Limabelas

8 0 0
                                    

Packing adalah hal yang paling aku benci, setelah Archer dan mungkin Voldemort. Kegiatan ini pasti akan selalu menyisakan kamar yang seperti tempat pembuangan sampah, alias super berantakan, sekalipun aku sudah sebisa mungkin melakukannya dengan rapi.

Aku menghela nafas panjang setelah menahan nafasku saat berusaha menutup koperku yang sepertinya terlalu penuh. Tapi mottoku adalah 'selama masih bisa tertutup, masih aman'.

Aku membuka ponselku. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi hari senin. Hari ini kami semua akan pergi Live In. Tak ada pesan dari Arielle maupun Cara. Pastinya mereka semua masih sibuk mengemas baju mereka.

Aku memutuskan untuk meletakkan baju-baju yang tidak kubawa kembali ke dalam lemari. Sungguh, aku tak ingin kembali ke kamar ini dan dihadapkan dengan kamar yang super berantakan.

Aku mengambil handuk dan langsung pergi mandi. Air dingin yang mengenai kulitku langsung membuat rasa kantukku hilang, walau sepertinya aku tetap membutuhkan segelas kopi karena jadwal tidurku yang agak berantakan karena homecoming.

Dresscode untuk kegiatan Live in hari pertama adalah kaos hitam. Aku memutuskan untuk memakai kaos hitam dan celana army. Tak lupa juga kumasukkan Pypy kedalam ranselku.

Suara-suara orang berlalu lalang di sepanjang koridor bisa terdengar. Sepertinya sudah banyak siswi yang menurunkan barang-barangnya ke lobby. Aku memutuskan untuk mengintip dari pintuku. Memang benar aku bisa melihat Sandra sedang mendorong kopernya kearah lift.

"Hai," sapaku.

Ia balik membalas sapaanku dengan senyuman manisnya. Sandra Agathe Lehmann. Gadis keturunan jerman berambut pirang dan bermata kehijauan. Teman Xafier sejak kecil. Sandra adalah seorang penari ballet. Memang bisa terlihat jelas dari siluet tubuhnya yang cantik. Anaknya sangat feminim dan lemah lembut. Banyak sekali siswa yang menyukainya. Tapi Sandra jarang terlihat di sekolah. 70% waktunya dihabiskan untuk berlatih ballet di luar sekolah. Ia akan datang ke sekolah untuk mengambil ujian dan mengumpulkan tugas saja.

"Mau vitamin?" tawarnya.

"No thanks, I'm good. Mau kebawah bareng, San?" tanyaku.

"Boleh,"

"Sip. Just let me grab my things. Mau masuk?" tawarku sambil membuka pintu kamarku.

Sandra mengangguk dan memasukkan kopernya ke dalam kamarku. Ia mengamati sekeliling kamarku lekat-lekat. Rasanya agak memalukan karena kamarku sedang tidak serapi biasanya.

"Kamar lo rapi tipikal siswi teladan ya. Ada kamar mandinya lagi, aduh enak banget," katanya kagum.

"Thanks. Lagi berantakan banget ini. Mau kopi ga by the way? Gue ada kopi di kulkas,"

"Oh, gak. Gue lagi diet. Bentar lagi bakal ada seleksi lomba balet internasional," jelasnya.

Aku hanya ber-oh ria. Sebenarnta aku tak mengerti kenapa Sandra harus melakukan diet. Perawakan Sandra sudah hampir sempurna, mirip dengan model-model Victoria Secret yang menawan. Kalau dia saja digolongkan gemuk, aku ini digolongkan apa? Babon? Atau kera sakti?

Sebelum aku keluar kamar, aku memutuskan untuk memakai liptintku ulang. Seperti para wanita rempong lainnya, aku menawarkan Sandra apakah dia mau meminjam liptintku.

Tak ada jawaban darinya. Aku yang merasa aneh dengan posisi menawarkan liptint langsung memandang kearah Sandra yang kini sedang tenggelam dengan pikirannya di depan cermin. Ia memegang freckles kecil di kedua tulang pipinya, dengan sesekali menggigit bibir bawahnya. Wajahnya menegang. Bulir keringat bisa terlihat di dahinya. Rasa kekecewaan maupun kesedihan bisa terlihat jelas di wajahnya. 

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang