v. shift

9.3K 2.6K 791
                                    










"Ini kamar kakak, sebelahan sama aku loh."


Yujin menyunggingkan senyuman ketika Jeongwoo berucap dengan semangat yang menggebu seraya menunjuk dua kayu ek setinggi dua meter itu secara bergantian.


"Makasih." ujarnya, tulus.


Jeongwoo nyengir lebar, memperlihatkan gigi kelincinya dengan jempol yang teracung di depan dada.


Atensi keduanya beralih ketika suara decitan engsel kayu terdengar dari arah jam lima. Terlihat Jiheon di bibir pintu, baru saja keluar dari kamar dengan Doyoung yang mengekor di belakang.


Sementara Jiheon melangkah menghampiri kedua adiknya, Doyoung memilih untuk menunggu, bersandar pada kusen seraya melipat kedua tangan di depan dada.


"Kak Ji! Kak Yujin dapet piket hari jum'at loh kak, enak banget kan?" Jeongwoo menyambar lengan Jiheon, menggoyangkannya ke depan dan belakang.



Jiheon mengulas senyum, setiap melihat Jeongwoo entah mengapa ia teringat seseorang.


"Iya tadi Doyoung udah bilang."


Atensinya beralih pada Wonyoung, Haruto, dan Yuna yang tengah menyimak pembicaraan yang lebih tua.


"Sekarang masuk kamar, nanti papa marah loh kalo kalian masih berkeliaran jam segini."



Jeongwoo mengangguk pelan. Tanpa berbicara apapun tungkainya segera bergerak, membawa tubuhnya masuk ke dalam kamar.


Jiheon menatap Wonyoung yang masih belum beranjak di tempat. "Won?"


Wonyoung memutar kedua bola mata dengan malas. "Pengatur." ujarnya pelan, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar.


Melihat respon adik perempuannya itu membuat Yuna tak kuasa menahan tawa. "Tumben banget jam segini masih keluar tu anak."


Gadis itu berbalik, merangkul Haruto yang sibuk memainkan kukunya.


"Jangan dipencet terus, sana masuk kamar." Yuna mendorong pelan punggung sang adik agar masuk ke dalam kamarnya.


"Selamat tidur, kak." Haruto berucap dengan senyuman yang terpatri di bibir sebelum sosoknya hilang di balik pintu.




















Kini hanya tersisa Jiheon, Yujin, dan Doyoung di koridor lantai dua.


"Kamu juga masuk, Doy."


Doyoung menunjuk wajahnya sendiri. "Loh aku juga?"


"Iya, sana masuk."


Pemuda itu melirik Yujin dengan tajam sebelum akhirnya menghela nafas, menyerah. "Oke, selamat tidur."
































"Yujin."



"Iya, Ji?"


Jiheon mengulum bibirnya dengan gelisah, "malem ini mau tidur sama aku?"


Kedua kelopak ganda Yujin mengerjap, kebingungan. Hampir saja ia tersedak ludahnya sendiri.


"Eh? Maksudnya?"


Jiheon menggaruk tengkuknya, merasa kikuk. "Ah enggak, lupain aja."


Yujin menatap wajah gadis di depannya dengan seksama. Bibir Jiheon terlihat sangat pucat, bulir keringat sebesar biji jagung terlihat menghiasi dahi dan leher.


Jelas terlihat bahwa Jiheon sedang tidak baik-baik saja.


"Kamu lagi sakit ya, Ji?"


"Gak papa kok, cuma lagi kambuh aja."


Kerutan halus nampak pada dahi Yujin. "Kambuh? Kamu sakit apa?"


Jiheon terdiam selama beberapa sekon kedepan, nampak mempertimbangkan sesuatu di dalam pikiran.


"Mysophobia."


Setelah mengucap, tiba-tiba saja tubuh Jiheon bergetar. Pandangannya nampak mengabur bersamaan dengan lutut yang terasa lemas.


Jiheon ambruk seketika, beruntung Yujin segera menangkapnya.


"Ji? Gapapa?" Yujin berseru dengan panik.


Dengan hati-hati Yujin memapah tubuh Jiheon, membantunya berbaring di atas ranjangnya.


"Kok bisa kambuh sih? Kamu abis ngapain?"


"Latihan." gumam Jiheon, pelan.


"Latihan buat apa?"
















































































"Piket."

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang