Bagian Dua Puluh Tiga

963 85 5
                                    

Menurutku misteri kehidupan hanyalah satu, yaitu takdirku sendiri.

Menurutku misteri kehidupan hanyalah satu, yaitu takdirku sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kilasan beberapa hari lalu, terpati apik dalam memori Irene. Bagaimana cara Irene mengusir mereka, menghina mereka, tidak mempercayai mereka, bahkan menolak keras penjelasan mereka. Irene sadar, dia egois dan lebih buruknya keegoisannya itu berdampak pada keadaannya yang kembali kesepian.

Jennie dan Jisoo telah pergi dan tak pernah muncul kembali tepat dihari Irene menyebut mereka sebagai pengkhianat tanpa memikirkan perasaan kedua sahabatnya. Tentu sakarang hanya penyesalan yang membelenggu hatinya, meminta maafpun percuma jika apa yang dia ucapkan sangat keterlaluan untuk dimaafkan dengan mudah.

"Na.."

"Nona.."

Irene tersentak saat lengannya merasakan sentuhan. Dia berkedip beberapa kali, untuk menghilangkan rasa terkejutnya akibat terlalu lama melamun.

"Apa anda baik-baik saja, atau masih merasakan sakit dibagian tertentu?" Dokter yang selama seminggu ini menanganinyalah yang menyadarkan dia dari lamun panjang.

Irene sempat terdiam beberapa saat untuk memproses perkataan dokter. "Ah tidak, saya sudah merasa baikan." Katanya setelah berpikir beberapa detik.

"Oh benarkah?" Dokter itu belum sepenuhnya percaya. "Jika nona masih belum sepenuhnya merasakan sehat, lebih baik nona memperpanjang menginap disini. Itu akan lebih baik, daripada nona memaksakan diri untuk kembali kerumah."

Irene mengeleng pelan untuk menolak perkataan dokter itu. Badannya memang masih ada yang terasa sakit, tapi tak sampai separah itu untuk harus menginap kembali. Perban-perban yang melilitnya pun sudah tak lagi banyak, hanya beberapa dan itu pada luka-luka yang sudah agak mengering. Sejujurnya juga Irene merasa jenuh berada dilingkungan yang penuh bau obat-obatan. Ditambah tak ada seorangpun yang datang mengunjunginya setelah hari itu, semakin menguatkan tekatnya untuk segera keluar dari rumah sakit ini.

Dokter tersebut tersenyum ramah saat mendapatkan gelengan dari pasiennya. "Baiklah jika keputusan nona Irene seperti itu, saya tidak bisa melarang lagi. Tapi yang pasti jangan sampai nona melalaikan obat yang sudah saya berikan karena itu sangat penting untuk pemulihan nona."

"Terima kasih sudah merawat saya Dok." Irene berujar disertai senyum kecil.

"Itu sudah menjadi tugas saya." Jawab sang Dokter dengan tak kalah ramah. "Jadi mana keluarga Nona yang akan menjemput kemari?"

Seketika senyum Irene pudar, rasa sesak didalam hatinya kini muncul kepermukaan. Keluarga ya?. Irene bahkan tidak tahu apakah mereka mengetahui keadaannya sekarang atau tidak. Sibuk, bisa dibilang begitu. Dan selama inipun Irene tak pernah mempermasalahkannya, toh ada Jennie dan Jisoo yang selalu menemaninya. Tapi entah mengapa, detik ini Irene sangat membutuhkan kedua orang yang berjasa atas kelahirannya dibumi ini. Irene merindukan mereka. Merindukan kasih sayang yang sudah lama sekali tak dia dapatkan.

I'M FALSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang