Seokjin menuntun Seulra berjalan dengan perlahan di koridor rumah sakit. Beberapa perawat ataupun dokter sesekali membungkuk ke arah sang atasan yang sedang bersama sang istri.
Seulra berjongkok sejenak. Tangan kirinya masih setia di genggam oleh Seokjin. Pria itupun ikut berjongkok sembari mengusap punggung sang istri yang tengah kesakitan. Seokjin dapat merasakan remasan di tangannya menguat. Itu pertanda bahwa istrinya sedang sakit bukan main.
"Oppa..." rengeknya. Gadis itu bersandar di bahu Seokjin dengan posisi yang masih berjongkok. "Sakit." lirihnya lagi.
Seokjin mendekap sang istri lebih dalam. "Iya, sayang. Bertahan, ya? Oppa disini."
Desisan itu sudah ratusan kali terdengar di telinga Seokjin. Ingin saja rasanya ia yang menggantikan posisi sang istri untuk melahirkan sang buah hati. Tapi sayang, itu tidak mungkin terjadi. "Oppa, ayo jalan lagi. Kata kak Minhee, aku harus banyak berjalan." Seulra bangkit dibantu oleh Seokjin.
Sudah sekitar satu Jam sepasang suami istri ini harus bolak balik mengelilingi koridor. "Oppa, aku bosan. Ayo ke rooftop."
Bukannya Seokjin tak ingin memenuhi keinginan Seulra. Pasalnya ini sudah dini hari. Angin malam sungguh tidak bagus untuk istrinya. "Sayang, sudah ya jalan-jalannya. Lebih baik kita istirahat di kamar."
Dengan tiba-tiba Seulra memukul lengan Seokjin. "Dasar tidak pengertian! Oppa pikir ini tidak sakit apa huh?! Aku mencoba mengalihkan rasa sakit, oppa malah tidak mengerti." gadis itu duduk dengan tiba-tiba di lantai dan menangis.
"Seulra, jangan begini sayang." Seulra tidak menghiraukan Seokjin. Bahkan tangisnya bertambah keras. Beberapa perawat datang menghampiri, memastikan keadaan. Tetapi Seokjin mengisyaratkan untuk pergi saja dan jangan ikut campur. Para perawat itu langsung pergi menghilang dari pandangan Seokjin. "Oke, kita ke rooftop. Jangan menangis lagi, sayang." Seokjin lagi-lagi memeluk dan membantu istrinya bangkit.
Seokjin patut mendapat predikat suami tersabar dan terbaik sejagat raya sepertinya. Dengan sabar ia mendampingi Seulra yang berjalan seperti siput dengan perut besarnya. Belum lagi terkadang mereka harus berhenti karna perut Seulra yang bereaksi.
Mereka duduk di salah satu bangku panjang yang disediakan di atas rooftop. Jangan berpikir rooftop di rumah sakit ini menyeramkan, ya. Pasalnya rooftop disini lebih tampak seperti taman. Sengaja di desain agar pasien dapat menenangkan pikirannya.
Seperti Seulra yang bersandar nyaman di pundak Seokjin dengan mata terpejam. Seokjin sudah tentu merangkul sang istri agar tak kedinginan. Jas dokternya juga sudah berpindah ketubuh Seulra. Entahlah Seulra benar-benar tertidur atau hanya memejamkan matanya. Ia nampak tenang bersandar di pundak sang suami. Apapun itu, Seokjin sama sekali tidak berniat mengganggu. Selama tiga hari ini Seulra terus uring-uringan merasakan sakit perut menjelang persalinan. Bahkan ia sama sekali tak pernah tidur nyenyak. Jadi Seokjin memberikan waktu agar Seulra menikmati waktunya.
"Oppa?"
"Ya, sayang?"
"Aku mengantuk."
"Mau kembali ke kamar?" Seulra mengangguk. "Ayo biar kugendong."
Seulra tidak ingin menolak. Karna rasanya memang mengantuk sekali diterpa angin malam seperti ini. Pertanyaannya adalah, apakah Seokjin kuat? Tentu saja. Selama ini bahkan Seulra harus digendong jika naik turun kamar. Kehamilan yang kedua ini agak lemah, dan tak memperbolehkannya terlalu lelah. Bukan ingin bermanja, pernah sekali saat Seokjin sedang sibuk di rumah sakit, Seulra turun kebawah untuk mengambil air minum, dan melakukan beberapa pekerjaan ringan lainnya, namun berakhir wanita itu mengalami pendarahan. Bersyukur tidak terjadi apapun pada kandungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUSBAND [BTS SEOKJIN]
FanfictionWanna know more about this story? Let's check it out!