***
“Louis, bisakah kau membantuku untuk meletakkan bintang ini ke puncak pohon?” Tanyaku kepada Louis yang sedang meletakkan beberapa assesoris dibagian bawah pohon natal kami. Yang di panggilpun menoleh.
“Kau selalu saja seperti itu setiap natal.” Louis berdiri, lalu menghampiriku dan berjongkok di depanku. Aksinya membuatku menatapnya dengan tanda tanya besar.
Louis berdecak malas. “Kau ini katanya minta bantuan padaku. Sekarang kenapa malah berdiam diri disana, huh?” Omelnya sambil memutar bola matanya.
Aku menelan ludahku ngeri. Apakah aku harus naik ke punggungnya? Yeah, mungkin itu memang cara cepat agar bisa mencapai puncak pohon. Tetapi aku tidak mungkin melakukan itu. Bagaimanapun aku cukup tahu diri dengan berat badanku. Itu sama saja seperti kau masuk ke kandang singa.
“Aku naik ke punggungmu?” Tanyaku dengan hati-hati. Mungkin saja dia tidak bermaksud seperti itu. Tapi dari raut wajahnya sepertinya memang benar.
“Cepatlah naik! Atau aku tidak akan membantumu lagi.” Ancamnya yang langsung membuatku berjalan kearahnya dan mulai menaiki punggungnya.
Aku sampai harus menahan nafas supaya berat tubuhku tidak terlalu terasa. Itulah yang pernah aku baca di sebuah artikel di internet beberapa hari yang lalu. Walaupun sebenarnya aku tidak seberat itu, bahkan Louis pernah bilang kalau tubuhku seperti sehelai tissue.
Aku tahu dia hanya berbohong. Karena tidak ada manusia di dunia ini yang berat tubuhnya sehelai tissue. Tapi anehnya pada saat itu aku malah percaya dengan perkataan bodoh miliknya itu.
Dengan perlahan aku menaruh bintang yang paling besar dari yang lain ke puncak pohon. Setelah itu Louis menurunkanku.
Aku menghirup udara banyak-banyak. Sepertinya aku sudah terlalu lama menahan nafas tadi. Sampai nafasku tersenggal-senggal dibuatnya. Persetan dengan semua ini.
“Kau kenapa?” Tanya Louis, belum sempat aku menjawab tapi dia langsung menertawaiku. “Jangan bilang kalau kau tahan nafasmu tadi? Pantas saja badanmu lebih ringan dari yang ku kira.” Lanjutnya sambil tak henti tertawa.
Holyshit, aku kira dengan cara itu aku tidak akan di tertawai olehnya. Tapi sama saja, tahu begitu aku tidak usah menahan nafasku tadi. Kalau saja waktunya tidak pas, aku yakin sekali, kalau malam natalku akan berakhir di rumah sakit karena kehabisan oksigen.
Itu sama sekali tidak lucu. Mungkin pagi harinya akan ada berita di surat kabar tentang, ‘Seorang gadis cantik meninggal saat malam natal, dikarenakan menahan nafas saat ingin memasangkan bintang di atas puncak pohon natal.’ Aku bisa langsung menjadi trending topic.
“Apa sudah selesai tertawanya? Itu sangat menganggu, kau tahu?” Bukannya berhenti tertawa, tetapi malah semakin kencang. Seperti ini harus cepat di hentikan karena jika tidak semua akan berakhir dengan sangat tragis. Itu cukup berlebihan.
“Hei, apa salahnya dengan menahan nafas? Kalau aku tidak melakukan itu, tulangmu itu pasti akan retak. Harusnya kau berterima kasih kepadaku.” Kataku membela diri. Louis memutar bola matanya, dan duduk di sampingku.
Laki-laki itu tiba-tiba saja merangkulku. “Sudah berapa kali kubilang jika kau itu tidak gemuk, kau tahu? Bahkan para Victoria Secret Angelspun kalah denganmu.” Tuturnya yang membuatku menggalihkan pandangan kearah lain.
“Dasar pembohong,” Umpatku.
“Memang aku berbohong. Itu sangat tidak mungkin. Coba kau bayangkan, para VS Angels itu bagai bidadari yang turunnya dari surga.” Katany sambil menerawang langit, seakan-akan sedang berimajinasi tentang itu. “Sedangkan kau? Oh my fucking god! Seperti langit dan inti bumi. Sangat jauh.” Lanjutnya sambil tertawa keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot(s)
Short Story[Closed Request!] "I don't have time to worry about who doesnt like me, im too busy loving the people who love me." - unknown [#11 ShortStory]