BERTAHAN

59 1 0
                                    

aku memilih bisu di dalam riuhnya rindu
meski perdebatan seringkali terjadi terburu-buru
lalu aku menjadi beku,
tak lagi mampu beranjak dari deru ingatan tentangmu.

Waktu berlalu, purnama silih berganti masih tetap tanpamu. Barangkali melupakanmu hanyalah masalah waktu. Bertahun-tahun bertahan, berjalan meradang dalam kenangan, sekalipun tetap mengingatmu bukan lagi sebuah tujuan melainkan rutinitas tanpa kesengajaan. Debarku masih sama, seperti kala kita saling bertukar suara, saat itu rindu nampak begitu gembira, melayang tanpa takut ketinggian, tanpa takut jatuh dan kesakitan. Adakah engkau tahu, cintaku tertanam terlalu dalam sampai-sampai engkau tak lekang dalam ingatan meski sekarang engkau berada dalam pelukan lain orang.

Aku masih memilih berdiam diri, mencaci maki perasaan dan mimpi-mimpi yang mencuri ketenangan. Mungkin terpaksa, aku berbaur dengan gelisah yang tak pernah menua, berkawan dengan pasrah sembari merebahkan lelah, sebab engkau terlalu berat untuk selalu ku ingat. Di hatiku, kau masih terikat menjadi ingatan yang lekat, terpaut dengan erat.

Sementara entah seperti apa hatimu sekarang, biar kujelaskan bagaimana aku mencintaimu dengan kesepian. Sebenarnya, membiarkanmu tetap di sini bukanlah sebuah pilihan melainkan sebuah pemberian Tuhan. Denganmu atau tidak aku hidup, mencintaimu seperti sebuah keharusan. Iya, sebuah keharusan, sebab berulang kali mengelak sedikitpun kau tak pernah retak.

Aku bertahan bukan untuk menantimu kembali dalam pelukan. Aku hanya merawatmu dalam doa-doa panjang, sebab kepergianmu adalah luka-luka yang tak akan pernah mereda seperti hujan. Sebesar apapun inginku, mencintaimu biar menjadi urusanku dengan Tuhan, sebab sekali lagi aku tak lagi tahu masih adakah aku di hatimu, meski di ruang paling dasar di mana tidak seorangpun bisa mendengar segala keluh yang kugelar.

Di langit semesta kusemayamkan rindu yang tak pernah sampai padamu, kenangan yang tak pernah ada lagi dalam ingatanmu. Barangkali suatu masa tiba-tiba kau kembali meski hanya untuk sekadar bertanya kabar tentang kesendirianku.

Tak jarang aku merajuk pada dingin dan sepi,
Riuh yang berulang, sukar berangsur pergi
Rinduku hanya menepi sesaat,
Bukan menamatkan cinta untukmu yang tak lagi sepakat.

NESTAPA DALAM AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang