🍁People with autis🍁

53 9 0
                                    

BAB 3
__________________

BAB 3__________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari ini adalah hari pertama kelasku memiliki jam mata kuliah menggunakan laboratorium.

Aku cukup kagum dengan peralatan-peralatan yang di sana cukup memadai, padahal awalnya aku berpikir kebalikannya karena Indonesia sendiri tidak masuk di peringkat dunia. Dan ternyata tidak masuk dalam daftar itu bukan berarti kampusnya kurang baik.

Ya, aku tahu tentang isi-isi laboratorium kedokteran sudah sejak SMA. Bahkan aku pernah mengunjungi laboratorium di Harvard University, AS. bersama mama. Dan ia berkata bahwa kampus itu adalah kampus yang memiliki fasilitas yang paling lengkap dalam segala hal. Karena mama adalah dokter spesialis saraf Korea, beberapa kali mama mendapatkan pertemuan di kampus itu, dan saat satu kesempatan aku ikut dengannya melihat-lihat isi kampus itu.

Oleh sebab itu, ayah pernah membicarakan tentang aku yang akan di pindahkan ke kampus itu setelah 2 semester ku lewati di Indonesia karena Ayah kini sedang membangun sebuah projek besar dengan beberapa gabungan dari Indonesia dan Mama yang memiliki tugas untuk meneliti penyakit saraf baru dari Indonesia, butuh waktu untuk itu.

Mata kuliah hari ini adalah Reproduksi, mengenal reproduksi manusia lebih dalam dan lebih teliti. Aku memfokuskan diri kepada Dosen agar nanti jika aku tiba-tiba di tunjuk (ya, itu mungkin saja karena aku ketua kelas) aku akan siap.

Tapi fokus ku terelakkan karena aku tak sengaja melihat kearah wanita yang sedari tadi ku sadari ia melihat kearah ku tanpa henti. Tidak.. sebenarnya tidak masalah, aku sudah terbiasa menjadi pandangan setiap wanita. Tapi, .... Wanita itu Sella. Kenapa dia melihatku dengan tatapan itu? Tatapan arti apa itu?

Jika kebanyakan wanita yang menatapku seperti itu akan ku tatap balik, mereka akan salah tingkah atau bahkan bersapa senyum menunjukkan manis mereka kepadaku, dan itu sudah biasa. Namun gadis itu lain, dia menatapku tanpa henti walaupun aku menatapnya balik. Hanya ada ekspresi datar di wajahnya.

Jika berbicara tentang Sella. Teringat beberapa hari yang lalu saat aku menemuinya di jalan waktu itu. Mama berhasil membuatnya tenang, bahkan mama juga mengantarnya pulang.

/flashback

Dia duduk di belakang bersama mama dengan jarak, itu memang permintaan Sella. Sungguh aku bingung dengan mama yang terlalu baik. Ia menolong berlebihan Sella yang baru mama kenal sekali. Menghabiskan waktu 10 menit membujuk Sella agar ikut, jika aku jadi mama, pasti sudah kubiarkan saja gadis ini.

Sella memberitahu lokasi rumahnya dengan setiap kata yang terbata-bata, aku merasa tidak nyaman. Sungguh. Tapi ternyata dia pulang bukan kerumahnya, dia malah pulang kerumah bibinya.

An Autistic Loves MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang