Bagian 2

9 1 0
                                    

Kami berdua pun berlari kearah kelas. Dan ternyata.....aman. Syukurlah Ibu Dosen Killer belum datang. Kami duduk dibangku masing-masing.

"Tumben baru datang" kata temanku, Putri.

"Iya aku lupa kalau hari ada kelas tambahan. Untung ada Max yang mengingatkanku."

"Beruntungnya kamu punya pacar pengertian"

"Haha.. apaan sih. Dia bukan pacarku. Kami hanya berteman"

"Kalian tidak pacaran? Hello, di dunia ini mana ada cowok cewek temenan doang. Perasaan suka pasti ada lah"

"Ya, nggaklah. Kami memang dekat sudah lama. Aku menganggap Max sebagai Kakakku sendiri."

  Dosen pun masuk kelas kami, kami mengakhiri percakapan ini. Aku melirik sekilas Max, lalu kembali fokus ke mata kuliah pagi ini.

**

  Waktu istirahat.

Aku memberikan bekal yang tadi dibuat ibuku pada Max.

"Ini dari Mama"

"Wah, thanks ya..."

"Max..."

"Hm?" (Mengunyah makanannya)

"Tidak jadi" (lalu kembali ke tempat duduknya)

Kenapa aku malah kepikiran sama omongan putri? Selama ini Max sudah baik padaku, bahkan selalu ada saat aku membutuhkan. Masa' iya aku langsung menanyakan dia soal perasaannya padaku? Ah, tidak itu tidak mungkin. Aku dan Max hanya berteman.

***

Pulang Kuliah

"Max, aku pulang sendiri saja"

"Loh, kenapa?"

"Tidak usah, aku naik bus saja"

"Apa kamu lupa kalau hari ini ada demo?"

Ah, iya juga...

"Sudahlah ayo, sudah mendung mau hujan. Kalau naik taxi akan menunggu lama."

  Akhirnya aku kembali berboncengan dengan Max.

"Pegangan ya..."katanya seraya memakai helm. Aku hanya berpegangan pada kaosnya.

"Kok nggak peluk lagi? Nanti jatoh loh"

"Ti..tidak! Aku begini saja" (Max tersenyum)

Brum...

"(Memeluk Max) ah, Max..."

"Gini dong biar nggak jatuh."

  Max melajukan scooternya. Dipertengahan jalan, tiba-tiba hujan turun. Kami mencari tempat berteduh. Untung saja kami dekat dengan halte bis. Kamipun berteduh disana. Ada beberapa orang juga. Max melepas jaketnya, lalu diberikan kepadaku.

"Tidak usah. Kamu pakai saja"

"Lebih baik kamu yang pakai. Soalnya..."

   Aku baru ingat kalau bajuku berwarna putih, sedikit basah pasti kelihatan dalamanku. Aku langsung memakai jaket Max dan menahan malu.

"Tenang saja aku tidak melihatnya"katanya, melihat arah lain. Aku memukul lengannya.

"Hehe..maaf. Nggak sengaja"

"Sudah jangan bahas" (Max menyadari ada motor, lalu ia menarik Mikaila)

"Hei, pelan-pelan dong. Jadi basahkan" teriak Max. Aku mematung melihatnya. Jantungku berdetak tak beraturan.

"Kamu tidak apa-apa?"
  Aku segera sadar dari lamunanku seraya menjauhkan tubuhku dari pelukan Max.

"Tidak, tapi kamu malah basah kuyup kena cipratan air"

"Tidak apa-apa. Yang penting kamu tidak"

Perasaan apa ini? Kenapa malah jadi tak karuan

***

Hujan berhenti...
Kami melanjutkan perjalanan pulang. Itupun scooter Max sempat mogok. Kami terpaksa mendorong sampai bengkel yang jaraknya lumayan jauh. Kami sampai dirumahku dan hari menjelang Magrib.

"Makasih ya Max. Ini jaket kamu biar aku cuci sekalian"

"Tidak usah. Kamu masuklah..(bersin)"

"Masuk dulu yuk... Kita minum teh hangat"

"Tidak usah terima kasih. Aku langsung pulang saja. Nih si Maya keburu ngambek lagi" (memukul scooternya)

"Yasudah hati-hati. Sampai dirumah jangan lupa mandi sama minum teh hangat. Kalau bisa kasih jahe geprek biar tambah anget" Max mengangguk lalu pulang.

.....

  Aku bergegas mandi, Mama membuatkanku coklat panas. Hujan kembali turun. Kami berada diruang keluarga, menonton acara kesukaan seraya menunggu Papa pulang.

"Kalian tadi hujan-hujanan?"

"Enggak, tadi kita berteduh di halte"

"Kok bisa basah gitu?"

"Iya sebelum sampai halte kehujanan sih. Habis hujannya turun tanpa aba-aba, tiba-tiba deras gitu aja. Ah, Mama! Aku jadi keinget kan"

"Soal apa? Memangnya kalian melakukan hal apa? Kalian melakukan hal aneh-aneh ya?"

"Cepat jelaskan pada Mama"

......

Huhu akhirnya bisa up.. terima kasih sudah membaca dan vote tulisan saya

Semoga kedepannya lebih baik lagi.

Mikaila Max (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang