Cewek cantik itu terduduk di closet toilet sembari menahan tangisannya. Pokoknya dia gak boleh nangis karena sekarang masih jam kerja. Baru saja tantenya mengirim pesan padanya kalau ibunya sakit dan bisa saja dirujuk ke rumah sakit di ibukota agar mendapat perawatan yang lebih mumpuni dibanding di kampung halamannya. Tantenya bilang nanti akan meneleponnya setelah selesai mengurus semua administrasi di sana.
Teleponnya berdering dan dengan cepat cewek itu mengangkatnya."Halo, Tante. Mama gimana?"
Terdengar helaan napas berat di seberang sana. "Mungkin memang gak baik ngumpetin ini dari kamu, Rene. Ada tumor di spinal mama kamu. Cukup ganas sampai mama kamu gak bisa gerakin tangan sama kakinya."
Tangisan yang dari tadi Irene tahan akhirnya jatuh juga. "Se-sejak kapan, Tante? Mama gak pernah ngeluh sakit kalau telponan sama aku."
"Udah satu bulan. Mama kamu memang gak ngebolehin kita ngasih tau kamu. Takutnya kamu gak fokus kerja."
Hatinya mencelos. Sudah satu bulan dan dia gak tau sama sekali kalau mamanya sedang sakit. Irene merasa seperti anak durhaka sekarang. "Kenapa, sih? Harusnya kasih tau aku dari awal biar aku pulang jagain Mama aja."
"Justru itu yang mama kamu gak mau. Mama kamu tau mimpi kamu bisa kerja di rumah sakit gede seperti sekarang."
"Tapi tetap salah nyembunyiin ini dari aku, Tan."
Lagi-lagi terdengar helaan napas berat di seberang sana. "Mama kamu dirujuk ke RS khusus otak dan syaraf di sana. Kamu tunggu kita di sana aja."
Dan panggilan itu terputus. Irene menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menangis dalam diam. Dadanya kembang kempis karena menahan tangisan pilunya.
Beberapa saat dia seperti itu sampai akhirnya dia memutuskan untuk beranjak menuju wastafel dan mencuci wajahnya yang benar-benar kacau sekarang. Sebisa mungkin ia menyembunyikan wajah habis nangisnya.
Setelah cukup segar, dia pun keluar dari toilet. Temannya pasti merutuki dirinya yang tidak bisa ditemukan saat ini. Hari Senin biasanya poli bakalan sangat ramai.
"Ke mana aja sih kamu, Rene? Pasien lagi banyak banget. Sebelah sana ada yang perlu injeksi ketorolak. Buruan ya!" Kan, bener aja. Baru aja dia berpapasan sama salah satu temennya yang repot bawa alat-alat medis.
"Sorry, barusan perut aku mules banget," dustanya.
"Ya udah sana, bantuin Dokter Jean lagi repot banget di sana."
Abis itu Irene langsung beranjak menuju tempat yang dimaksud sama temennya. Bener aja Jean lagi repot mengurus beberapa pasien sekaligus.
Jean yang sadar dengan keberadaan Irene di sana sedikit menghela napas lega. "Rene, tolong urus yang di sana sebentar, ya?"
Irene langsung mengangguk dan mendekati pasien itu. Sebisa mungkin ia fokus dengan pekerjaannya saat ini.
Cukup lama ia meraba tangan pasien itu untuk mencari pembuluh vena yang tepat. Tangannya memang sudah bergetar semenjak dia mendapat kabar dari tantenya sehingga sekarang ia kesulitan untuk melakukan terapi intravena.
Ia semakin gugup ketika pasien itu terlihat kesal karena belum juga dilakukan tindakan. Buru-buru ia mengoleskan alkohol di tempat yang akan ia tusuk dengan jarum, setelah itu perlahan dia mulai memasukkan jarum dengan ukuran cukup besar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
princess allergy! | kim jisoo
Fanfiction"Jeaselle itu cantik. Banget malah. Tapi tau gak, dia itu phobia sama cowok ganteng!" another work just for sooyaaas and xiuqis