Enambelas

5 0 0
                                    

Ah, akhirnya keheningan di jalan pagi paling mendebarkan itu dipecahkan oleh Kelvin yang berlari memanggil Hayden.

"Si Kelvin kenapa nyariin lo kayak orang gila gitu ya?" tanyaku, bingung karena Kelvin berlari seperti orang kesetanan itu.

"Gatau juga ya. Yuk cepetan kita samperin aja daripada dia bikin malu sekolah," ujarnya sambil berlari kecil mendekati Kelvin.

"Kel, lo napa si teriak pagi-pagi. Pamali tahu. Kayaknya suara si ayam jago aja kalah sama suara lo," candaku.

"Lo pada mau tahu ga? Atau mau tempe?" Dengan suara yang serakpun, karena berteriak sedari tadi, Kelvinpun masih bercanda. Sayangnya, karena pagi masih belia, tak ada salah satu dari kamipun yang mengerti lawakannya.

"Hah? Apaan sih maksudnya?" kataku tak sabaran.

"Ah, lo pada gaasik. Masa ga dapet jokes gue sih," balasnya sambil cemberut, kecewa karena lawakan garingnya itu tak dimengerti.

"Seriusan, ada apaan sih?" balas Hayden.

"Nih, 3 hari yang lalu, Darren minta tolong ke gue buat cari tahu tentang contekan ujian sejarah. Dan... look what i found," jelasnya antusias sambil membuka tasnya dengan terburu-buru, mengeluarkan selembar kertas yang sepertinya telah ditempel ulang.

"Jangan bilang itu contekan Fanny?"

"Yak. Ding-ding-ding kepada Aretha. Dengan adanya ini, harusnya mereka bisa dapet poin pelanggaran yang gede dan kena skorsing." Kelvin terlihat senang dan bangga terhadap hasil kerjanya.

"Gue tahu lo banyak 'intel' tapi gue ga nyangka lo bisa dapetin secepet ini," aku Hayden yang juga tampak kagum dengan pekerjaan Kelvin.

"Intel gue cepet, bro," balasnya masih terus membanggakan diri. Memang seperti itulah Kelvin, percaya diri.

"Jadi lo nemu dimana?" tanyaku sambil melihat lembaran kertas yang kini disusun dan disolatip kembali.

"Di tong sampah deket lift asrama cewek,"

Aku melihat kertas itu sejenak. Ada yang janggal dari kertas contekan ini.

"Guys, kayaknya ini bukan contekan biasa. Coba liat deh," kataku sambil mendekati Kelvin dan Hayden yang juga penasaran dengan contekan itu.

"Ini bukannya soal ulangan sejarah kita? Gue inget betul, soalnya gue salah di nomor 4. Dan soal-soalnya bahkan sampe urutannya sama persis. Lo pada ngerti ga sih, duh. Susah jelasinnya," jelasku, frustasi karena aku tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata.

"Oh, jadi maksud lo, mereka udah tau soalnya dan disini itu langsung jawabannya. Mereka tinggal salin doang kan." Hayden membantuku menjelaskannya pada Kelvin.

"Iya gue ngerti maksud lo. Berarti kalo kayak gini, kasusnya makin rumit dong. Artinya ada guru yang bocorin soal ujian." Kelvin mulai mengacak rambutnya frustasi. Memang tak ada yang menyangka kasusnya jadi serumit ini.

Akhirnya, kami semua memutuskan berpisah dan mendiskusikannya malam ini, beramai-ramai. Hayden mengantarku sampai ke pagar rumah dan aku bisa melihat Cara dan Arielle yang masih duduk di teras dengan wajah mengantuk. Cara memang bukan morning person, tapi Arielle biasanya bangun cukup pagi. Mungkin ia ingin beristirahat. Kapan lagi kita bisa berpergian tanpa memikirkan ulangan ataupun tugas, NuKas sendiri kan memang terkenal dengan tugas yang melimpah.

Hari-hari di desa sangat menyenangkan. Kami berempat pergi ikut dengan suami Bu Tari, Pak Marko, ke sawah. Hamparan sawah yang luas dan mulai menguning itu menghangatkan hati. Sesekali kami tertawa karena melihat Cara terjatuh ke dalam sawah karena pematang sawah yang licin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang