***
Hera menendang batu dengan kakinya bosan, sambil badannya ia senderkan di tembok. Jam pulang sekolah sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu. Tetapi orang yang sedari tadi di tunggunya tidak kunjung datang.
Gadis berambut gelombang itu menghela nafas kecewa. Baru saja Hera ingin melangkahkan kakinya untuk pergi—karena ia tahu semua rencananya tak akan berjalan mulus—tetapi pandangannya teralih kepada seseorang yang sedang berjalan kearahnya. Dengan tas yang hanya diselempangkan di bahu kanannya.
Hera menegakkan badannya. Sambil senyum yang tak luntur di wajah cerianya. “Hei, Louis!” Sapa Hera sambil mengikuti langkah Louis.
“Hmm,” Jawab Louis tanpa menoleh kearah Hera. Laki-laki itu masih terus melangkahkan kakinya tanpa memperdulikan Hera yang tampak kerepotan untuk menyamakan langkahnya dengan Louis.
“Kau sudah ingin pulang?” Tanya gadis itu. Tiba-tiba saja Louis memberhentikan langkahnya, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Hera.
Louis menolehkan pandangannya kearah Hera. “Apa urusanmu jika aku ingin pulang atau tidak?” Tanyanya dengan nada dingin, sambil menatap Hera datar.
Hera mendengus kesal. Lalu menatap Louis dengan pandangan berbinar-binar yang membuat Louis mengalihkan pandangannya kearah lain. “Aku ingin mengajakmu pulang bersama. Kau tahu, kita sangat jarang—malahan tidak pernah pulang bersama. Padahal rumah kita bertetangga.” Pinta Hera.
“Aku tidak perduli dengan semua itu,” Komentar Louis, lalu melangkah meninggalkan Hera yang sedang terpaku di tempatnya.
Seperti ada palu yang menghantam hatinya sangat keras. Membuat Hera merasa sesak nafas disaat itu juga. Tetapi tiba-tiba saja dia menghapus semua rasa sakit hatinya. Lalu mengejar Louis yang sudah jalan lebih jauh.
“Hei, tunggu!” Pekik Hera, ia menyamakan langkahnya dengan Louis. “Ayolah, Louis, aku berjanji ini yang terakhir kalinya aku memintamu untuk pulang bersama. Please,” Bujuknya sambil menarik-narik lengan Louis dengan manja.
Louis menghela nafas kesal. Ia melepaskan tangan Hera dari lengannya sambil berjalan pergi. Membuat Hera menghela nafas kecewa sambil menatap punggung Louis.
Tiba-tiba saja Louis membalikkan badannya. “Heh, katanya ingin pulang bersama. Kau ini bagaimana, sih?” Gerutu Louis, membuat Hera tersenyum senang lalu menghampiri Louis.
“Aku tidak sedang bermimpikan? Maksudku seorang Louis ingin pulang bersamaku? Itu adalah suatu keajaiban yang tuhan berikan kepad—“
“Berhenti untuk bertingkah berlebihan, atau aku tinggal.” Potong Louis yang langsung membuat Hera terdiam.
***
Hera memandang laki-laki di sampingnya dengan pandangan berbinar. Terkadang ia bisa tersenyum sendiri saat melihat wajah Louis. Atau bahkan menggigit jarinya sendiri, agar bisa melampiaskan kesenangan yang telah membara di hati.
Sedangkan Louis, laki-laki itu hanya memandang kearah depan tanpa ingin menoleh kearah Hera. Entah apa yang ia rasakan saat matanya menatap senyum Hera. Seperti ada sesuatu yang menggelitik di dalam tubuhnya. Yang membuat Louis merasa risih.
“Aku bingung kenapa kau memilih jalan jauh seperti ini. Sudah jelas, ada jalan yang lebih cepat dari ini. Dasar gadis aneh.” Komentarnya dengan nada meledek.
Hera tertawa sinis. “Kau seharusnya senang bisa pulang bersama denganku, Lou.”
“Kenapa aku harus senang? Yang ada aku menderika karena mendengar ocehan tidak bermutu darimu. It sucks.” Jawab Louis sambil berdecak di akhir perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot(s)
Short Story[Closed Request!] "I don't have time to worry about who doesnt like me, im too busy loving the people who love me." - unknown [#11 ShortStory]