Chapter 4

267 39 0
                                    

Happy reading

***

Sesuai dengan rencana, Zigar benar-benar memata-matai Melodi. Kali ini dia mengajak seseorang untuk menemani kegiatannya. Yaitu seorang cowok yang memiliki telinga peri.

Awalnya Eno ragu. Dia harus berpikir keras untuk mengiyakan.

Kenapa?

Berbicara tentang Melodi sama saja membicarakan Ceri. Kedua cewek itu sering bersama. Menempel layaknya Manusia dan HP. Tetapi, Zigar langsung memberi penjelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Zigar menambahkan dan bersaksi bahwa acara tersebut tanpa adanya ikut campur seorang cewek yang bernama Ceri Manis.

Jadi di sinilah mereka.

Di bioskop.

“Gue penasaran, kenapa cowok itu sering ngajak ceweknya nonton film horor? Nggak ada tempat yang lain gitu? Misalnya ke Paris atau Dubai. Kayaknya itu lebih berfaedah, deh.” Eno berbisik sangat pelan. Dia harus bersikap baik di depan orang, apalagi saat ini semuanya sedang menikmati film.

Zigar menguap lebar. Karena kebanyakan menutup mata, kantuk akhirnya datang bertamu. Zigar kurang suka film berbau hal ghaib. Dia lebih senang menonton acara lawak di TV, apalagi jika sudah memangku Slowmosion, tiada kebahagiaan terindah selain daripada itu.

“Matanya disuruh melek, Gar! Ketahuan banget kalau lo takut sama filmnya.” Eno berkata seakan dia adalah seorang pemberani. Nyatanya tidak begitu, dia sengaja mencari topik untuk menghilangkan rasa takutnya akan suara-suara mengerikan.

“Ya mau gimana lagi? Gue emang ngantuk.” Zigar menyandarkan kepalanya di kursi. Slowmosion tidur di pahanya. Kucing itu tidak banyak tingkah, asalkan ada Zigar bersamanya.

Eno melirik kursi depan. Di sana Melodi sedang bersender di bahu Trian. Eno bergidik ngeri melihatnya.

“No, lo kenapa kayak gitu? Kebelet pipis?” tanya Zigar.

“Gar, kita ini udah lama temanan. Baik gue, Onew, Raga sama lo udah kayak saudara. Kita semua udah tahu sifat masing-masing dan juga perjalanan hidup. Diantara kita berempat belum pernah ada yang pacaran. Lo pernah penasaran rasanya punya cewek nggak?”

“Nggak.”

“Kok nggak?”

Zigar menjatuhkan fokusnya pada Melodi, sedikit gatal melihat bagaimana cewek itu bermanja-manja pada Trian. Zigar ingin memisahkan keduanya lalu membawa Melodi pulang ke rumah. Kakinya juga butuh istirahat setelah melakukan pengintaian.

“Emangnya lo mau pacaran?” Bukannya menjawab, Zigar malah membuat pertanyaan.

Eno berdeham. “Hati gue belum mantap buat jalin suatu hubungan. Gue bahagia dengan status jomblo. Kita kan, punya pegangan. Buat apa kita buat ZERO’s Club kalau cuma mau mainin cewek?”

“Bener-bener, kita itu harus jadi cowok sejati. Ngapain ajak pacaran kalau bisa diajak nikah?” Zigar terkekeh akan kata-katanya sendiri.

Kedua cowok itu asyik dengan dunianya sendiri, tidak lagi memperhatikan film yang terpampang jelas di kedua mata. Suara teriakan juga tidak mampu menembus telinga mereka. Eno dan Zigar seakan membuat dinding pelindung, tak ada yang bisa mengganggu.

Karena terlalu keasyikan, Zigar tidak menyadari bahwa Melodi dan Trian sudah menghilang. Hancurlah rencana!

“No, No!” Zigar menyikut lengan Eno. “Melodi sama Trian mana? Kok hilang?”

“Jangan-jangan mereka dihisap sama filmnya!”

“Ih! Gue serius, nih!” Zigar pun bangkit, kepalanya memindai penjuru ruangan. Tak ada tanda-tanda Melodi sama sekali. Itu artinya Zigar harus segera mencari sebelum kehilangan jejak. “No, kita ke luar! Cepetan!”

The FAKE Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang