Teriknya matahari pagi membuatku menyipitkan mataku. Keringat mulai bercucuran dari wajahku. Jam tangan yang melingkar di tangan kananku masih menunjukkan pukul 8.00 pagi.
Aku melipat tanganku di depan dadaku sambil sesekali memainkan koper-koperku sambil melihat gedung di belakangku. Gedung putih susu yang akan menjadi tempat tinggalku selama satu tahun terakhir SMA ini.
Oh iya, aku belum memperkenalkan diriku. Hai, namaku Aretha Alexandria Winata. Biasanya aku dipanggil Aretha. Tahun ini, aku akan menjadi siswi kelas 12. Tinggiku 160 cm. Rambutku hitam pekat, kira-kira sepundak lebih. Ah, tahun yang menegangkan. Aku bersekolah di SMA Nusa Angkasa, salah satu SMA swasta nasional yang cukup terkenal. Terkenal karena sekolah yang terkenal disiplin dan prestasi siswa-siswi serta alumninya yang sudah tak bisa terhitung dengan jari. Eh bisa deh, kalau ada 200 orang, pasti bisa terhitung hehe.
Pasti hampir semua dari kalian bertanya-tanya kenapa aku mau pindahan. Jadi, di SMA Nusa Angkasa, siswa-siswi kelas 12 diwajibkan untuk tinggal di asrama sekolah. Katanya sih, supaya kita bisa belajar beradaptasi tinggal sendiri dan agar pembelajaran bisa diawasi dan dilakukan secara maksimal. Aduh, terus terang aku tak peduli dengan apa kata sekolah. Yang penting, satu tahun terakhir SMA ini bisa kuhabiskan secara full bersama dengan teman-temanku.
Dengan tak sabaran, aku membuka tutup ponselku, melihat apakah ada chat dari teman-temanku. Aku menghela nafas, memang teman-temanku ini selalu terlambat.
Sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di hadapanku. Dari dalam mobil itu keluarlah seorang anak gadis dengan rambut coklat sepundak. Dengan buru-buru, ia membuka bagasi mobilnya, lalu sopirnya membantunya mengeluarkan koper-koper di dalamnya.
"Sorry, Ar. Gue telat. Sopir gue baru. Jadi nyasar deh, hehe. Udah lama lo nunggu ?" tanya gadis itu sambil tersenyum canggung seraya menggaruk pelan rambut coklatnya yang panjang itu.
Aku mendengus pelan, lalu menjawab
"Udah dari 30 menit yang lalu, Kanjeng Ratu Cara.""Sorry-sorry. Lo ga marah kan?" tanya Cara menyenggol lenganku pelan.
"Gak. Gue ga marah. Apa dayanya diriku yang dianugrahi teman-teman yang lamanya kayak siput. Justru kalo lo ga telat, gue bingung ini yang dateng temen gue, atau titisan mbak kunti," candaku sambil merangkul Cara. Cara pun membalas rangkulanku dengan pelukan yang berhasil membuatku sesak. Memang pelukan atlit bulu tangkis tak ada bedanya dengan pelukan sumo.
Cara Felicia Kusuma. Teman baikku. Gadis putih dengan tinggi 165 cm. Rambutnya yang coklat dan panjang itu merupakan hasil semiran, sering menjadi buruan guru olah raga dan PPKN kami. Ia merupakan salah satu atlit bulu tangkis kebanggaan Nusa Angkasa. Anaknya lucu, tapi judes dan galak. Dari cara berpakaian Cara, orang-orang bisa langsung menyimpulkan bahwa Cara adalah anak perempuan yang tomboi.
"Mana si Elle ? Gue udah mau jadi keripik nih," gerutu Cara.
"Dasar ya, lo. Kalau lo keripik, gue apa? Ikan asin?" jawabku. Entah berapa lama lagi aku harus berdiri disini ditemani matahari yang teriknya dan terangnya sepertin masa depanku. Eh. Aminin aja ya.
Cara dengan tak sabaran mengambil ponselnya lalu menelepon Arielle. Ia menyalakan mode loud speaker agar aku bisa mendengarnya. Nada dering yang terus berulang hanya menjadi suara diantara keheningan kami berdua.
"Woy, Elle! MANA SIH LO, LAMA BANGET LO DASAR KURA-KURA. CEPETAN GUE UDAH GOSONG NIH," kata Cara cepat setelah panggilan itu diangkat Elle.
"Iya iya sabar. Ini gue udah di depan. Itu gue udah liat lo. Udah ya, matiin dulu," jawab Arielle cepat.
Mobil jeep putih berhenti dihadapan kami berdua. Arielle yang tingginya kurang dari 155cm kesulitan turun dari mobil tinggi itu. Ia langsung berlari menuju bagasinya untuk menurunkan koper-kopernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aretha
Teen Fiction[ On Going ] Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ada di pikiran Aretha pada tahun terakhir SMAnya. Selain nilai dan reputasinya sebagai 'murid teladan' yang harus dijaga, Aretha juga belum siap untuk jatuh hati. Tapi bukan jatuh cinta namanya jika...