ke-DUAPULUH

1K 83 13
                                    




"Adeee ayo cephethannn hiks hikss."
Ucap Tata setelah turun dari motor, ia masih menangis sesenggukan sekarang.

"Iya ayo tapi tenang ya jangan lari nanti kakak jatoh."

Ucapan Adam tak membuat Tata menurut, ia tetap berlari sambil menarik adiknya, membuat Adam hanya mendengus kecil.









"WAAAA."

"Tuhkan aku bilang apa, jalan aja ya?"

Benar kata Adam, Tata terpeleset membuatnya hampir terjatuh ke belakang jika saja Adam tidak menahan tubuhnya. Akhirnya Tata berjalan sambil menggenggam tangan adiknya erat. Sungguh ia sangat khawatir sekarang, terlebih saat Resa memberi tahu ia segera menuju ruang UGD tadi.















"Ehhh jangan masuk kak."

"GA! Kakak mau liat kak Resa."

"Gaakan dibolehin masuk kak, tunggu dokter keluar aja ya?"


"Tuh ada dokternya, tapi kakak nanyanya yang tenang ya."

"Dokter, gimana keadaan kakak saya dok?"
Tanya Tata sambil masih sesenggukan.

"Apakah kalian dari pihak keluarga pasien?"

"Iya, kami berdua adiknya dok. Gimana keadaan kakak saya?" Tanya Adam. Jujur dia sangat amat panik sekarang. Walaupun raut wajah Adam terlihat lebih tenang dari Tata, tetapi hati Adam luar biasa khawatir kepada Resa. Bagaimanapun Resa adalah kakaknya bukan?

"Ah baiklah, pasien mengalami pendarahan pada kepala bagian belakang akibat benturan keras. Kaki pasien juga tidak bisa digunakan untuk berjalan beberapa waktu kedepan."

"Jadi gimana dok? Apakah kakak saya harus dioperasi?"

"Iya tentu saja, bahkan kemungkinan besar pasien juga mengalami amnesia. Baiklah kalau begitu saya permisi."

Tata lemas, kakinya tidak bisa menopang tubuhnya dengan sempurna. Pernyataan dari dokter tadi membuatnya tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri. Sungguh ia teramat sangat sedih mendengarnya, seperti ribuan jarum menusuk hatinya. Kakak yang paling dia sayangi mengalami hal yang sangat tidak diinginkan siapapun.

"ADEEEK, KAKAK DEKKK hiks hiks. KAK RESA DEEKK, KENAPA JADI KAYAK GINIIII."

Tata yang sudah terduduk di kursi yang berada di koridor rumah sakit, memeluk adiknya erat. Ia menangis dengan kencangnya meluapkan segala emosinya. Adam hanya bisa diam dan mengusap punggung kakaknya, juga sesekali menciumi pucuk kepala Tata. Hatinya teriris mendengar keadaan sang kakak laki lakinya, hatinya tambah teriris pula mendengar tangisan Tata.

Adam tak ingin menangis di hadapan kakaknya, ia ingin terlihat tegar agar kakaknya tak lebih terpuruk dari ini, walaupun ia yakin sekarang Tata sangat sangat merasa jatuh kedalam jurang yang sangat curam.

"KAK MAAPIN ADEEK. ADEK GAK MARAH KOK SAMA KAKAK. ADEK CUMA KESEL SAMA KAKAK, MAAFIN ADEK KAK. ADEK MOHON YANG DOKTER BILANG ITU BOHONG KAN KAK? IYAKAN? KAKAK GAK MUNGKIN KAN NGELUPAIN ADEK GITU AJAA. KAKAK SAYANG ADEK KAN?"

Adam meringis mendengar tangisan Tata. Ia semakin mengeratkan pelukannya kepada Tata.

"Kakak yang tenang ya, kakak jangan kayak gini. Kakak gamau kan ngeliat kak Resa sedih? kakak jangan gini kak. Kakak harus kuat demi ngeliat kak Resa sehat lagi."

Satu tetes air mata Adam pun akhirnya bebas. Ia tak bisa lagi menahannya, ia berharap Tata tidak melihatnya.

























The Perfect SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang