Tiga Puluh

1.7K 120 2
                                    

Sosok itu memandang lekat kedua gadis cantik yang duduk berhadapan dengannya. Salah satu paras gadis itu seperti pernah dijumpai oleh sosok tersebut namun dirinya tak mengingat lagi.

"Maaf, kalian siapa? Kok bisa dateng ke rumah gue?" Tanya Alfa dengan tatapan yang masih fokus kepada dua gadis tersebut.

Salah satu dari mereka tersenyum maklum. "Gue Fara. Dan ini Tyas. Kita temen sekelas lo Al."

"Sorry, gue gak inget sama kalian." Ujar Alfa dengan tangan yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Gak papa Al. Yang penting lo udah sembuh. Gue seneng lo udah gak sakit lagi." Balas Fara yang mendapat anggukan dari Tyas.

Alfa hanya tersenyum lantas mengangguk. "Em, berarti kalian juga kenal sama Bian?"

Fara dan Tyas saling pandang lantas tersenyum. "Iya Al, kan Bian juga sekelas sama lo."

"Oh iya ya." Gumam Alfa yang mengundang senyuman dari Fara dan Tyas.

"Assalamualaikum, Kakak pulang!!!" Teriak Arbi dari pintu utama yang baru saja pulang dari sekolah.

"Waalaikumsalam, gak usah teriak-teriak Kak." Ujar Bunda setelah dirinya meletakkan beberapa cemilan untuk kedua teman bungsunya.

"Ciye yang lagi dijengukin ama gebetan!!" Ujar Arbi yang melihat Fara dan Tyas datang menemui adiknya. Membuat Alfa membulatkan matanya karena terkejut. Siapa yang dibilang gebetan oleh kakaknya?

Tyas hanya tersenyum sambil mencolek-colek pipi Fara yang terlihat bersemu merah.

"Silahkan Nak Fara, Nak Tyas." Ujar Bunda kepada dua gadis tersebut.

"Iya, makasih Tante." Balas Fara tersenyum kikuk.

Arbi mendekat kepada adiknya lantas mencubit kedua pipi Alfa. "Adek gue udah gede ternyata." Ucap Arbi diakhiri dengan ciuman singkat pada kening Alfa, lantas dirinya langsung berlari dari hadapan adiknya sebelum anak itu mengamuk.

"Kakak!!!" Teriak Alfa hingga membuat dua gadis yang berada di sana menutup rapat kedua telinga mereka. Alfa merasa sangat kesal. Bayangkan saja dicium oleh sang kakak dihadapan dua teman perempuannya, memalukan sekali.

---

Makan malam kali ini terlihat sepi karena Alfa masih tetap diam dengan kekesalan yang belum musnah akibat kelakuan aneh kakaknya tadi sore. Anak itu juga tampak tidak berselera makan.

"Jangan diaduk-aduk gitu Dek, nanti gak enak." Peringat Bunda saat kedua netranya melihat si bungsu yang hanya memainkan makanannya.

"Kenapa? Sakit?" Tanya Arbi yang tidak dibalas sedikitpun oleh Alfa.

Ayah dan Bunda hanya tersenyum melihat dua putranya tersebut. Mereka sudah mengetahui penyebab kekesalan Alfa pada kakak satu-satunya tersebut.

Arbi kembali memerhatikan adiknya yang masih tetap diam. "Masih marah sama Kakak?"

"Gak!!" Jawab anak itu ketus. Dirinya memang tidak memiliki nafsu untuk makan yang banyak malam ini. Kepalanya mendadak pusing dan itu membuatnya merasa tidak nyaman.

"Jangan marah-marah, nanti cepet tua Dek." Nasihat Ayah yang membuat anak itu beralih memandang paras tampan pria tersebut.

"Alfa gak marah, Ayah." Balas anak itu lantas tiba-tiba berdiri dan ingin beranjak dari ruang makan.

"Arghh.." Ringisan itu keluar dari kedua belah bibir Alfa ketika anak itu baru saja ingin melangkahkan kedua kakinya.

"Kenapa Dek? Sini duduk dulu." Arbi yang duduk di sebelah adiknya bergegas menahan tubuh Alfa agar tidak sampai terjatuh ke lantai.

"Pusing." Gumam anak itu dengan kedua tangan yang memegang kepalanya.

"Istirahat di kamar aja ya. Biar Kakak gendong." Ujar Arbi. Ayah dan Bunda membantu Arbi untuk meletakkan tubuh Alfa di punggungnya. Lantas dirinya berjalan pelan menuju kamar sang adik agar anak itu dapat beristirahat.

---

Setelah pertemuan mereka tempo hari, kedua remaja itu semakin dekat. Bahkan tak jarang Fara dan Tyas ikut berkunjung ke rumah Alfa bersama ketiga teman dekat Alfa.

Anak itu memang belum diperbolehkan kembali bersekolah. Selain karena ingatan anak itu belum sepenuhnya kembali, kondisi Alfa juga tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Anak itu terkadang mengalami sakit kepala secara mendadak serta tak jarang kedua kakinya terasa sangat lemas hingga tidak bisa digerakkan sama sekali.

Alfa masih duduk tenang di sofa ruang tamu bersama Fara. Sedangkan empat teman mereka yang lain sudah beranjak dari tempat tersebut. Tyas yang beralasan ingin ke toilet, Bian yang katanya mau mengambil laptop di kamar Alfa, serta Dani dan Ciko yang sibuk bermain PS di ruang keluarga.

Suasana pun mendadak canggung akibat keheningan yang melanda dua remaja tersebut. Hingga tarikan nafas yang keras dari hidung mancung Alfa membuat Fara refleks melihat anak itu.

"Kenapa Al?" Tanya Fara yang tiba-tiba merasa khawatir dengan raut pucat Alfa.

Alfa yang tadinya hanya menatap ke bawah lantas beralih memandang paras cantik gadis tersebut.

"Gak papa, Ra." Balas anak itu dengan diakhiri senyuman khasnya.

"Kok wajah lo pucet banget?"

Alfa kembali tersenyum hingga kedua matanya membentuk bulan sabit. "Muka gue emang kayak gini. Gak bakal berubah."

Fara lantas mengangguk dengan tetap memandang lekat wajah tampan remaja tersebut.

"Em, Ra." Panggil Alfa yang kembali merasa canggung dengan keadaan tersebut.

"Iya Al, kenapa? Lo sakit ya? Ke kamar aja ya, atau gue panggilin Bunda." Balas Fara yang kembali merasa sangat khawatir dengan kondisi tubuh Alfa.

Anak itu menggeleng pelan dengan tetap tersenyum. "Gue sayang sama lo Ra. Sorry, Ra. Gue emang gak inget apapun waktu habis operasi itu. Tapi makin ke sini gue inget kalo gue benar-benar sayang sama lo.

Fara hanya terdiam dengan pandangan yang masih tertuju pada wajah pucat Alfa.

"Maaf Ra. Gue gak nuntut lo buat sayang juga sama gue. Terserah lo mau anggep gue cowok apa, yang penting gue emang beneran sayang sama lo meskipun lo gak suka sama gue."

"Gue juga gak mau ada ikatan hubungan sama lo. Bukannya gue gak berani janji, gue cuma takut gak bisa nepatin ucapan gue sendiri. Karena sekuat apapun gue di mata lo atau yang lain, gue tetep manusia paling lemah Ra." Ujar Alfa dengan kedua mata yang terlapisi cairan bening.

Fara yang mendengarnya lantas menangis. Dirinya memandang lekat kedua iris Alfa yang tampak redup. "G-gue juga sayang sama lo Al. Tolong bertahan. Lo itu kuat. Alfa itu orang terhebat yang pernah Fara kenal."

"Maaf, Ra. Jangan nangis. Gue gak suka lihat orang yang gue sayang itu nangis. Apalagi karena nangisin gue. Udah ya, nanti cantiknya ilang." Alfa berusaha menghibur gadis itu lantas kedua tangannya menggenggam tangan Fara.

"Udah ya, cup cup. Gue beliin balon ya biar lo gak nangis, atau mau es krim?" Anak itu masih terus menghibur Fara agar gadis tersebut berhenti menangis.

"Gue sayang banget sama lo Al. Tolong bertahan buat gue, buat orang-orang yang sayang sama lo." Batin Fara.

BAGASKARA (COMPLETED)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang