Pasangan suami-istri itu sedang berbaring berhadapan di atas kasur. Mereka tidak membicarakan apapun, hanya saling tatap dengan senyum terukir di bibir masing-masing.
Hingga akhirnya Eleanor terkekeh, "mau sampai kapan begini terus, tuan?"
Mereka sudah begitu selama kurang lebih dua jam, dan mereka tidak bosan. Keheningan diantara mereka berdua tidak canggung, namun lebih seperti keheningan yang membuat mereka nyaman dengan kehadiran satu sama lain.
Tangan Ethan terulur untuk membelai rambut istrinya. "Jangan panggil tuan, sekarang aku suamimu." Ujarnya dengan nada yang begitu lembut.
"Kalau begitu lebih baik kupanggil apa ya? Sayangkuuu~ begitu?" Canda Eleanor, Ethan tertawa geli mencubit pipi istrinya.
"Ternyata kau lucu juga, ya. Katakan padaku, sebenarnya apa yang tidak bisa kau lakukan, hm? Kau pintar memasak, cantik, baik, dan ternyata kau juga lucu," ujar Ethan, tangannya kembali terulur untuk membelai rambut istrinya.
Eleanor menggigit bibir bawahnya, dengan ekspresi berpikir yang dibuat-buat.
"Jangan digigit, nanti luka" Ethan mengapit dagu Eleanor dengan ibu jari dan telunjuknya, menyuruhnya untuk berhenti mengigit bibirnya sendiri. Eleanor menghentikan kegiatannya mengigit bibir kemudian menjawab,
"Sepertinya ada satu hal yang aku tidak bisa lakukan,"
"Apa itu?"
"Aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menolak takdir yang mengikat kita, dan kalaupun bisa aku tetap tidak akan mengubahnya. Aku bahagia bersamamu," ujar Eleanor tersenyum.
Hanya dengan satu kalimat, seluruh pertahanan Ethan runtuh. Rasanya seperti ada beribu-ribu kembang api yang meledak-ledak di dadanya. Ia segera menarik tubuh istrinya mendekat, memeluknya erat seakan takut kehilangan. Tidak lupa menghujani pucuk kepalanya dengan kecupan hangat.
"Aku mencintaimu, Eleanor" Ujar Ethan.
Eleanor mengangguk, "iya, aku juga mencintai diriku sendiri," ujarnya membuat Ethan melepaskan pelukannya kemudian menangkup pipi istrinya.
"Apa? Kalau begitu berarti kau tidak mencintai aku?" Tanyanya. Pertanyaan retoris sebenarnya, karena jawabannya tentu Eleanor juga mencintainya.
Ethan membalikkan badan, memunggungi istrinya, –bertingkah merajuk. Eleanor tertawa kemudian memeluk suaminya dari belakang.
"Aku juga,"
"Juga apa?" Ethan menolehkan kepalanya, menatap istrinya dengan tatapan menyelidik.
"Aku juga me..." Eleanor menggantungkan kalimatnya, kedua alisnya terangkat usil. Sengaja menggoda Ethan agar laki-laki itu kesal.
"Katakan,"
Eleanor tersenyum. Kedua matanya menekuk bagai bulan sabit yang bercahaya di malam gelap.
"Hey, ayo cepat katakan," ujar Ethan tak sabaran, ia bahkan sudah kembali membalikkan tubuhnya menghadap Eleanor.
Melihat istrinya yang terus saja tersenyum membuat Ethan jadi gemas. Ia mengapit kedua pipi Eleanor dengan satu tangannya, menekan kedua pipinya sampai bibirnya mengerucut lucu.
"Aku juga mencintaimu, Ethan," ujar Ethan menirukan suara Eleanor sambil menekan-nekan pipinya.
"Ayo katakan seperti itu," kini Ethan sudah melepaskan tangannya dari pipi Eleanor, ia kembali menangkup pipi istrinya penuh kasih sayang.
Eleanor menggeliat, memeluk tubuh Ethan erat.
"Aku juga mencintaimu, Ethan," ujarnya dengan suara yang teredam karena ia membenamkan wajahnya di dada Ethan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Moon • The Boyz [✓]
Fanfiction"𝕿𝖍𝖊 𝖗𝖎𝖘𝖊 𝖔𝖋 𝖙𝖍𝖊 𝖋𝖚𝖑𝖑 𝖒𝖔𝖔𝖓, 𝖙𝖍𝖊 𝖗𝖊𝖛𝖊𝖆𝖑 𝖔𝖋 𝖙𝖍𝖊 𝖙𝖗𝖚𝖊 𝖐𝖎𝖓𝖌" Sebuah kerajaan werewolf mempunyai dua orang anak laki-laki sebagai calon pewaris takhta. Namun hanya satu yang pantas untuk mengambil alih takhta ter...