Tidak ada kata-kata yang terlontar dari kami berdua. Sebuah keheningan kembali menghampiri kami. Namun, bukan keheningan yang menegangkan, tapi keheningan yang menyenangkan. Seperti masa-masa disaat kami berdua baru mengenal. Terasa seperti jantungku dapat berdetak melebihi detik waktu, dan kali ini jantungku berdetak lebih cepat dari saat itu.
Aku menoleh kekursi belakang sepedaku, tempat Yukino duduk sambil berpegangan pada pinggangku dengan wajah manisnya yang tampak tenang. Mata kami saling bertemu, "Kenapa kamu melihat kebelakang? Fokus pada jalan, sepeda ini hanya muat untuk dua orang," ucapnya dengan wajah sedikit memerah.
"M-maaf..." ucapku dengan wajah yang ikut memerah.
***
Aku mengerem sepedaku tepat didepan tempat tinggal Yukino. "Yukino, sudah sampai," kataku.
"Ah... arigatou." ucapnya berjalan kedalam tempat tinggalnya.
(Arigatou = terima kasih.)"Yukino, tunggu dulu," kataku menghentikan langkahnya.
Yukino berbalik dan bertanya, "Ada apa?"
"Boleh aku masuk?"
***
"Sepi," ucapku saat pertama masuk.
"Bukan salahku. Jadi, apa yang harus kulakukan agar kamu pergi?" ujar Yukino.
Jahat. Kutebak kamu sebenarnya tidak nyaman dengan keberadaanku sehingga ingin aku pergi agar kamu bisa menenangkan pikiranmu. Aku bisa tahu karena aku juga bingung kenapa aku mau masuk kesini.
"Apa yang mau kamu katakan?" tanyanya sambil membawa dua cangkir teh.
Aku akan mengakhiri masalah ini dengan cepat. "Bagaimana kalau kita menolak permintaan Isshiki?" tanyaku.
Yukino terdiam sebentar lalu tersenyum kecil, "Sudah kuduga kamu akan mengatakan itu."
"Lihat? Bukankah itu mudah? Dengan ini kita tidak perlu berhadapan dengan drama ini. Pada akhirnya kita akan kesulitan sendiri."
"Tetap saja, jika dia tetap menyukaimu, kita harus berhadapan dengan drama yang lebih rumit lagi. Lebih baik kita membuat dia tidak menyukaimu, maka drama ini akan selesai. Perasaan itu bukan masalah kebiasaan, kau tahu?"
Aku terdiam sesaat. Sekali lagi, aku melihat senyum itu. Senyum pasrah Yukino yang sudah menyerah. Kenapa kamu tersenyum seperti itu? Apa kamu tahu kalau aku merasakan hal yang kamu rasakan itu?
"Kalau begitu, bukankah sudah jelas kalau kita tidak bisa mengubah perasaannya? Kita tidak bisa mengubahnya. Aku sudah pernah mengatakannya, memaksakan dirimu untuk berubah sama saja dengan lari dari kenyataan. Terimalah dirimu apa adanya dan biarkan dirimu berubah sendirinya. Kita biarkan Isshiki merasakan sakit hati sendiri, hatinya tidak akan jatuh pada lubang yang sama," ucapku panjang.
Yukino menundukkan kepalanya, "Bukankah akan sama saja dengan caramu dulu? Pada akhirnya, kamu selalu membuat seseorang berperan menjadi korban."
Aku mendekatkan tubuhku kepadanya, "Meskipun begitu, aku tidak akan menjadikanmu korbannya. Sesulit apapun masalahnya, berapa banyak orang yang harus kukorbankan, akan kuselesaikan tanpa membuatmu merasakan sakit."
Yukino membeku setelah aku mengakhiri ucapanku. Dapat kulihat matanya yang terharu. Akan kulindungi gadis ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story is Same as I Expected
RomantizmYukinoshita Yukino, itulah nama pacarku sekarang. Takdir sering memberikan kita jalan yang sulit untuk kita lewati. Sebaliknya, jalan yang mudah akan muncul jika kita sudah mencapai ujung jalan takdir, yaitu 'kematian'. Namun, kita akan bertemu deng...