"Jangan gombal Bang, kita ini sudah 10 tahun tidak bertemu, dan kamu bisa dengan entengnya bilang sayang sama aku? 10 tahun itu bukan waktu sebentar Bang. Aku tidak mau percaya."

Lagi-lagi Gana tertawa. Dia selalu seperti ini, gampang tertawa, dan tidak pernah terlihat sedih. Sikapnya yang ceria memang bisa membuat aku suka dengannya bertahun-tahun silam. Tapi jeleknya dia juga tidak pernah menganggap suatu hal dengan serius. Makanya itu yang membuat aku juga kadang meragukan apa yang diucapkannya.  Dia seperti bermain-main dengan itu semua.

"Tiara... kamu tidak pernah percaya sama apa yang aku ucapkan. Apa aku harus berlutut dan langsung melamarmu di sini?"
Ucapannya itu malah membuat aku membelalak terkejut.

"Jangan gila Bang, ini di rumah. Ada Mama dan Papa juga."

Gana kini tersenyum lagi. Dia malah menopang dagunya dengan tangan yang diletakkan di kedua pahanya. Menatapku dengan intens.

"Kamu itu cantik kalau marah gitu."

Nah kan, dia memang begini. Selalu saja tidak bisa membuatku marah dengan ucapannya.

"Bang..."

"Apa?"

Gana kembali menyeringai lebar, tapi kemudian dia beranjak dari duduknya. Lalu tiba-tiba bersimpuh begitu saja di depanku.

"Ara, Tiara...aku mencintai kamu, sejak lama. Maka saat aku bertemu lagi denganmu, aku tidak akan membiarkan kamu lepas lagi dariku. Menikahlah denganku, Tiara."


BERSAMBUNG

 AH BANG GANA I WILL I WILL... HOOOHOHOO...

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang