16. tension

2.5K 508 375
                                    

"Aww, sakit Mas."

Cowok itu cuma senyum sekilas dan kembali konsenterasi membalutkan perban ke kaki Jeaselle. "Tahan, Jeas. Dikit lagi selesai ini," ujarnya.

"Centil banget lu Kak, segitu aja pake meringis," komentar Abel yang berdiri berpangku tangan tak jauh dari ranjang Jeaselle.

"Ish Abel!" Kalau aja kakinya gak lagi sakit, udah jelas Jeaselle bakalan menjewer telinga adik tengilnya itu. Tapi adiknya itu tidak peduli dan malah beranjak dari kamar Jeaselle.

Chandra hanya tertawa melihat 'keharmonisan' adik-kakak itu. Setiap Chandra main ke rumah Jeaselle dan kebetulan ada Abel, pasti mereka berantem. "Lagian gimana bisa sampai jatuh, Jeas?" tanya Chandra yang sekarang sibuk merapikan perban elastis yang melilit di kaki Jeaselle.

"Aku ikutan cheers. Jadi gerakannya harus naik ke tangan temen gitu. Tapi temenku gak terlalu kuat nahanin kaki aku, jadinya jatuh," terang Jeaselle.

Chandra mengangkat kedua alisnya. "Kamu ikutan cheers?"

"Iya, katanya wajib ikutan 2 ekskul. Aku ambil cheers sama mading."

"Wah, kapan tim basket sekolah kamu turnamen? Saya mau liat kamu perform," ujar Chandra sembari membereskan peralatan yang dia gunakan untuk mengobati kaki Jeaselle. "Oh ya, ini udah selesai. Palingan 2-3 hari lagi kaki kamu sembuh. Gak begitulah parah soalnya."

Kedua pipi Jeaselle tiba-tiba memerah. Chandra mau nonton dia perform? Jangan sampai kejadian. Bakalan malu banget Jeaselle, terlebih dia gak begitu jago seperti temannya yang lain.

"E-eh? Aku masih tahap kaderisasi, Mas. Perform-nya mungkin baru semester depan. Lagian k-kenapa diliatin juga sih, Mas? Mending gak usah," ujarJeaselle sembari menyembunyikan semburat merah di pipinya.

Chandra terkekeh dan mengusap pucuk kepala Jeaselle. "Emang kenapa gak boleh, hmm?"

Chandra yang mengusap kepalanya seperti ini akan selalu menjadi kelemahan untuk Jeaselle. Cowok itu selalu memperlakukannya dengan gentle hingga membuatnya tergila-gila. Jeaselle benar-benar tidak bisa membayangkan jika apa yang dikatakan Jeffrey beneran kejadian. Jeaselle belum siap untuk patah hati.

"A-aku gak begitu jago soalnya aku juga ikut-ikutan temen doang," ujar Jeaselle jujur.

"Sama saya gak masalah kamu perform-nya bagus apa engga. Saya cuma mau lihat kamu udah seberapa sembuh. Saya bakalan bangga banget kalau kamu berhasil beraktivitas dengan normal, ya salah satunya kamu bisa perform di depan orang rame," ujar Chandra panjang lebar sembari memainkan rambut Jeaselle yang ada di pucuk kepalanya.

Jeaselle mendongak dan menatap Chandra. Apa yang diucapkan Chandra ada benarnya. Kalau Jeaselle berhasil tampil nanti, berarti bisa dibilang Jeaselle sudah sembuh. Tapi, kalau dia sembuh, berarti dia gak punya alasan lagi bertemu dengan Chandra? Memikirkannya saja membuat Jeaselle langsung tidak bersemangat.

"Apalagi cheers kan selalu barengan sama basket, pasti ketemu sama anak-anak basket kan? Anak basket itu ganteng-ganteng pastinya. Contohnya dulu saya juga kapten basket pas SMA." Chandra pun tertawa jahil yang dibalas dengan tinjuan pelan di dadanya oleh Jeaselle.

"Heuu, apa kata orang ya, kalau tau Mas Chandra itu sebenernya narsis begini?"

Chandra mengelus dagunya dengan jari telunjuk dan jempolnya seolah sedang berpikir keras. "Mereka gak bakalan punya pilihan lain selain setuju sama ucapan saya." Chandra terkekeh. Kenapa dia jadi kedengaran seperti Jean begini? Tapi itu gak masalah kalau cuma di depan Jeaselle, sih.

"Chandra, Jeaselle, ayo makan ke bawah!"

Teriakan Sandara dari bawah membuat atensi Chandra dan Jeaselle berpindah ke pintu kamar.

princess allergy! | kim jisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang