Duabelas

8 5 1
                                    

"Gue bakal pake dress biru dongker, Hay," kataku kepada Hayden yang sedang sibuk dengan laporan kimianya.

"Blue looks great on you," balasnya dengan mata yang masih tertuju ke layar laptopnya.

Aku mengangguk dan meneguk lychee tea milikku sambil melanjutkan laporan milikku.
Hayden menutup laptopnya dan mereganggakan tubuhnya yang mulai kaku karena berdiam selama 2 jam terakhir ini.

"Ngobrol dulu yuk, Ar. Gue capek."

Aku memencet tombol save dan menutup laptopku.

"Jessy sama Fanny nyontek ya?" tanyanya.

"Menurut Kelvin sama Gerald sih iya," jawabku.

"Terus terang, kalo Jessy nyontek gue masih biasa aja. Tapi kalo Fanny, dia kan salah satu murid teladan. Bakal jadi big news banget kalo ketahuan kan,"

"I agree," jawabku singkat.

Kami bercakap-cakap sejenak lalu melanjutkan laporan kimia kami yang menunggu untuk dikerjakan.

Langit mulai berwarna jingga. Cafe Oliver sendiri sudah mulai dipenuhi oleh siswa-siswi yang ingin  berkumpul bersama teman-temannya. Aku dan Hayden yang tak suka dengan tempat ramai sebagai tempat belajar kami memutuskan untuk kembali ke sekolah untuk makan malam.

Tempat makan malam sudah lumayan ramai. Hayden mengajakku untuk bergabung dengan Xafier yang sedang makan sendirian di meja paling ujung. Oke, Xafier terdengar seperti anak yang terbully, tapi percayalah, justru dia salah satu anak keren di sekolah ini. Hanya saja memang kelakuannya seperti patung hidup. Pelit bicara. Jadi orang-orang takut bicara dengannya.

"Abis kemana lo berdua ?" tanya Xafier.

"Cafe Oliver, biasa," jawab Hayden.

"Oh," Xafier hanya mengangguk pelan dan melanjutkan kegiatan makannya.

"Aretha," sebuah suara memanggil namaku dari kejauhan. Aku menengok dan mencari siapa pemilik suara itu.

Dan, keputusan yang buruk untuk mencari siapa pemilik suara itu. Seharusnya aku pura-pura tuli saja. Itu akan 1000 kali lebih baik.

Archer, manusia yang paling kuhindari se antero Nusa Angkasa, datang menghampiriku dan langsung duduk dengan santai di samping Hayden. Manusia ini tak akan datang jika tak ada kepentingan.

Dan, tebakankupun benar.

"Ar, lo pasti gaada date ke homecoming kan. Daripada dateng sendiri, mending sama gue aja,"

Bisakah orang ini lebih sopan sedikit. Laki-laki mana yang menghina wanita yang ingin diajak sebagai datenya.

"Aretha pergi sama gue," jawab Hayden.

Hening. Kali ini keheningan yang sangat awkward. Waktu seakan berjalan 100 kali lebih lambat. Ditambah lagi dengan berapa pasang manik mata yang memandangi kami seperti ikan-ikan di aquarium.

Tak ada balasan dari Archer. Aku juga tak berniat mengatakan apa-apa. Tak peduli dengan nasib Archer, akhirnya, aku kembali melanjutkan aktivitasku yang sempat terganggu sebelumnya, alias makan, meninggalkan Archer yang masih duduk di sebelah Hayden seperti orang idiot.

Sierra dan Macey menghampiriku dan menarik lenganku ke meja yang hampir penuh diduduki oleh teman-teman perempuan kami.

"Omg, lu pergi ke homecoming sama Hayden?" pekik Sierra.

"Cerita-cerita dong," kata Macey.

Kini semua perhatian di meja ini kembali terpusat pada diriku.

ArethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang