ix. holy day

7.4K 2K 671
                                    



Ketika pertama kali Yujin membuka kedua mata, langit-langit kamar menyapa indra penglihatan. Rasa sesak di dada terasa pekat, bersamaan dengan nyeri di pangkal hidung yang terasa menusuk.


Kedua ain besar itu mengerjap pelan, berusaha mengingat apa yang terjadi sebelum ia tak sadarkan diri.


Ah.


Senyuman-senyuman itu.


Senyuman yang sangat membekas di dalam kepala mengingatkannya pada hal yang terjadi sebelum tubuh Yujin jatuh ke dalam air.


Haruto. Anak itu sangat agresif dan aneh. Yujin harus menjauhinya.


"Udah bangun, sayang?"


Yujin menoleh, mendapati sosok Irene yang tengah duduk di sisi ranjang dengan senyuman hangat yang begitu familiar. Jemari-jemari sibuk menggerakan knitting kayu, merajut sebuah syal berwarna merah terang.


"Udah, ma."


"Nih minum dulu."


Irene meletakan alat rajut di pangkuan, beralih menyodorkan segelas jus jeruk pada Yujin. Ketika jemarinya berniat untuk bergerak, menerima gelas itu, Yujin teringat perkataan Doyoung padanya pada saat pertama kali mereka bertemu.


Jeruk disini punya gua, jangan diminum.


Cowok satu itu benar-benar pemarah. Yujin berpikir untuk menghindari amukan Doyoung, maka dari itu ia berucap, "aku gapapa, ma. Kembung tadi minum air banyak banget."


Irene mengulas senyum, meletakan kembali gelas itu di atas meja. Kemudian tangannya bergerak, menyelipkan anak rambut yang berjatuhan di telinga kiri Yujin dengan lembut.


"Yaudah makan dulu yuk."



Ditatapnya uluran tangan Irene yang menggantung di udara dengan haru. Selama ini Yujin tak pernah merasa diperhatikan seperti ini. Para mantan orang tua angkatnya lebih sering mencela dirinya ketimbang menyayanginya.



Rasanya seperti berada di rumah.


Dengan hati gembira Yujin menerima uluran tangan itu. Irene benar-benar menuntunnya dengan hati-hati, seolah Yujin adalah sebuah barang rapuh yang bisa hancur kapan saja.


Senang rasanya memiliki orang tua yang benar-benar peduli kepadanya.























"Hari ini Yujin gak bisa piket, jadi salah satu diantara kalian harus ngegantiin." seru Irene begitu mereka tiba di ruang makan.



Ujaran mama sukses membuat seluruh atensi terpusat pada Yujin. Tatapan mereka sungguh aneh, seakan baru saja memenangkan lotre dengan harga yang tak dapat ternilai jumlahnya.


"Aku aja! Seharian udah tidur jadinya seger." Yuna berujar cepat seraya mengangkat tangan kanan.


Rupanya si kembar tak mau kalah. Melihat si nomor empat berbicara terlebih dahulu membuat Wonyoung dan Haruto mengangkat tangan bersamaan.


"Aku aja, ma."



"Aku aja, ma."


Keduanya menatap satu sama lain dengan pandangan tak suka, sebelum akhirnya saling dorong dan sikut.


HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang