xiv. running away

4.9K 1.3K 196
                                        

long time no c!!!!!!!!



















Yujin mengerjapkan kedua mata ketika sinar mentari yang masuk dari sela tirai yang separuh terbuka terasa menyengat kulit wajahnya.

Plafon kayu menyapa pandangan takala kelopak ganda yang semula membukus kedua mata terbuka lebar. Ketika ia melihat sekitar ia sudah terbaring i kamarnya.

Yujin bangkit, memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Kepalanya terasa seperti habis menghantam sesuatu yag keras.

Apa yang terjadi?

Gadis itu terdiam cukup lama, mencoba kembali memutar memori di dalam kepala. Kemudian kedua kelopaknya melebar ketika mengingatnya.



Nyanyian.



Altar.



Batu.



Darah.



Tiba-tiba saja rasa mual mendesak indera-nya. Yujin segera berlari ke kamar mandi yang terletak di sebrang kamar, mengeluarkan seluruh isi perut yang nyaris kosong.

Ia ingat betul bau itu, baru darah segar serta dupa menyengat bercampur menjadi satu itu membuat dirinya tak sadarkan diri.

"Gimana? Jadi ikut?"

Entah sejak kapan Doyoung bersandar di kusen pintu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Jemarinya menggenggam sebuah apel yang nampak sudah digigit dua kali.

Alih-alih menjawab, rasa mual kembali menyerang. Yujin kembali mengeluarkan isi perutnya begitu memori tentang kejadian semalam kembali terputar di otak.

Setelah selesai Doyoung menyodorkan selembar sapu tangan, Yujin segera menerimanya seraya tersenyum tipis. "Makasih."

"Abis makan siang langsung ke dermaga." tukas Doyoung sebelum akhirnya pemuda itu berlalu.













***


















Yujin menatap air yang mengalir deras di wastafel, menyapu piring-piring kotor yang masih tak tersentuh. Otaknya terlalu banyak menerima informasi lebih daripada yang bisa ia tangani.

Kenyataan bahwa saat ini ia berada di dalam rumah pimpinan aliran sesat membuat dirinya tertampar hebat.

"Kok ngelamun?"

Yujin menoleh, mendapati Irene yang tengah mengusap lembut surai panjangnya dengan jemari, membuat seluruh saraf gadis dengan gigi kelinci itu menegang seketika.

Jemari Irene berpindah, meraih jus jeruk yang tak tersentuh di meja dapur. "Kok gak diminum?"

"Aku gak suka jeruk, ma."

Penolakan itu membuat Irene tersenyum penuh arti. "Jangan lupa cuci bersih semua ya setelah makan. Kita harus hidup sehat." seru Irene sesaat sebelum wanita itu mengecup puncak kepala Yujin, kemudian berlalu meninggalkan ruang makan.










***













Setelah selesai menyuci piring, Yujin segera berlari menuju dermaga. Nampak Jiheon tengah duduk bersandar di pohon besar seraya memangku keranjang yang penuh dengan kain dan benang.

Sementara disisinya ada Doyoung yang sedang memperhatikan dengan seksama, sesekali menguap lebar lantaran bosan.

"Kita harus lapor polisi." adalah kata pertama yang keluar dari mulut Yujin sesaat setelah gadis itu tiba di hadapan keduanya. Mengerti akan situasi, Jiheon segera menyingkirkan rajutan dari pangkuan, bangkit guna menenangkan Yujin yang nampak gusar.

"Gak segampang itu." ujarnya. Gadis itu melirik Doyoung yang nampak tak acuh, mencoba meminta bantuan dari sorot mata. Namun sekali lagi, Doyoung rupanya tak ingin peduli.

"Aku udah nyoba berbagai cara buat kabur sebelumnya, dan selalu gagal. Anggota kultus mereka lebih banyak daripada yang kamu duga."

Jiheon menghela nafas, pipi dalamnya digigit dengan gugup. "Dari yang aku tau mereka bahkan sekarang udah punya sekolah buat nyebarin kepercayaan mereka."

"Jadi apa rencananya?" tanya Yujin, to the point. Rasanya ia sudah tidak tahan lagi, ia ingin cepat pergi dari tempat aneh ini.

"Kita kabur waktu hari raya. Bakal banyak banget yang dateng ke oikos, dan semuanya pake topeng."

"Oikos, bahasa lain dari home. Rumah." potong Doyoung begitu pemuda itu menyadari raut kebingungan dari wajah Yujin.

"Rumah?"

"Iya, tempatnya gak jauh dari sini. Sekitar 30 menit jalan kaki." ujar Jiheon. "Waktu lagi penjamuan kita bakal nyelinap dari pintu belakang. Setelah itu langsung lari ke gudang belakang, kita bakal ke kabur pantai pake truk papa."

"Aku sama Doyoung lagi nyelsain perahunya, setiap malam waktu bagian seseorang piket, kita bakal jalan ke pantai dan nyelsain perahu dan kembali sebelum papa selsai mantau waktu piket. Begitu terus sampe hari raya."

"Jadi itu alesan kenapa malam itu kamu ada di halaman?" tanya Yujin, merujuk pada pertemuannya dengan Doyoung ketika pertama kali ia mengalami tidur berjalan sejak diadopsi oleh papa mama.

Doyoung mengangguk sekali, membenarkan.

Perlahan jemari Jiheon bergerak, mengamut pergelangan tangan Yujin seraya menatap gadis itu dengan serius. "Apapun yang terjadi, tolong jangan lengah karena waktu kita gak banyak."

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang