***
Have you ever wanted to cry but no tears come out?
Aku mengucap wajahku dengan gusar. Rasa sakit ini terlalu menyedihkan untuk kutangisi. Bagaimana ia tiba-tiba saja meninggalkanku dan lebih memilih dengan gadis lain. Aku melempar semua benda yang berada di dekatku. Bahkan sesekali aku berteriak histeris.
Mungkin ini terkesan terlalu berlebihan. Aku kira juga seperti itu, kukira ini bisa lebih mudah. Semua yang aku kira mudah, tidak selamanya seperti itu adanya.
I wish I could stop feeling the tears running down, whenever I remember how much I miss you. Tapi sayang, itu tidak bisa. Aku terus saja menangisinya, bahkan sampai pada saat aku tidak bisa menangisinya lagi.
Ini sudah lebih dari dua hari semenjak kejadian itu. Tetapi tetap saja aku tidak bisa menjalankan hidupku menjadi normal kembali. Hari-hari kujalani dengan merenung di kamarku. Aku merenungkan tentang apa yang telah kuperbuat kepadanya.
Aku menekuk kakiku, dan mendekapnya ke tubuhku. Air mata yang mengalir dengan deras kubiarkan begitu saja. Bahkan aku tidak peduli lagi dengan penampilanku yang sudah terlihat sangat kacau.
Aku mencoba untuk berdiri. Berjalan dengan perlahan ke tempat tidurku. Mungkin dengan tidur aku bisa melupakan semua yang telah terjadi.
Dengan selimut yang kunaikkan sampai daguku. Aku mulai memejamkan mata, mencoba untuk bisa terlelap. Walaupun aku tahu itu sangat sulit.
***
“Allison,” Panggil Harry sambil mengetuk pintu kaca balkon kamar Allison.
Allison yang tadinya ingin terlelap, tiba-tiba saja tersentak kaget ketika mendengar suara Harry. Suara seseorang yang telah membuatnya seperti ini. Membuat hatinya hancur berkeping-keping.
Gadis itu tidak bergerak sama sekali. Bahkan untuk memaki, memukul atau apapun itu. Dia tidak bisa. Seluruh tubuhnya seperti kaku untuk di gerakkan.
“Aku tahu kau ada di dalam, Allison.” Katanya lagi. Badan Allison serasa menegang saat mendengar suara itu benar-benar nyata. Dia kira, ia sedang bermimpi dan menghayal tentang suara Harry. Tapi ternyata memang benar.
Harry menghela nafas berat. “Aku minta maaf untuk semuanya. Semua yang telah aku lakukan kepadamu. Tapi asal kau tahu saja, aku tidak seperti yang kau lihat.” Jelasnya. Tetapi tak ada balasan sama sekali yang keluar dari mulut Allison.
Laki-laki tersebut malah lebih memilih untuk dimaki ataupun dipukul oleh Allison. Tapi tidak dengan di acuhkan. Apa sebegitu salahkah Harry di mata Allison?
“Aku pernah berjanji kepadamu untuk menyanyikan sebuah lagu di saat Anniversary kita yang kesetahun.” Harry tersenyum kecut. “Dan mungkin sekarang waktu yang tepat.” Lanjutnya.
Perlu beberapa menit sampai akhirnya Allison mendengar suara petikkan gitar. Entah apa yang ada dipikirannya. Yang pasti, Allison sekarang sudah berapa di depan pintu kaca balkon kamarnya. Untungnya gorden yang di pakainya cukup tebal. Jadi tidak memungkinkan kalau Harry melihat beradaan Allison di belakangnya.
Harry memang sedang duduk bersandar di kaca pintu sambil memegang gitar yang ada di pangkuannya. Laki-laki itu menutup matanya untuk mengurangi rasa sakit di hatinya.
‘Loving can hurt, loving can hurt sometimes.
But it's the only thing that I know.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot(s)
Short Story[Closed Request!] "I don't have time to worry about who doesnt like me, im too busy loving the people who love me." - unknown [#11 ShortStory]