Perkenalkan, ini saya.
Yang saban hari mencoba menelpon Tuhan dengan mulut yang penuh gemeletuk kebohongan.
Gigi-giginya tengah berada diakhir kehidupan sebab terlalu banyak keluhan.
Sedangkan pada kepalanya tengah bersemedi, Mencoba berintraksi dengan malaikat perenggut kehidupan.
Raganya sedang terombang-ambing pada titik takdir. Padahal, Jiwanya baru mengukir takdir yang baru setengah semester.
Semuanya sia-sia
Pasrah -- putus asa
Sebab rasa yang semakin sulit didefinisikan.Mereka bergerombol menutut penyuaraan
Tapi kian kecut karna tak ada indera yang mau mendengarkan.--Triwidianp
Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Abu-abu
PoetryMenulis bagi saya adalah sebuah pondasi, mereka tercipta tanpa ada sedikit pun dusta ataupun tak perlu takut untuk menyinggung perasaan orang, mereka nyata bagi saya. Mereka tumbuh menjadi bait dan larik yang mempu meredam luka, walau hanya sementar...