INGIN

51 1 0
                                    

di dadamu,
ingin kubenamkan seluruh kisah,
di angan-angan bayangmu melayang,
mengunci ingatan.

di dadamu,
ingin aku bisikkan seluruh cinta,
dari cerita-cerita yang kulalui sendirian,
mengasuh kehilangan.

Aku tidak pernah menghitung sudah berapa ratus purnama yang menimbang-nimbang ketiadaanmu. Aku masih mengurus kepedihan dari kehilangan seseorang, yaitu dirimu. Setiap kali senja larut di pintu petang, kupejamkan mata sejenak, lalu bernapas lebih panjang untuk meredam peradangan dari ingin-ingin yang mendingin, sebab mungkin engkau tak ingin.

Aku masih rawan terluka dari ingatan-ingatan kisah kita, lalu. Meskipun begitu cintaku masih padamu. Aku sering berandai-andai di ruang kenangan, menuturkan kerinduan, mengutarakan kepiluan, menyuarakan sajak-sajak kesepian.

"Andai engkau tahu, andai engkau tahu, andai engkau tahu", terus begitu kataku.

Namun Tuhan belum menyetujui segala hal yang kuingini, pertemuan kita masih tertunda dan rindu-rindu ditetapkan terus mengembara di belantara waktu semesta.

Aku mengiba pada ingin-ingin yang tersendat, terperangkap di ruang waktu perpisahan. Sementara dirimu membangun ruang baru dengan lain orang. Kautanam lagi bunga-bunga wangi namun bukan untuk diriku lagi.
Lalu ke mana kalimat "Aku akan selalu ada untukmu", yang sering kau titipkan di mataku ?

Bulan-bulan berganti, inginku masih uraian mimpi-mimpi.

Kau tersenyum lebar, sementara aku mencoba memangkas kesedihan.

Berulang bathinku telanjang, menyetubuhi jarak dan kehilangan. Kau tak pernah pulang meski hanya dengan mengenang kita dalam pikiran. Aku tetap sendirian.

Hening-hening bergeming, aku tak mampu berpaling, sekalipun untukmu aku telah menjadi asing.

Kau telah menjadi perihal paling rajin bertamu, mengetuk-ngetuk  pintu rindu atau sekedar membayangi diriku dengan masa lalu. Kau sempurna mematahkan hatiku.

Dalam pendar rembulan saat purnama menjelang tengah malam, aku mengantarkanmu ke dalam pelataran pentas drama masa silam. Di sana kau menjadi peran utama yang lebih dulu meninggalkan dan aku yang tertinggal. Kita menjabarkan perasaan yang tersengal-sengal sebab kisah kita terpaksa tanggal bahkan jauh di luar dugaan.

Bertahun-tahun aku memangku kesepian dan ramainya "ingin"  di ingatan. Di mataku kau tak pernah habis meski hati terus teriris dan mengais tangis.

Kau memang luka,
tapi aku tidak pernah lupa,
bahwa kita pernah bahagia,
sebelum menemui batas sementara.

NESTAPA DALAM AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang