***
Aku memandang ke depan dengan pandangan kosong. Semua masih tergambar jelas di memoriku. Ketika dia menggandeng gadis itu dengan erat. Ketika ia memeluk gadis itu untuk menenangkan masalah yang ada pada diri gadis itu. Begitu pula saat caranya memandang gadis itu. Aku tahu dengan pasti.
Aku menghapus embun-embun yang terdapat di jendela kamarku dengan lenganku. Memang tadi sempat terjadi hujan yang cukup deras. Tetapi itu tidak berlangsung lama. Karena beberapa jam setelahnya, hujanpun berakhir.
Tetapi yang aku sesali bagaimana bisa hujan yang ada di hatiku tidak kunjung berhenti. Malah makin lama makin terasa sangat menyakitkan. Aku tidak tahu, apa yang harus ku lakukan. Semua terasa sangat sulit bagiku.
Aku menutup mataku. Lalu bersender pada kusen jendela. Mungkin ini salah satu cara terbaik untuk menghilangkan semua rasa sakit tersebut.
Aku teringat bagaimana ketika ia mengucapkan janji-janji palsunya itu padaku. Semua itu masih tersimpan rapi di memoriku. Yang tak mungkin bisa ku buang begitu saja. Apa kau bisa melupakan sesuatu yang telah kau simpan rapi selama bertahun-tahun lamanya? Kurasa tidak. Atau jika bisa itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Neisya,” panggil seseorang di belakangku sambil menutup mataku dengan tangannya. Aku terlonjak kaget atas perlakuannya.
“Siapa ini?” Tanyaku dengan nada ketakutan. Entah ini karena aku terlalu berpikiran negative atau karena aku sering menontong film yang tak seharusnya ku tonton. Aku takut dia ingin menculikku atau mungkin lebih parah lagi.
Orang itu tampak bergumam memikirkan sesuatu. “Hmm, menurutmu aku ini siapa?” Tanyanya tanpa ingin melepaskan tangannya dari mataku.
“Sungguh aku tidak mengetahui siapa dirimu.” Jawabku cepat. “Bisakah kau lepaskan tanganmu itu? Kau membuatku tidak bisa melihat.” Lanjutku memohon kepadanya.
Ia terkekeh pelan. “Tidak akan,” dengan suara yang cukup terbilang seperti laki-laki. Um, atau memang dia adalah laki-laki. “Kau tahu? Apa tujuanku menutup matamu ini?” Tanyanya tiba-tiba. Aku hanya bisa menggeleng kaku.
“Aku melakukan ini untuk memberitahumu jika gelap itu seperti hari-harimu saat kau sendiri. Tapi jika aku membuka matamu,” Laki-laki tersebut melepaskan tangannya dari matamu. “Kau akan melihat masa depan yang cerah bersama denganku.” Lanjutnya yang membuatku menoleh.
Aku menggernyitkan dahiku saat melihat Niall berada di depanku. “Niall, apa yang kau lakukan disini?” Tanyaku. Tapi ia tidak menjawabnya, dan malah berjalan mendekat kearahku.
Niall tersenyum sangat manis kapadaku. “Kau benar ini tahu apa yang kulakukan disini?” Tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya. Oh tuhan, adakah ciptaanmu yang tidak membuat jantungku berdegup sangat cepat. Karena itu bisa membuatku sakit jantung.
“Apa?”
“Aku ingin mengajakmu untuk melihat masa depan yang lebih cerah bersamaku.” Ia tersenyum penuh arti. “Maukah kau menjadi pacarku?”
Pertama memang seperti apa yang dia katakan. Hari-hari kami berpacaran memang sangat romantic. Bahkan kami sempat menjadi couple paling ter-favorite di sekolahku. Tapi ketika hubungan kami telah mencapai satu tahun. Semua itu seakan tiada artinya.
Tidak, dia tidak memutuskan hungannya denganku. Dia juga tidak menyakitiku secara fisik. Dia terlalu baik untuk melakukan itu. Dia memang seperti malaikat. Tetapi dia telah menyakitiku secara batin.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot(s)
Conto[Closed Request!] "I don't have time to worry about who doesnt like me, im too busy loving the people who love me." - unknown [#11 ShortStory]