Sembilan

2K 167 2
                                    

Pertemanan antara Genta dan Alfa serta sahabatnya semakin hari semakin erat. Bahkan tak jarang Genta mengantarkan Alfa pulang ke rumah jika Arbi akan pulang terlambat karena latihan basket.

Bunda serta Ayah juga sudah mengenal Genta. Sejak seminggu yang lalu ketika Genta diajak oleh Alfa untuk mampir ke rumahnya bersama ketiga sahabatnya yang lain.

Seperti hari ini, kelima remaja laki-laki tersebut sedang merencanakan untuk mengunjungi panti asuhan yang dimiliki orang tua Alfa. Karena sudah hampir sebulan, mereka tidak pernah datang ke sana. Ditambah lagi para guru akan melaksanakan rapat siang nanti, jadi siswa-siswi akan pulang tiga jam lebih awal dari biasanya.

"Langsung aja yok!" Ujar Bian yang sudah merapikan semua alat tulisnya setelah bel pulang berbunyi.

"Eh bentar Yan, gue lupa ngasih tau Kak Arbi." Balas Alfa lantas tangannya sibuk menari di atas layar handphone untuk mengirim pesan singkat pada kakaknya.

"Yok guys!" Ajaknya kemudian berjalan keluar dan diikuti ketiga sahabatnya.

Sesampainya di luar kelas, ternyata sudah ada seseorang yang menunggu keempat laki-laki tersebut. Siswa itu terlihat duduk tenang pada bangku panjang dengan tangan yang sibuk mengotak-ngatik benda pipih bewarna hitam.

"Baru aja kita mau samperin ke kelas lo. Eh ternyata lo-nya udah di sini." Ucap Alfa yang langsung mendudukkan tubuhnya di samping siswa tersebut.

"Hehe. Iya Al, gue udah keluar kelas dari tadi." Jawab Genta yang tengah memasukkan benda pipih itu ke dalam saku celananya.

"Udah yok. Cabut." Ajak Dani kepada keempat temannya.

Ketika baru saja berdiri dari duduknya, Alfa langsung meringis seraya memijat pelan pangkal hidungnya.

"Kenapa Al?" Tanya Genta dengan raut yang mulai khawatir.

Genta sudah mengetahui semuanya. Tentang keluarga Alfa. Tentang penyakit Alfa. Juga tentang kekurangan Alfa yang tidak bisa melihat warna seperti orang normal.

"Pusing." Keluh Alfa dengan suara lirihnya.

"Pulang aja ya. Gue telfonin Kak Arbi." Bujuk Bian dengan salah satu tangan yang merangkul Alfa.

Sedangkan Alfa hanya menggelengkan kepala. Ia sudah lama tidak bermain dengan anak-anak panti. Dan ia sangat merindukan mereka.

"Oke. Tapi jangan lama-lama ya ke sananya." Putus Bian lantas membantu Alfa berjalan ke parkiran sekolah menuju mobilnya.

---

Pukul 16.00 Alfa sampai di rumah mewahnya. Ia diantar oleh Bian. Sedangkan temannya yang lain sudah pulang terlebih dahulu dengan kendaraan mereka masing-masing.

"Mampir dulu Yan." Ajak Alfa sebelum membuka pintu mobil mewah tersebut.

"Gak usah deh Al. Gue balik langsung aja. Langsung istirahat lo! Jangan bandel!" Nasihat Bian yang sudah seperti seorang Ayah kepada anaknya.

"Ish. Bawel ih. Udah sana pulang. Gak usah ngebut-ngebut. Inget nyawa lo cuma satu!" Balas Alfa tak kalah cerewetnya.

Lantas mobil berwarna silver itu meninggalkan kediaman Alfa dan membelah padatnya jalan raya ibu kota di sore hari.

"Assalamualaikum. Al pulang." Alfa mengucapkannya dengan suara yang lirih. Ia merasa sangat lemas padahal hanya berkunjung ke panti. Di sana pun ia tak bermain kejar-kejaran dengan anak-anak panti karena ia paham dengan kondisi tubuhnya sendiri.

"Waalaikumsalam. Adek udah pulang. Ya udah sekarang kamu mandi dulu habis itu ke ruang tengah. Bunda udah bikin brownies kesukaan kamu." Ujar Bunda lantas hanya dijawab anggukan oleh Alfa.

Selepas kepergian Alfa, Bunda merasa ada yang aneh dengan bungsunya itu. Anaknya terlihat lemas dan tidak cerewet seperti biasanya. Lantas wanita tiga puluh tahunan itu berbalik menuju tangga untuk menghampiri Alfa yang pasti sudah masuk ke kamarnya di lantai dua.

Sesampainya di kamar Alfa, Bunda dikejutkan dengan pemandangan anaknya yang tengah menggigil di balik selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.

Kemudian wanita itu menempelkan telapak tangannya pada dahi Alfa dan sedetik kemudian dirinya kaget dengan suhu tubuh anaknya yang sangat tinggi.

Tanpa pikir panjang, Bunda langsung berlari ke lantai bawah untuk mengambil sebaskom air dan handuk kecil guna mengompres sang putra.

---

Brak

Pintu jati itu terbuka dengan kasar menampilkan sosok laki-laki berseragam SMA yang sudah kusut di tubuhnya. Rautnya terlihat sangat khawatir, pun dengan dadanya yang naik turun tak beraturan karena dirinya berlari sepanjang anak tangga menuju kamar sang adik.

Lelaki itu berjalan mendekat ke arah sang adik yang tengah tertidur membelakangi pintu. Lantas tangannya terangkat untuk mengelus pelan rambut lepek Alfa hingga tak lama sebuah lenguhan kecil keluar dari mulut anak tersebut.

"Eh. Kakak ganggu ya? Maaf ya Dek?" Ucap Arbi tak enak kepada adiknya yang terbangun akibat ulahnya tersebut.

Alfa hanya menggeleng pelan lantas kembali merapatkan selimut yang tengah ia kenakan.

"Kakak baru pulang?" Tanya Alfa dengan suaranya yang terdengar lemah.

"Iya. Kakak abis latihan basket." Jawab Arbi lantas setelahnya sebuah suara pintu terbuka menampilkan seorang wanita berhijab dengan kedua tangan yang membawa sebaskom air dan handuk kecil berwarna putih.

"Kak, adeknya biar istirahat dulu. Kamu mandi aja sana!" Ucap Bunda lantas membantu Alfa untuk mengganti pakaian sebelum mengompres dahi anak tersebut.

"Nanti dulu lah Bun. Arbi masih mau di sini." Tolak Arbi dengan muka yang sudah ditekuk tampan.

"Mandi atau Bunda larang kamu main basket lagi!" Tegas Bunda dengan kedua mata yang sudah melotot.

Kemudian Arbi langsung berlari keluar dari kamar sang adik menuju kamarnya sendiri untuk melaksanakan perintah Bunda.

"Kakak kamu itu Dek." Ucap Bunda lantas tersenyum.

"Anak Bunda juga itu." Balas Alfa lalu ia membaringkan tubuh lemasnya di atas kasur king size miliknya.

---

"Ayah." Ketika membuka kedua mata, Alfa langsung disuguhkan paras tampan Ayahnya yang sejak tadi memerhatikannya tertidur serta mengelus surai hitamnya.

"Iya Dek. Bangun yuk udah mau maghrib. Gak baik kalo jam segini tidur." Ucap Ayah lantas anaknya itu hanya menguap dan mengucek-ngucek salah satu matanya.

"Jangan dikucek matanya Dek!" Peringat Ayah dengan jemari yang menggenggam kedua lengan sang putra.

"Udah yuk bangun." Lanjutnya dengan kedua tangan yang membantu Alfa untuk berdiri.

"Mau wudhu sendiri apa dibantuin?" Tawar Ayah ketika putra bungsunya hendak berjalan ke kamar mandi.

"Sendiri lah. Emang Alfa anak kecil!" Balas Alfa dengan suara ketusnya yang langsung membuat Ayah tertawa gemas akan tingkah putranya yang satu ini.

Kemudian Alfa melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi untuk berwudhu lantas melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

BAGASKARA (COMPLETED)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang