Harry Styles - Spaces

503 47 16
                                    

***

Aku duduk dibangku taman, dengan pandangan kosong. Pikiranku masih terpusat pada kejadian beberapa menit yang lalu. Saat dia dengan mudahnya berbicara kata seperti itu, dan pergi begitu saja. Dia seperti tidak memikirkan perasaanku.

Sudah setahun kita menjalin hubungan yang membuatku bisa menyimpan berbagai memori yang telah kita berdua buat. Tetapi dengan mudahnya dia merombak abis memori yang sudah terkumpul menjadi dokumen yang akan kuceritakan di masa tuaku nanti.

Aku menggigit bibir bawahku, menahan rasa sakit dihatiku. Aku sudah mencoba untuk melupakan itu semua, tetapi sangat susah rasanya. Seperti ketika kau telah terjatuh kesebuah lubang besar, dan tak bisa kembali.

Sangat sulit rasanya, untuk melupakan hal-hal yang telah kita lakukan. Atau melupakan berbagai tempat yang telah kita kunjungi. Tempat-tempat yang menyimpan memori indah disana. Tetapi semua itu hanya menjadi abu. Semua hilang begitu saja.

Aku sudah mengetahui semua ini akan terjadi. Saat dimana aku merasa jarak diantara kita berdua, terus bertambah dalam. Semakin sulit untuk menggapai ‘kita’. Walaupun aku telah mencoba untuk itu.

Air mataku telah jatuh menjadi bulir-bulir Kristal. Aku pernah mendengar pepatah tentang, “Sometimes the eyes can say more than a mouth.” Dan aku percaya dengan pepatah itu.

Aku selalu bersikap baik-baik saja. Bersikap seperti aku tidak perduli dengan semua itu. Bersikap seperti itu semua telah berlalu. But deep down I swear it kills me.

Aku menggusap wajahku dengan gusar. Menatap keseliling dengan pandangan menyedihkan. Aku masih tidak menyangka dia akan berbicara seperti itu kepadaku. Lebih menyakitkannya lagi dia berbicara dengan sangat mudah. Tanpa terlihat sedih.

“Hi, babe.” Sapa seseorang dibelakangku, yang tiba-tiba saja memutup kedua mataku dengan tangannya. Aku terkekeh kecil dengan perbuatan yang dia lakukan.

Aku menoleh kebelakang, dan menemukan Harry yang sedang tersenyum lebar memperlihatkan lesung pipi miliknya. “Uh, Hi, Harry.” Jawabku sambil tersenyum manis.

Tanpa kusangka Harry mengambil bunga yang ternyata sedari tadi di sembunyikannya di belakang punggungnya. “Bunga mawar untuk pacar ter-specialku.” Katanya sambil memberikan bunga mawar tersebut kepadaku.

Aku mengambil bunga tersebut. “Ah, Harry, terima kasih.” Kataku sambil mengambil bunga tersebut. Harry duduk di sampingku, sambil memainkan jemarinya dengan gugup. Ada rasa aneh ketika melihatnya seperti itu, tetapi semua itu aku tepis begitu saja.

“Jadi, ada apa kau mengajakku kesini?” Tanyaku sambil menatap wajahnya. Harry tampak gelagapan saat aku menanyakan itu.

“Um, aku sebenarnya, uh,” Harry berdehem. “Latifa, I’m sorry. I think it’s time I let you go. I know that’s so hard to do, because some part of me will be in love with you for the rest of my life. But the daydreaming, the running in place, it’s not healthy.” Kata Harry, yang membuatku menatapnya dengan pandangan tak percaya.

Ada rasa sakit saat ia berkata seperti itu. “Harry,” Lirihku, sambil menutup mulutku dengan kedua tanganku.

So this is me, cutting the cord. This is me doing what I should have done a months ago, saying goodbye.” Lanjut Harry sambil memandang ke arah lain.

Aku tertawa sinis. “Why didn’t you stay and fight for me? Why didn’t you try harder? You just left.” Komentarku sambil menatapnya dingin.

Latifa, like I said before. That’s hard to do, aku berpikir hubungan kita terlalu renggang akhir-akhir ini. Aku sudah berusaha untuk menepis itu semua. Tapi semua itu tidak ada gunanya.” Jawab Harry dengan nada bersalah yang sangat terdengar jelas di telingaku.

Hatiku seperti di hantam oleh palu. Rasanya sangat menyesakkan. Bahkan mulutku sangat kelu untuk mengucapkan berbagai makian yang sudah ada di pikiranku. The fact that I’m silent doesn’t mean I have nothing to say. Itulah yang pernah kubaca di salah satu novel.

I think you’re a fucking idiot. You’ve got a girl whos fallen for you, she would do anything for you and you’d rather be a slut and talk to other girls you’re also probably saying the same shit too. She loves you, and you treat her like shit.” Aku tertawa meremehkannya. “Yet even though you make her feel like shit and other boys pay her attention. She still thinks about nothing, but you constantly.” Lanjutku.

Air mataku bahkan sudah jatuh tanpa aku sadari. Harry menatapku dengan pandangan bersalahnya. Aku memalingkan pandanganku. “Latifa,” Lirihnya lagi. Tetapi aku tidak memperdulikannya, karena dia juga tidak memperdulikan perasaanku.

Mungkin dia terlihat kaget dengan pernyataan yang aku lontarkan. Mungkin dia berpikir aku seorang yang lembut dan rapuh. Tapi ada saatnya orang merasa lelah dengan tembok yang telah ia bangun tinggi.

You’re what she finds perfect, and you’re everything she want. One day, she will realise she deserves so much fucking better. And you’ll actually open your eyes when it’s too late and realize what you could of had.”  Tuturku sambil beranjak untuk pergi.

Tetapi tanganku langsung di tahan oleh Harry, tanpa aku ketahui dia langsung mendekapku kedalam pelukannya.

Aku benci pada saat-saat seperti ini. Dimana kau mencoba untuk menghilangkan dia dari hidupmu, mencoba untuk melupakannya. Tetapi dia membuat sebuah gerakan yang membuatmu harus mengulang itu lagi dari nol.

Aku langsung mendorongnya, untuk menjauh dari tubuhku. “Don’t let you treat people like a cigarette. You only use them when you’re bored dan step on them when you’re done. Be like drugs, let them die for you.” Komentarku sebelum akhirnya aku benar-benar pergi menjauh dari hadapannya.

Aku menutup mataku, membuat seluruh pikiranku rileks. Butuh beberapa saat sampai akhirnya aku bisa membuka mataku. Tetapi yang sangat menyedihkannya, memori itu masih tetap muncul dibenakku.

Jujur, walaupun aku telah berusaha untuk melupakannya. Tetapi dilain sisi aku tidak bisa. Aku sangat benci keadaan seperti ini. Keadaan dimana kau takut untuk kehilangannya. Karena kau tahu kalau kau tidak akan menemukan orang yang sama di diri orang lain.

Aku benci ketika dia membuat sebuah janji yang membuatmu mempercayainya. Tetapi setelah kau benar-benar mempercayainya dia menghancurkan itu. It’s sucks.

I knew I loved you when I started making excuses for the way you hurt me.

But one day,

Your name didn’t make me smile anymore.

***

Who's going to be the first one to start the fight?

Who's going to be the first one to fall asleep at night?

Who's going to be the last one to drive away?

Who's going to be the last one to forget this place?

***

 a/n: hai ifa! Maaf banget ya kalau ini sama sekali ga dapet feelsnya. Soalnya gue nulisnya juga yagitu deh, tapi semoga lo suka deh ya! Hahahaha gue buatin ini buat lo baru beberapa jam yang lalu jadi pasti gaakan dapet feelsnya lol 

gimme a vomments pls? x

One Shot(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang