COFFEE 20

5.3K 1.3K 66
                                    


Manisnya Gana membuatku merasa nyaman bersamanya. Sudah 1 bulan sejak pernikahan itu. Sudah 1 bulan sejak Gana memberikan café ini kepadaku. Karena merasa sangat berterimakasih kepada Gana, akhirnya aku mengundurkan diri dari pekerjaan. Lagipula, impianku sejak dulu, mengelola sebuah café. Gana sudah memberikannya kepadaku, maka aku kini ada di sini. Kantor yang di tempati Gana ini sekarang menjadi kantor milikku. Aku tidak merubah apa yang sudah ada, aku hanya menambahi detilnya saja, dan aku suka. Gana sendiri mempunyai jaringan café tersebar di seluruh Indonesia, hal itu membuatnya sibuk tiap hari. Setelah menikah, aku jadi tahu rutinitasnya tiap hari. Bangun pagi, setelah shalat subuh dia berolahraga sebentar, lalu menemaniku sarapan, bahkan menemaniku untuk berlatih berjalan. Nanti dia akan mengantarkanku ke café, lalu berpamitan untuk mengurusi bisnisnya yang lain. Sore, dia akan muncul di café dan menjemputku. Dia memang tipe pekerja keras, pantas saja usahanya sudah maju dengan pesat, padahal dia masih sangat muda.

"Mbak Tiara, maaf mengganggu."

Suara Nia, salah satu karyawan café ini melongok dari balik pintu ruanganku. Aku menganggukkan kepala dan mempersilakan Nia untuk membukanya.

"Ada tamu, katanya mencari Mbak Tiara."

Ucapan Nia membuatku mengerutkan kening. Tamu? Di café ini? Setahuku orang-orang yang tahu keberadaanku di sini, Cuma teman-temanku dari kantor. Mereka sudah tahu saat aku mengundurkan diri, dan memberitahu mereka akua da di sebelah. Dalam artian ada di café yang memang berada persis dari kantorku yang dulu. Selebihnya tidak ada yang tahu.

"Siapa?"

Aku menatap Nia yang kini sudah melangkah masuk dan berdiri di balik meja kerjaku.

"Katanya namanya Nicky."

"Cewek?"
Nia langsung menggelengkan kepala mendengar pertanyaanku. "Cowok, kok Mbak. Orangnya tinggi, putih, wajahnya kayak Lee Min ho."

Ucapan Nia membuat aku tersenyum, "Masa?"

Nia langsung antusias mendengar pertanyaanku "Iya beneran Mbak. Tuh di bawah sedang pada berebut liatin."

Aku menggelengkan kepala dan tersenyum. "Ya udah, tolongin saya, buat keluar dan menemuinya."

"Baik, Mbak."

*****

Pria itu berwajah tampan, persis yang di dekskripsikan Nia. Dia duduk dengan berwibawa di sofa warna merah di dalam café ini. Sedang memandang jendela di sebelahnya dan menyesap kopi panas. Aku mencoba mengingat-ingat, apakah temanku di masa lalu? Ataukah klien ku dulu? Tapi semua itu tidak ada dalam memory ingatanku. Sepertinya dia memang pria asing.

"Maaf, Pak. Ini Mbak Tiaranya."

Ucapan Nia, yang mendorong kursi rodaku dari belakang, membuat pria itu langsung menoleh ke arah kami. Dia nampak terkejut melihat keadaanku. Lalu perlahan menatapku dari ujung kepala sampai kaki.

"Saya tinggal ya Mbak."

Nia berbisik kepadaku dan membuat aku menganggukkan kepala. Pria di depanku kini beranjak berdiri, lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Aku menyambutnya.

"Nicky. Maaf kalau kedatangan saya membuat anda terkejut. Mungkin anda tidak mengenal saya, tapi saya mengenal anda sejak 10 tahun yang lalu."

Deg

Jantungku langsung berdegup kencang mendengar hal itu. Siapakah dia? Aku hanya menganggukkan kepala dengan kaku. Dia lalu kembali duduk dan masih menatapku. Aku jengah di tatap seperti itu oleh seorang pria selain suamiku.

"Maaf, bisakah anda perjelas apa tujuan anda menemui saya?"

Akhirnya aku bisa mengatakan hal itu. Dan saat ini Nicky langsung menganggukkan kepala dengan paham. Dia menghela nafas dan menatapku lagi.

"Saya, adalah orang yang menabrak anda, 10 tahun silam." [ ]

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang