Chapter 11

190 34 0
                                    

Happy reading

***

Melodi terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara rintihan.

Suara itu datang dari kamar sebelahnya, yaitu kamar Zigar. Melodi mendengarkan saksama sebelum beranjak dari tempatnya.

“Ibu … ayah….”

Melodi segera menyalakan lampu, dia menyenderkan telinganya pada dinding. Sekali lagi, Melodi mencermati apa yang didengarnya barusan.

“Ibu….”

Suara itu bukanlah halusinasi. Zigar memang merintih dengan menyebut orang tuanya. Tanpa rasa takut Melodi menemui Zigar untuk memastikan keadaan cowok itu.

Kamar dalam keadaan gelap, Zigar memang tidak mengunci pintu kamarnya. Berbeda sekali dengan Melodi, kamar adalah privasi utama.

Zigar meringkuk kedinginan, air mata mengalir dari sudut matanya. Selimut tebal menutupi semua anggota tubuh, tetapi itu tidak terlalu berfungsi. Zigar tetap gemetar. Bibirnya pun begitu.

“Hei!” Melodi berjongkok di depan Zigar, tangan kanannya memeriksa suhu badan di kening. “Zigar, lo sakit?”

Mata perlahan terbuka, bersamaan dengan itu air mata juga jatuh. Zigar bukannya menangis, akan tetapi air matanya mengucur karena panas yang ada di tubuh.

“Lo sakit, ya?”

Zigar tidak menjawab. Lagipula pertanyaan itu sungguh tidak berbobot. Dilihat dari segi manapun, Zigar tampak lemah, tidak berdaya. Itu semua sudah bisa memberi jawaban yang jelas.

Zigar sakit!

“Lo pasti kayak gini karena kehujanan.” Melodi mengusap wajahnya kasar. Kali ini dia tidak memasang wajah sinis ataupun jutek. Melodi sekarang kasihan karena Zigar terlalu lemah. Selama mengenal cowok itu, Melodi belum pernah melihatnya merintih atau mengaduh.

“Mel….”

“Hm?”

“Ibu mana?”

“Ibu lo?”

Zigar mengangguk kecil. Matanya tak mampu lagi untuk sekadar mengerjap, embusan napasnya juga terasa berat.

“Lo mau ketemu sama ibu lo?”

“Hm.”

Melodi menyingkap selimut yang dipakai Zigar. Sedikit terkejut mendapati bajunya basah oleh keringat. Melodi panik. Saking paniknya dia tidak sempat untuk memanggil kedua orang tuanya.

“Baju lo basah, pantesan lo kedinginan.”

Melodi membuka lemari lebar-lebar, tangannya lincah mencari pakaian tebal. Wajahnya sempat memerah mendapati pakaian dalam milik Zigar. Salah satunya ada yang berbentuk hati dan ada pula yang bergambar kartun. Sama sekali tidak mencerminkan lelaki sejati.

“Gar, lo ganti baju dulu, ya?” Untuk pertama kalinya Melodi bisa berucap lembut.

Zigar menggeleng.

“Baju lo basah, Gar….”

“Mel … gue nggak kuat. Gue nggak bisa angkat tangan gue sendiri.”

“Kok lo bisa sesakit ini, sih?” Melodi gusar. Secara tidak langsung, penyebab Zigar sakit adalah dirinya. “Kita ke rumah sakit aja, ya?”

“Nggak.”

“Ayolah, Gar….”

“Gue … gue….” Zigar berhenti sesaat, matanya menatap Melodi intens. “Gue butuh istirahat. Itu doang.”

The FAKE Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang