Sesuai janjinya pada Bintang kemarin, Leon akhirnya membantu gadis itu membawa sepedanya ke bengkel. Keduanya sudah siap keluar dari kelas.
"Oh iya, gue harus ajakin Lovely, nih! Biar tuh anak kagak salah paham lagi!"
Bintang sudah menggendong tas ranselnya, dan bergegas menuju ke bangku Lovely. "Lovely, lo harus ikut gue ke bengkel hari ini," kata Bintang.
Wajah Lovely nampak melongo. "Ngapain?"
"Lo mau dekat terus kan sama Leon? Yaudah, hari ini Leon bantu gue bawa sepeda ke bengkel, jadi lo harus ikut."
Tak berselang lama, Lovely langsung bangkit berdiri, dan mengenakan tasnya. "Ayo, ayo!"
Berganti kini Bintang yang dibuat melongo. Kepala Bintang mengangguk-angguk berkali-kali. Kini Lovely sudah menggandengnya dengan langkah tidak sabar keluar kelas.
"Aduh!" Bintang memekik pelan, kala ia tak sengaja bersenggolan dengan seorang siswa. Kepalanya mendongak, dan seketika saja raut wajahnya menjadi begitu datar.
Langit menatap Bintang dengan tatapan tak terbaca. Bintang melengos begitu saja, dan setelahnya ia berlalu, tak menyadari Langit menghela napas sembari memandang kepergiannya.
Setelah Bintang berlalu, Langit nampak berpikir. Harus dengan cara apa agar ia tak bermasalah dengan gadis itu? Walaupun Langit sendiri tidak tahu, apa kesalahan yang ia perbuat.
"Langit!"
Pemuda itu sedikit terlonjak mendapati Ester, teman sekelasnya berdiri tepat di sebelahnya. Gadis cantik itu tersenyum tipis, membuat Langit jadi agak salah tingkah.
"Kok belum pulang?", tanyanya lagi. Langit kini berusaha menguasai diri.
"Ini juga baru mau pulang. Gue duluan," kata Langit lalu berlalu lebih dulu, meninggalkan Ester di depan kelas.
*****
"Gimana dong, Ja? Lama-lama kalau gini bukannya cuma musuhan lewat tatapan si Bintang doang, tapi kalau udah kesel pasti gue bakalan digebukin!" Langit mondar-mandir gelisah di teras belakang rumah Radja.
Radja, si pemuda tinggi itu nampak asyik dengan aktivitasnya sendiri. Pemuda itu tersenyum kecil. "Aduh, lo kok takut banget musuhan sama Bintang? Lama-lama gue jadi mikir yang lo naksir itu Bintang bukannya si Ester," seloroh Radja membuat Langit langsung melotot.
"Eh, itu mulut sembarangan aja kalau ngebacot! Ya nggak gitu juga, lah. Emangnya, siapa sih yang mau punya musuh?", kata Langit lalu kembali duduk disebelah Radja.
Radja mendengus. "Kalau gitu, lo selesai-in, dong! Jangan ngehindar mulu."
"Siapa yang menghindar si, Ja? Dia ngeliat gue aja udah kesel."
Radja langsung menjentikkan jari. "Nah, itu dia! Lo harus tau, apa yang sebenarnya buat dia kesal sama lo. Ngomong baik-baik deh sama dia, dan kalau emang lo salah lo minta maaf."
Ucapan Radja memang benar, tapi Langit jujur saja bingung mau mulai lewat mana. "Gue harus gimana? Masa iya gue langsung nanya?"
"Adduh, siapa yang nyuruh lo nanya langsung, Paijo?! Lo harus sabar, jangan ngegas." Radja nampak berpikir, setelahnya ia tersenyum kecil. "Kayaknya gue tau apa yang harus lo lakuin."
*****
Langit menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Radja menyarankan untuk mengirimkan pesan kepada Bintang lebih dulu, sebelum mereka berbicara secara langsung.
"Ini harus banget gue nge- chat ?"
Kepala Langit tiba-tiba langsung pening rasanya. Menggigit bibirnya berkali-kali karena gugup. Ini pertama kalinya ia mengirimkan pesan kepada seorang gadis yang bukan anggota keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Dekat
Teen FictionBintang Anindia Aprilia, mulai memasuki kelas baru di SMA, tepatnya di kelas unggulan. Awalnya Bintang pikir semuanya akan baik-baik saja. Tapi semua pemikiran itu terpatahkan saat ia bertemu dengan Langit Ali Asril, siswa kelas unggulan yang bisa...