Yujin membuka kedua kelopak gandanya takala merasakan sesuatu yang kasar terasa menggelirik telapak kaki.
Aroma khas rerumputan menyambar indra penciuman, membuat kesadaran Yujin kembali.
Gadis itu terkesiap ketika menyadari bahwa ia tengah berada di halaman rumah.
Gelap.
Wajahnya diusap dengan jemari, merasa frustasi akan kebiasaan tidur berjalanannya yang semakin parah saja.
"Ini baru hari pertama, Yujin. Jangan nyusahin." serunya pelan.
Gadis itu bergegas, berniat kembali masuk kedalam rumah hingga sebuah suara terdengar.
Yujin menyipitkan kedua matanya, berusaha memfokuskan panglihatan yang mengabur dalam kegelapan pada sosok bayangan yang ada di tepi danau.
"Jiheon?"
Jiheon disana, tengah berjalan seraya menggenggam lampu togok di tangan kanan.
Disebalahnya ada Suho yang sudah rapih dengan baju putih terusan setinggi mata kaki. Sebuah buku dengan sampul berwarna kecoklatan didekap di depan dada.
Gadis itu terkejut ketika pergelangan tangannya terasa ditarik, memaksa tubuhnya agar ikut bersembunyi si balik pilar.
Kerutan halus namapak di dahi Yujin ketika menemukan presensi Doyoung menyapa indra penglihatan.
Cahaya rembulan menyorot wajah pemuda yang tengah meletakan jari telunjuk di depan bibir itu, menyuruhnya agar tetap diam.
Yujin dapat melihat pendar kemerahan, yang berasal dari lampu genggam Jiheon, mendekat setelahnya.
Dalam beberapa sekon ke depan hanya terdengar suara dedaunan yang saling bersinggungan karena diterpa angin.
Tubuh Doyoung yang semula menegang kini lebih mengendur ketika pendaran kemerahan itu memudar, bersamaan dengan sosok Suho dan Jiheon yang menjauh masuk ke dalam hutan.
Pemuda itu menghela nafas lega. Setelah dirasa aman, Doyoung menjauhkan tubuhnya dari tubuh Yujin.
"Udah gila ya? Ngapain sih jam segini masih keliaran?!" ujar Doyoung dengan penuh penekanan.
"Oh ituㅡ"
"Bahaya tau gak, kalo Jiheon gak bilangㅡ" Doyoung menghela nafas, merasa ujarannya tak ada gunanya.
"Dah, lupain aja."
"Akuㅡ" Yujin terdiam, menyadari sesuatu. "Kamu sendiri ngapain keliaran jam segini?"
Kini giliran Doyoung yang bungkam. Pemuda itu mendecakan lidah, merasa kesal lantaran pertanyaan yang dilontarkan oleh Yujin.
"Gak usah kepo!" ujar Doyoung, kemudian berlalu begitu saja.
Tungkai Yujin bergerak, mengekori Doyoung yang meninggalkannya di belakang.
"Doy tungguin!"
"Doyoung."
"Apaan sih."
"Jiheon sama papa mau kemana?"
Tangan Doyoung yang hampir menyentuh gagang pintu kamarnya menggantung di udara, beralih berbalik menatap Yujin dengan kedua alis yang bertaut, tak suka.
"Piket."
Yujin membuka kedua belah bibir, berniat untuk melontarkan pertanyaan, namun ujaran yang sudah di ujung lidah kembali ditelan ketika Doyoung kembali berucap.
"Gak usah banyak tanya, sana tidur."
Srak srak
Kedua mata Doyoung membulat ketika mendengar suara seperti benda diseret mendekat.
Pandangannya bergerak, menatap kesana kemari dengan gelisah.
Pemuda itu menatap Yujin seraya mengibaskan telapak tangan di udara.
"Sana masuk." bisiknya pelan.
Yujin menunjuk ke arah anak tangga, "tapi ada suaraㅡ"
"Duh ngeribetin!"
Jemari pemuda itu bergerak, meraik pergelangan tangan Yujin yang masih bergeming di tempat, membawa tubuh keduanya masuk kedalam kamar Doyoung.
Serius.
Kenapa Doyoung suka sekali menarik tangan orang, sih!
"Kenapa sih?"
"Diem."
"Jelasin dulu!"
"Diem atau gua cubit?!"
Tubuh keduanya menegang ketika mendengar suara gelak tawa, bersamaan dengan suara decitan langai kayu yang semakin mendekat.
"Itu.."
"Mama."
