***
Aku berjalan menuju koridor kantor, sesekali di sapa oleh beberapa orang yang lewat. Tapi aku hanya memberi mereka senyum manisku. Aku tahu mereka pasti mengetahui kejadian waktu itu. Lebih baik aku tak usah mengingat kejadian yang telah membuat ku seperti ini. Kalau aku masih terus mengingat nya pasti rasa sakit ini akan terus muncul.
Sudah beberapa hari ini setelah kejadian itu, aku dengan Louis diam-diaman. Lebih parahnya lagi, kita seperti orang yang sedang bermusuhan. Tak pernah bertegur sapa, malah kalau kita berpapasan di jalan dia hanya menganggapku tidak ada. Atau mungkin dia hanya menatap ku tajam, tapi akupun juga seperti itu kepadanya. Karena kita sama-sama memiliki ego yang terlalu tinggi. Jujur, aku stress dengan kejadian itu. Malah aku sempat tak sadar kan diri beberapa hari. Tapi sekarang aku muncul lagi, hari ini, aku berusaha untuk melupakan tentang kejadian itu.
“Sanaz,” Panggil seseorang di belakangku. Aku langsung membalikkan badanku seratus delapan puluh derajat. Aku mengulumkan senyumku, “Oh, hey, Dave.”
“Maaf mengganggumu pagi-pagi, tapi sepertinya Mr. Tomlinson memanggil mu—maksudku, kita!” tuturnya. Dave, dia adalah temanku. Kami tidak pernah lebih dari teman, tapi aku tahu kalau dia menyimpan hati denganku. Buktinya, ketika aku di kabarkan berpacaran dengan dia. Dave langsung melihatku dengan tatapan cemburu. Dia juga pernah ku pergoki sedang melihatku tajam dengan tatapan cemburu kepada ku.
“Memang nya ada apa dia memanggilku?” Dave mengangkat kedua bahunya, “Entahlah, lebih baik kita kesana secepatnya.”
***
“Akhirnya kalian datang juga, Duduk. “ Ujar Louis saat aku dengan Dave sudah memasuki kantor pribadinya. Louis adalah atasanku di kantor ini. Dan dia juga adalah—mantanku. Rasa sejak menghampiri diriku, aku berusaha tak memandang matanya. Jika aku memandangnya, pasti pikiranku langsung terhanyut dalam memoriku dengannya. That’s so hurts.
“Ehem, Maaf saya telah mengumpulkan kalian pagi-pagi ini. Sebenarnya saya hanya ingin memberi tahu kalian kalau pekerjaan kalian akhir-akhir ini menurut kualitasnya. Oh! terlebih lagi kau, Sanaz. Hasil kerjamu sangat buruk.” Mendengar ejekan dari Louis membuat hatiku tambah sakit. Bagaimana bisa dia secepat itu menghapus ingatan tentang kejadian itu. Maksudku, dia terlihat sangat biasa saja dengan kedatanganku. Aku malah sangat deg-degan.
“Maaf? Kenapa saya? Sepertinya hasil kerja saya tidak ada yang salah. Tolong ya, anda tidak boleh mengejek pekerjaan saya.” Cemohku kepadanya. Jujur, untuk mengatakan ini semua itu sangat susah. Louis membelakkan matanya,
“Apa kau bisa? Maaf nyonya, sepertinya kualitas mu sedang menurun ketika aku memutuskan mu beberapa hari yang lalu. Tolong, ini pekerjaan, Jadi kau tidak bisa seenaknya menyampuri kehidupan asmara mu dengan pekerjaan.”
Jleb. Hatiku terasa di kupas-kupas. Bagaimana dia bisa mengingatkan ku tentang masalah itu. Mungkin kualitasku memang menurun, tapi bisakah dia tak usah berkata seperti itu. Lebih parahnya disini bukan hanya ada aku dan dia. Tapi ada Dave, dan uh, apa aku perlu mengatakan dia siapa? Okay, aku akan mengatakannya. Dia Clarita.
“Maaf bukannya saya ikut campur. Tapi, Um, yang di katakan oleh Mr. Tomlinson itu memang benar. Kau tidak bisa mencampuri urusan asmaramu dengan pekerjaan. Kalau kau masih mencintai nya kenapa waktu itu kau malah—“
“Heh, kau itu bisa tidak jaga omonganmu. Maksudku, memang kau tau apa tentang kehidupanku. Lagian kalau pekerjaan ku menurunpun bukan karena dia,” aku menatap Louis dengan penuh kebencian sekaligus rasa kangen yang sudah menggebu-gebu di dada. Rasanya sekarang aku ingin memeluknya. Walau hanya bisa beberapa detik saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/11592221-288-k26833.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot(s)
Nouvelles[Closed Request!] "I don't have time to worry about who doesnt like me, im too busy loving the people who love me." - unknown [#11 ShortStory]