"Kamu kemarin udah janji ya, Ye." Nada bicara Wendy mulai naik.
"Iya sorry aku lupa."
"Can you at least make a better excuse?" Wendy tidak percaya kalau tunangannya itu baru saja mengeluarkan alasan paling basi yang pernah ia dengar.
"Ya emang lupa terus mau gimana? Lagian aku udah telfon WO-nya ntar bisa di reschedule lagi meeting-nya. Udahlah nggak usah dibesar-besarin." Kali ini, nada bicara Ceye ikut meninggi.
"Aku tau kalo kamu nggak jadi meeting ngurusin nikahan kita tuh dari WO. Kenapa kamu nggak bilang langsung sama aku? Kita kan udah bagi tugas dari jauh-jauh hari. Kalo gini ujung-ujungnya aku semua yang ngerjain," sahut Wendy frustasi.
Ini bukan pertama kalinya Ceye tidak memenuhi undangan meeting dari WO untuk membahas soal gedung dan jumlah undangan. Perkara ini pun harusnya sudah selesai kalau saja pihak keluarga Ceye tidak tiba-tiba minta tambahan undangan.
Wendy tidak habis pikir, memangnya laki-laki itu tidak menyadari kalau ini adalah masalah inti? Kalau jumlah tamu bertambah, otomatis jumlah catering, kursi, sampai urutan foto saat hari H pasti akan berubah.
"Yaudah nanti aja lagi diomonginnya ya, aku harus meeting dulu sekarang sama orang site di kantor," jawab Ceye sekenanya.
"Kamu kenapa sih kaya nggak peduli gitu sama acara ini?" Suara Wendy mulai melemah. Ia capek kalau harus terus-terusan koordinasi dengan WO seorang diri sementara pekerjaannya di kantor juga sebenarnya sangat sulit untuk disela.
"Aku udah bilang dari awal kalau aku nggak perlu acara-acara kayak gitu. Kita nikah di KUA langsung juga aku nggak masalah"
"Oh be-lie-ve me, I want that too. Even back then waktu kita ngerencanain di awal juga kita maunya biasa aja. Kita kaya gini juga kan demi nurutin maunya orangtua, Ye. We both agree to do this resepsi, so can you at least show some efforts?"
Mata Wendy mulai panas dan ujung-ujungnya sudah mulai membasah. Tapi dia tidak akan menangis hanya untuk urusan seperti ini, meski air matanya harus ia tahan dengan susah payah.
Tanpa ada jawaban apa-apa atas rasa frustasi tunangannya itu, Ceye memutus telepon. Wendy hanya bisa menatap layar ponselnya sambil menghela napas panjang dan memijat pelan keningnya sendiri.
Lalu, tiba- tiba, tulisan incoming call terlihat di layar bersamaan dengan nama Yogastara Manggala terpampang jelas di sana.
Melihat nama teman, well actually, mantan kekasihnya, hati Wendy sempat mencelos.
Sejak kembali ke Indonesia beberapa bulan yang lalu, Yoga secara perlahan sudah mulai kembali masuk ke kehidupannya. Sejauh ini mereka memang berhasil menjaga hubungan ini tetap platonik, tapi Wendy tetap saja berusaha untuk membatasi interaksinya dengan Yoga.
You know, because she has Ceye and that's a basic and decent thing to do.
Tapi detik ini, pertahanannya sedikit goyah dan apa yang dilakukan Ceye barusan sama sekali tidak membantu untuk memperkokohnya.
Oh fuck it, batin Wendy seraya menekan tombol hijau di layar.
"Halo, Ga?"
"Wen, ada waktu nggak? Bisa temenin saya ke Mayestik?"
Wendy sempat terdiam sepersekian detik sebelum akhirnya menjawab, "Oke, tapi sekalian ngurusin undangan ke percetakan sebentar, ya?"
"Sure, saya juga udah deket rumah kamu sih sebenernya. See you in a minute."
"Alright, Ga!"
Oh, Wendy what have you done?
KAMU SEDANG MEMBACA
HALFPACE ✔️ | SUDAH TERBIT
ChickLitWendy sudah merencanakan pernikahannya dengan Chatura secara matang, tapi persiapan pernikahan yang menguras emosi ditambah kehadiran Yoga, mantan kekasihnya yang terang-terangan menginginkannya untuk kembali, membuat keyakinan Wendy goyah.