Jarak Dekat | 9

49 8 0
                                    

Bintang menghembuskan napas pelan. Gadis itu melangkah ke arah lemari. Tangannya meraih sebuah kotak kayu berukuran kecil, dengan hiasan ornamen bunga pada permukaannya.

Dipandanginya kotak kayu itu lekat-lekat. Tangannya perlahan membuka kota kayu itu. Terdapat sepucuk surat dan sebuah liontin disana.

Bintang berjalan dan duduk di tepi tempat tidur. Ia meraih surat itu dan perlahan membacanya, lagi.

Napas Bintang memburu, tenggorokannya tercekat. Untuk sekian lama ia tak pernah lagi membuka ataupun membaca surat dari mendiang ayahnya itu.

Teringat ucapan Ulfa saat di sekolah tadi, Bintang memilih menyingkirkan rasa takut dan egonya jauh-jauh. Ia hanya ingin memastikan, apakah tindakan yang ia lakukan sudah benar, atau justru malah sebaliknya.

Dengan memantapkan hati, Bintang perlahan membuka lipatan surat yang sudah terlihat usang itu. Matanya fokus pada tiap baris tulisan yang ada disana.

Untuk Anak Perempuanku,
Bintang Anindia Aprilia

Ayah sudah bisa menebak, kamu sudah cukup dewasa ketika membaca surat dari ayahmu ini. Ayah selalu berharap, kamu baik-baik saja, nak. Maafkan ayah, yang tidak bisa menyaksikan anak perempuan ayah tumbuh dewasa, ayah tidak bisa sepenuhnya mengerahkan tenaga dan waktu untuk membesarkan dan menjaga kamu.

Ayah tahu jika ayah bukan sosok lelaki yang baik, kamu tentunya sudah tahu fakta yang satu ini. Kesalahan terbesar ayah, adalah ketika tangan ayah menyakiti mendiang ibumu, dan ketika ucapan dan tindakan ayah yang tidak pernah menerima kehadiranmu.

Jika kamu membaca surat ini, tentunya emosi dan kebencian itu akan segera menguasai kamu, nak. Tapi, ayah boleh minta satu hal? Jangan pernah benci dan menganggap semua orang jahat seperti ayah.

Rasa takut terbesar ayah adalah rasa takut yang kamu alami karena memikirkan perlakuan buruk orang lain. Tidak semua orang jahat seperti ayah. Masih ada orang yang berhati malaikat, persis seperti mendiang ibumu, walau membandingkan dua hal itu terasa sangat berbeda.

Pikiran ayah, dan kasih sayang ayah perlahan makin besar setelah kebencian ayah yang memilih hilang. Semula ayah membencimu, karena ayah terlalu buta menyadari, bahwa baik anak laki-laki dan perempuan mempunyai keistimewaan masing-masing. Bodohnya, ayah hampir berusaha menyingkirkan kamu.

Ayah tahu waktu ayah akan segera berakhir, jadi ayah hanya menuliskan surat ini agar suatu saat kamu bisa membacanya. Kalaupun saat membaca surat ini kamu sudah sangat membenci ayah, semoga saja kebencian itu tak kian membesar dan perlahan terkikis waktu.


Bintang menggigit bibir dengan mata berkaca-kaca. Tidak, ia sama sekali tak akan pernah membenci ayahnya. Sekalipun dalam surat itu sang ayah mengakui sempat tak menginginkannya, tapi tetap saja namanya orang tua akan tetap terus terhubung dengan anak-anaknya, sejauh apapun jarak yang memisahkan.

Bintang kembali memasukkan surat itu ke dalam kotak, dan beralih mengambil liontin berbentuk hati didalamnya. Ia membuka bandul liontin itu, memperlihatkan potret sang ayah dan ibu disana. Senyum haru Bintang terpatri sempurna. Kembali menutup bandul liontin itu, Bintang lalu memakai kalung itu.

Mulai sekarang, ia akan membawa kenangan ayah dan ibu bersamanya, kemanapun dan sejauh apapun ia melangkah.

Sekarang Bintang kembali menyimpan kotak kayu itu ke dalam lemari, dan beranjak meraih ponselnya. Ternyata ada pesan masuk.

Ulfa: Gimana? Udah sadar?

Bintang pun lalu mengetikkan balasan kepada Ulfa dengan senyum tipis.

Jarak DekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang