" Barang-barang sudah semua kan. Jangan sampai ada yang ketinggalan," gue hanya jawab dengan anggukan kepala.
" Udah siang nih mah, pah, bang. Nadia pamit yah. Jaga kesehatan kalian di sini. Nadia akan selalu rindu pada kalian," ucap gue dan kamipun berpelukan. Berat sebenernya ninggalin mereka, tapi ini keputusan papah dan gue harus nurut.
" Kamu hati-hati bawa mobilnya yah sayang. Kalau udah sampai kabari kami," ucap papah di sela sela pelukan kami.
" Pasti pah,"
Perjalanan dari kota tempat Nadia tinggal ke desa Tante Rere memakan cukup banyak waktu. Hingga sore pun menyapa dan sampailah kini Nadia di depan rumah tantenya.
" Assalamualaikum Tante, ponakanmu yang cantik ini sampai dengan keadaan sehat tanpa lecet sedikitpun," teriak Nadia menggedor pintu
" Waalaikumsalam, astaga bisa kan nggak usah pake teriak? Sakit ini kuping Tante. Nggak malu emang kalau di denger tetangga," omel Tante Rere mendramatisir yang di jawab dengan cengiran oleh Nadia.
" Tante aku capek tau berdiri terus. Suruh masuk kek," kesal Nadia nyelonong. Tante Rere yang melihat itu memutar bola matanya malas.
" Tan, sepupu aku kemana Tan," tanya Nadia
" Main mungkin. Kebiasaan abis pulang sekolah langsung main," jawab tante Rere
Nadia berjalan menuju kamarnya dengan tampang yang bisa di bilang kelelahan. Yap, Nadia memang tak biasa bepergian jauh dan menyetir sendiri. Dan sekarang lihatlah dia tertidur lelap tanpa berganti pakaian dan mandi terlebih dahulu. Orang tuanya kalau melihat itu mungkin akan marah. Beruntung Nadia berada di rumah tantenya.
Nadia POV
Dingin, itu yang sekarang gue rasain. Perlahan gue membuka mata. Kalau kata orang sih ngumpulin nyawa haha. Dan yang pertama gue liat saat mata gue terbuka sempurna adalah seorang cowok tepat di depan pintu kamar gue. Siapa lagi kalau bukan sepupu jelek gue.
" Heh jelek, ngapain lu berdiri depan pintu kamar gue. Mau jadi bodyguard lu?!" ucap gue.
" Enak aja lu ngatain gue jelek. Ganteng-ganteng gini dibilang jelek," jawab Bara sinis.
Okee, jadi mamanya Bara. Albara Aditia. Anak tunggal Tante Rere dan Om Zidan. Mereka kalau ngomong sama gue make bahasa Indonesia tapi kalau sama orang lain pake bahasa Jawa. Maklum Meraka tinggal di Jawa tengah pasti ngomongnya pake bahasa Jawa.
" Jelek gitu di bilang ganteng," gumam gue yang masih bisa di dengar Bara.
" Serah lu dah. Buruan turun makan udah di tungguin di bawah," ucap Bara yang langsung melenggang pergi.
" Sialan gue di tinggal," monolog gue
Nadia end
" Malam semua. Maaf jadi pada kelaparan nungguin Nadia hehe," ucap Nadia cengengesan
" Sante aja Nad," celetuk om Zidan
" Oiya Nad, besok kamu udah mulai masuk sekolah om udah urusin semua berkas pindahan kamu," lanjut Zidan, om nya Nadia.
" Iya Mas, besok kamu berangkat bareng Bara yah," sambung Tante Rere.
" Iyaa om, Tante,"
" Awas aja kalau lu besok bangun siang. Gue tinggal lu," ancam Bara.
" Yahh, mainnya ngancem. Gaseru lu," ucap Nadia.
" Bodoamat," cuek Bara
" Tan, tuh anak tante. Nyebelin banget sih," adu Nadia.
" Bara, jangan gitu ihh," ucap Tante Rere. Bundanya Bara.
" Dasar tukang ngadu," gerutu Bara
" Biarin wlee," Nadia memeletkan lidahnya, mengejek Bara.
"Bara jelek," ejek Nadia
"Lu yang jelek,"
"Lu"
"Lu"
"Lu"
" Udah-udah jangan berantem. Sana kalian tidur besok sekolah," lerai om Zidan.
" Udah kuy tidur. Jan lupa bangun pagi. Good night princess, sepupu jelek gue," ucap Bara cengengesan.
" too Bara butik," jawab Nadia sewot
~TBC~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadya [ON GOING]
Fiksi RemajaSeorang remaja yang disebut sebagai gadis desa karena tinggal di desa. Sampai akhirnya, ia di suruh orang tuanya pulang ke Jakarta. Dan bersekolah di sekolah milik ortunya. Siapa sangka ternyata ia adalah anak dari orang pengusaha terkaya nomor 1 di...