Dua Puluh

1.5K 143 6
                                    

Matahari sudah bersiap memancarkan cahayanya ke seluruh penjuru nusantara. Awan-awan putih nan bersih juga telah tersebar di sekitar mentari. Cuaca hari ini sangat terang, cocok sekali untuk beberapa orang yang ingin bepergian. Terlebih hari ini adalah hari minggu.

Namun seseorang yang masih bergelung dengan selimut tebal di atas ranjang rumah sakit nampaknya tengah asyik menjelajahi alam mimpi hingga silau dari mentari tak mengusiknya sedikitpun.

"Dek, bangun." Arbi mencoba untuk membangunkan adiknya dengan sedikit menggoyangkan lengan Alfa.

Anak itu hanya mengerang lantas merubah posisinya menjadi terlentang.

Tidak kehilangan akal, Arbi beralih memencet-mencet hidung mancung Alfa berulang kali hingga membuat anak itu mememik ribut.

"Kakak!!!" Suara Alfa terdengar aneh karena perpaduan antara serak dan cempreng.

"Ish, suara lo ya kayak cewek-cewek rempong. Mau pulang gak lo? Apa pengen nginep di sini lagi?" Ucap Arbi gemas dengan tingkah adik nakalnya.

"Iya-iya gue mandi dulu." Balas Alfa lantas mendudukkan tubuhnya yang sudah terasa lebih baik.

"Mau gue mandiin?" Tawar Arbi dengan kedua alis yang naik turun beraturan.

Alfa mendelik sebal lantas menarik salah satu alis kakaknya. "Geli tau!!"

Arbi lantas tertawa melihat wajah adiknya yang sangat menggemaskan. Hingga Alfa hilang di balik kamar mandi, remaja itu tetap tidak berhenti tertawa.

"Assalamualaikum." Ayah dan Bunda memasuki kamar rawat Alfa setelah tadi malam menginap di rumah. Sebenarnya kedua orang itu ingin menemani si bungsu di rumah sakit, namun karena paksaan Arbi jadilah mereka tidur di rumah.

"Waalaikumsalam."

Bunda mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. "Adek mana Kak?"

"Lagi mandi. Katanya gak jadi pulang." Balas Arbi yang langsung mendapat jawaban suara menggelegar dari dalam kamar mandi.

"Jangan percaya kakak!!!"

Kedua orang tua remaja itu lantas tertawa seraya menggelengkan kepala. Kemudian Bunda dan Ayah membereskan beberapa pakaian Alfa yang akan dibawa pulang.

---

"Assalamualaikum." Salam Dani dengan suara yang cukup lantang hingga membuat Ciko mengusap telinganya yang terasa berdengung.

"Suara lo ya udah ka-"

"Waalaikumsalam. Ayo masuk aden-aden. Alfa ada di kamarnya." Ucapan Bian terpotong oleh suara pintu terbuka dan disusul dengan munculnya seorang wanita paruh baya yang menjadi salah satu asisten rumah tangga di rumah ini.

"Iya Bi." Balas Bian sopan lantas memasuki rumah mewah itu diekori oleh kedua temannya.

Sesampainya di kamar Alfa, mereka disuguhkan dengan pemandangan anak itu yang tengah sibuk bermain dengan gitarnya. Bocah itu duduk di atas sofa single yang berada di pojok ruangan dengan sebuah gitar coklat dalam pangkuannya.

"Nih anak bukannya istirahat malah main gitar." Ujar Bian kesal melihat temannya itu yang tidak bisa diam meskipun baru keluar dari rumah sakit beberapa jam yang lalu.

"Woy, woy ini ada orang woy!" Ucap Bian merasa sebal karena sepertinya anak itu sengaja tidak menyambut kedatangannya.

Alfa yang mendengarnya hanya melirik sekilas ketiga remaja itu lantas kembali fokus dengan gitar kesayangannya.

Bian berjalan mendekat ke tempat Alfa kemudian merebut benda tersebut dari pangkuan Alfa.

"Gitar gue. Balikin gak?" Ucap Alfa dengan tatapan tajam yang justru terlihat menggemaskan.

"Gak. Istirahat sana!" Balas Bian lalu memberikan gitar itu pada Dani agar Alfa tidak bisa merebutnya.

"Argghh." Teriak Alfa frustasi. Ia tidak mungkin merebut kembali benda itu karena pasti ketiga temannya masih memiliki cara agar Alfa tidak dapat menjangkaunya. Alfa juga masih merasakan lemas di sekujur tubuhnya namun dirinya bosan jika harus terbaring terus di atas kasur. Jadilah ia memilih bermain gitar untuk menghilangkan kebosanannya.

"Gak usah banyak tingkah. Mau sembuh gak?" Tanya Bian yang sudah ikut merebahkan tubuhnya di samping Alfa. Sedangkan kedua temannya yang lain sudah sibuk dengan tingkah mereka sendiri.

"Gue bosen Yan." Balas Alfa pelan bahkan hampir seperti bisikan.

"Kakak lo mana?" Tanya Bian lantas dirinya menyelimuti tubuh kurus Alfa. Awalnya anak itu menolak namun Bian masih memiliki cara untuk memaksa Alfa.

"Kak Arbi lagi nugas sama temennya. Ayah sama Bunda lagi istirahat. Kasian, mereka kecapean gara-gara jagain gue." Ada getar di akhir kata yang diucapkan Alfa.

Bian hanya mengangguk lantas memandang wajah tampan Alfa yang ternyata lebih tirus dari minggu-minggu lalu.

"Yan." Panggil Alfa membuat Bian tersadar dari lamunannya.

"Kalo gue nyerah aja gimana?"

Perkataan itu selalu menjadi hal yang tidak pernah ingin didengarkan Bian dari mulut Alfa. Ia hanya takut jika teman yang sudah dianggap seperti adiknya itu benar-benar menepati perkataannya.

Bian lantas memeluk tubuh Alfa yang sudah bergetar dan membenamkannya pada dada bidang miliknya.

"Jangan ngomong kayak gitu. Gue gak suka. Gue yakin Alfa pasti sembuh." Bisik Bian tepat pada telinga Alfa.

---

Ketiga teman Alfa sudah berpamitan pulang satu jam yang lalu. Dan sekarang anak itu sedang berjalan lesu menuju ruang makan untuk makan malam bersama keluarganya.

"Adek kenapa?" Tanya Ayah ketika melihat cara berjalan Alfa yang sangat lambat.

"Gak papa Yah." Balas Alfa kemudian ia mendudukkan pantatnya pada kursi yang bersebelahan dengan Arbi.

"Adek makannya bubur dulu ya." Ucap Bunda yang baru saja meletakkan semangkok bubur dengan toping sayur di atasnya.

Alfa hanya mengangguk kemudian mulai memakan makanan itu setelah berdoa terlebih dahulu bersama para keluarganya.

Anak itu juga tidak lupa untuk meminum obat yang sudah menjadi makanan sehari-harinya sebagai penunjang hidup.

"Ayah." Panggil Arbi ketika semua anggota keluarganya sudah selesai menyantap makanan.

"Iya Kak, kenapa?" Tanya Ayah.

"Besok Arbi pulangnya telat. Mau latihan basket dulu soalnya bulan depan ada tandingan." Ucap Arbi.

"Iya gak papa. Yang penting jangan sampe kecapean." Balas Ayah.

"Iya Ayah."

Pandangan Ayah mengarah kepada si bungsu yang sedari tadi hanya diam. Bahkan anak itu terlihat menggeleng-gelengkan kepala dengan kerutan halus di dahinya.

"Adek kenapa?" Tanya Ayah yang langsung menghampiri bungsunya.

Alfa beralih menatap ke arah kiri di mana suara Ayahnya terdengar. Anak itu sedikit menyipitkan kedua kelopak matanya. Ia juga meraba-raba sesuatu yang berada di hadapannya.

"Adek bisa lihat Ayah?" Tanya Ayah panik. Bahkan Arbi dan Bunda juga terlihat sangat panik melihat keadaan si bungsu.

Alfa menjawabnya dengan sebuah gelengan yang membuat Bunda seketika menangis.

"Ayah." Panggil Alfa dengan suara bergetar karena menangis.

Pria itu langsung membawa tubuh Alfa ke dalam pelukannya. Bahkan ia semakin mengeratkan rengkuhannya ketika Alfa mengatakan jika dirinya hanya melihat kegelapan.

"Gelap." Ucap Alfa bercampur dengan tangisannya.

"Adek kuat. Ayah sayang sama Adek." Hanya kata itu yang bisa diucapkan oleh pria tersebut. Bahkan ia sendiri ragu jika putra bungsunya akan bisa melihat kembali atau tidak. Ia hanya menenangkan putranya serta meyakinkan dirinya sendiri bahwa putranya adalah seseorang yang sangat hebat.

BAGASKARA (COMPLETED)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang