COFFEE 25

8K 1.3K 115
                                    


COFFEE 25

GANA POV

Rasa nyeri masih terasa di kakiku. Alhamdulilah. Aku sujud syukur karena masih dalam lindungan Allah SWT. Sore tadi, mobilku di tabrak mobil dari belakang saat perjalanan dari Bogor ke Jakarta. Aku memang mengalami luka-luka, tapi hanya lecet-lecet saja. Orang yang pertama aku beritahu adalah Gani dan Dylan. Akhirnya, Gani yang menemaniku di rumah sakit saat aku di obati, dan Dylan yang bertugas menjemput Tiara. Aku tidak mau membuat istriku khawatir, maka aku menginginkan dia melihat kondisiku saat ini. Alhamdulilah juga, sudah di perbolehkan pulang setelah semua lukaku di rawat. Orang yang menabrakku juga sudah bertanggung jawab. Aku tidak mau membesar-besarkan masalah, karena semua selamat.

"Ra, udahan dong nangisnya?"

Aku mengecup pucuk kepala Tiara, dia sudah dalam pelukanku. Dia terus menangis saat mendapati diriku di perban kaki dan tangan. Bahkan dia tidak ingin melepaskan pelukannya, sejak di rumah sakit, di mobil dan sudah sampai di rumah. Aku bahkan langsung di suruh masuk ke dalam kamar, padahal di luar masih ada Gani, Dylan dan juga Papa.

"Jangan pergi-pergi lagi bisa nggak sih?"

Ucapannya membuat aku tersenyum. Kuusap lembut kepalanya, dan kembali aku menunduk untuk menatap wajahnya yang basah oleh air mata. Kami sudah duduk bersandar di atas kasur.

"Iya janji, nggak akan pergi lagi."

Tiara kini mendongak mendengar jawabanku, dia sepertinya sangat sedih. Aku menangkup wajahnya dan mengecup bibirnya yang lembut itu.

"I love you, Ara. Aku nggak akan lagi ninggalin kamu, nggak akan."

Tangisnya kembali terdengar dan aku merengkuhnya masuk ke dalam pelukan. Berusaha memberikan ketenangan dan kenyamanan.

****

"Papa nggak mau diam aja Gan, ini udah masuk ke teritori keluarga kita. Kamu sudah di dzalimi."

Ucapan Papa membuat aku menghela nafas. Untung Tiara sudah tidur, akhirnya aku bisa berbicara dengan Papa, Gani dan Dylan. Aku pikir kecelakaan tadi murni musibah, tapi Dylan dan Gani mengusutnya, dan entah karena koneksi Dylan terlalu luas, dia bisa membuktikan kalau orang yang menabrakku tadi adalah orang suruhan dari Nicky. Aku sungguh tidak menyangka.

"Lo, harus lebih waspada. Gue mau kasih mata-mata deh, buat ngawasin lo."

Dylan ikut angkat bicara, sedangkan Gani kini masih diam dan duduk di sampingku. Untung saja Mama Papa Tiara sudah pulang, tadi sempat ke sini menjengukku. Aku tidak mau mereka merasa bersalah, karena ini masih ada hubungan dengan Nicky.

"Terus apa yang harus kita lakukan? Keluarganya Ara itu memang sudah buat perjanjian, ada hitam di atas putih juga Pa."

Aku kini menatap Papa yang duduk di depanku. Dylan sejak tadi hanya menelepon siapa saja. Aku tahu dia sedang mencari informasi.

"Semua itu tidak akan berarti kalau Tiara nggak mau Ndul, artinya kan itu tidak sah. Perjanjian itu tidak akan berlaku, lagipula kita bisa membawa Nicky sampai jalur hukum. Kesalahannya dulu, bisa kita korek lagi."

Ucapan Gani membuat aku, Papa dan Dylan langsung menatapnya. Saudara kembarku itu memang banyak ide. Dan ide briliannya kali ini memberi kami pencerahan.

"Lo kok pinter banget, sih?" Ucapan Dylan membuat aku langsung menepuk punggung Gani, Papa juga sudah tersenyum lebar.

"Anak Papa memang cerdas."

Aku langsung memberengut ke Papa "Ini juga anak Papa."

Dan serempak Gani, Dylan dan Papa tertawa. Mereka sukses meledekku. Tapi aku bisa tersenyum lega. Ternyata masih ada solusi atas masalah ini. Ahamdulilah.

"Si Nicky ini bodoh, dengan menabrak kamu, malah makin membuka boroknya."

Dylan kini tersenyum dengan puas, "Gue punya temen pengacara yang handal. Serahin semuanya sama gue."

Dan aku juga merasa bersyukur, punya teman sebaik Dylan. [ ]

BERSAMBUNG

COFFEE BREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang