Sudah dua hari Alfa mendekam di rumah karena ia tidak diperbolehkan keluar meskipun hanya di sekitar kompleknya. Terlalu protektif, pikir Alfa. Namun bagi keluarganya, itu merupakan salah satu solusi agar anak itu bisa istirahat sebelum kembali melaksanakan aktivitas sehari-harinya.
Segelas susu coklat langsung tersisa setengah setelah diteguk oleh Alfa. Lantas Bunda menyodorkan sebuah piring berisi sehelai roti gandum dengan selai coklat di atasnya.
Anak itu memakan sarapannya dalam diam. Dan sesekali Arbi melirik ke arah adiknya, takut bila Alfa sedang menahan sakit karena tidak berceloteh seperti biasanya.
"Dek, nanti di sekolah jangan capek-capek ya." Hingga suara dari Ayah memecah keheningan yang terjadi antara mereka.
Alfa hanya mengangguk dan tersenyum lantas melanjutkan kembali makannya yang sempat tertunda.
"Jangan main basket! Awas aja lo berani main lagi, gue pastiin besok lo jadi tahanan rumah sakit." Peringat Arbi yang hanya dibalas dengan anggukan malas oleh Alfa.
"Bunda, Ayah, Al berangkat dulu ya." Pamit Alfa ketika sudah berdiri dengan tas yang sudah tersampir di bahu kanannya.
Kemudian kedua remaja itu melakukan rutinitasnya. Mencium tangan kedua orang tua mereka lantas mendapat ciuman hangat di kening mereka.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelahnya, kedua orang tua itu kembali duduk dan menyelesaikan sarapannya.
"Kakak makin protektif banget sama Adek." Ucap Bunda yang baru saja meminum habis secangkir teh hangat.
Ayah lantas tersenyum dan mengangguk. "Anak kita udah besar-besar Bun. Ayah juga gak nyangka punya mereka. Keluarga kita jadi lengkap. Makasih Bun." Balasnya lalu mengusap kepala sang istri yang tertutup hijab.
"Aku berangkat dulu ya. Kamu hati-hati di rumah." Pamit Ayah kepada istrinya kemudian Bunda merapikan sedikit dasi Ayah yang terlihat miring.
"Iya Yah. Kamu juga hati-hati. Jangan terlalu memforsir tenaga kalo kerja. Uang kita gak akan habis kalo cuma kamu gak kerja satu jam aja." Pesan Bunda kepada suaminya. Karena jika Ayah sedang bekerja, ia suka lupa waktu dan terlalu memforsir tenaganya.
Ayah hanya mengangguk sembari tersenyum lantas mencium kening istrinya setelah wanita itu mencium tangannya.
---
Suasana kelas sudah ramai dengan penduduknya yang terus berdatangan. Hingga suara seorang siswa membuat semua warga kelas itu mengalihkan pandangannya kepada remaja tersebut.
"Pagi!"
"Alfa sayang, lo liburan lama banget sumpah, gue kan jadi kangen." Ucap Dani yang langsung berhambur memeluk Alfa dengan sangat erat hingga anak itu kesulitan bernafas.
Kemudian Bian ikut mendekat dan menarik satu daun telinga Dani lantas terdengar suara rintihan sakit dari sang empu.
"Anak orang gak bisa nafas pinter!" Ujar Bian dengan tangan yang masih setia memegang telinga Dani.
"Iya Yan, jahat bingit sih lo!" Ketus Dani yang sudah memasang wajah melasnya.
Lantas ketiga remaja tampan itu bergegas menuju tempat duduk mereka, dan meninggalkan Dani yang masih berpura-pura sedih karena bel masuk baru saja berbunyi dan bisa dipastikan sebentar lagi guru pelajaran pertama akan datang.
"Lo udah sembuh Al?" Suara seorang gadis berambut panjang menyita perhatian Alfa yang semula sibuk mengeluarkan buku dari tasnya.
Fara namanya. Seorang siswi yang duduk bersebrangan dengan bangku Alfa. Fara memang bukan teman dekat Alfa, namun diam-diam ia sering menaruh perhatian dengan anak itu.
"Eh iya Ra, gue udah gak papa kok." Balas Alfa lantas mengakhirinya dengan senyuman dan beralih memerhatikan seorang guru yang sudah menyampaikan salam di depan semua siswa.
---
Jam istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu. Dan sekarang, keempat remaja tampan itu tengah menikmati santapannya di kantin.
Alfa yang sedang memakan batagor kesukaannya itu terpaksa berhenti ketika ada seorang siswa yang memanggilnya.
"Kenapa Kak?" Tanya Alfa yang melihat kakaknya duduk di hadapan anak itu.
Arbi hanya tersenyum lantas mengangkat tangannya untuk mengacak rambut Alfa. Ia sangat gemas dengan tingkah adiknya yang satu itu. Dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, anak itu masih saja berbicara dan menatap kakaknya dengan wajah polos.
"Lo apaan sih, jelek kan jadinya." Sungut Alfa yang baru saja menelan makanannya lantas merapikan kembali rambutnya yang sudah diberantakan oleh Arbi.
"Lo kan emang jelek dedek sayang." Balas Arbi lantas mencubit pipi berisi Alfa dengan gemas.
"Kak Arbi! Udah sana pergi, jangan ganggu gue makan." Alfa mengibas-ngibaskan tangannya bermaksud untuk mengusir sang kakak.
Sedangkan ketiga remaja yang lain hanya dapat menahan tawa ketika melihat sepasang kakak adik itu bertengkar lucu.
"Gue cuma mau bilang, nanti lo pulang duluan aja minta jemput Pak Seno, gue mau latihan." Nasihat Arbi pada adiknya yang tengah asyik menghabiskan sepertiga piring batagor.
"Gak. Gue mau bareng Bian aja. Boleh ya Yan?" Tanya Alfa menghadap ke arah Bian yang duduk di sebelahnya.
Bian hanya tersenyum lantas mengangguk untuk membalas pertanyaan sahabatnya.
"Iya deh, pokoknya lo gak boleh main basket lagi. Titik." Arbi berucap kemudian mengacak kembali surai hitam Alfa dan bergegas pergi dari tempat itu sebelum mendapat penolakan serta amukan dari adik manisnya.
"Lebay!" Gumam Alfa yang sudah sejak semenit lalu menghabiskan batagornya.
Dan ketiga remaja yang lain pun hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan kelakuan kakak beradik itu.
Semenjak kejadian waktu itu, Arbi semakin protektif kepada adiknya. Bahkan ia sudah mewanti-wanti kepada tiga sahabat Alfa untuk tidak bermain basket atau apapun yang dapat membuat adiknya kelelahan dan berakhir drop.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASKARA (COMPLETED)√
Roman pour AdolescentsSosok remaja yang seumur hidupnya hanya dipenuhi dengan hitam, putih dan kelabu. Selalu berangan untuk dapat menyaksikan semburat oranye yang tampak pada langit ketika matahari ingin bersembunyi di ufuk barat.