Ini sudah dua hari sejak James Arthur menyatakan perasaanya. Dan dia langsung sibuk dengan pekerjaannya. Sementara Adellina masih sibuk dengan perasaannya. Antara bahagia dan ragu.
Adellina bahagia karena pria sempurna itu menyukainya. Tapi ia ragu dengan kelanjutan hubungan yang tercipta ini. Benarkah Tuan Arthur sudah menganggapnya sebagai kekasih?
Kesibukannya di kantor membuat jarak tersendiri dengan Adellina. Ditambah ketidak bebasan mereka dirumah. Walau Adellina sendiri yg meminta Tuan Arthur untuk tidak memperlihatkan hubungan mereka didepan para penghuni rumah yang lain, ternyata justru membuatnya semakin tidak percaya diri. Benarkah mereka sepasang kekasih?
Adellina masih menerawang di atap kamarnya. Sudah pukul 20.30. Tentu para pekerja sudah beristirahat dikamarnya masing-masing.
Cling!
Ada suara pesan masuk di hp nya.
Kau sekarang dimana?
(Tuan Arthur)Adellina tersenyum. Akhirnya laki-laki itu mencarinya.
Dikamarku, tuan...
(Adelina)Datanglah ke kamarku sekarang.
(Tuan Arthur)Jangan sekarang tuan, tidak pantas.
(Adellina)Kalau begitu aku yang akan ke kamarmu.
(Tuan Arthur)Baik Tuan. Saya kesitu .
(Adellina)Bagaimana bisa pria itu mengancamku? Pikir Adellina. Tentu saja ia tidak mau Tuan Arthur kekamarnya. Itu sama saja memproklamerkan hubungan mereka diantara para maid. Dan tentu akan langsung menjadi bahan gosip. Bagaimana kalau ia dituduh sudah menggoda Tuan Arthur? Hell....
Dengan pelan dan sedikit berjinjit Adellina berjalan kearah kamar James Arthur. Kebetulan Kamar tuannya ada dilantai dua berhadapan dengan kamar Justin. Lokasi ini terpisah dengan kamar para maid. Sehingga lebih aman baginya untuk bertemu.
Ternyata James Arthur sudah menunggu di depan pintu kamarnya.
Begitu Adellina sampai didepannya ia langsung menarik tangan gadis itu masuk ke kamar.
"Aku sangat merindukanmu.... "
Adellina merinding saat pria itu berbisik tepat di telinganya.Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Memunculkan gairah aneh diantara keduanya.
"Tuan... Anda terlalu dekat. Bisakah anda agak mundur....? "
Adellina berusaha memutus kecanggungan ini.James Arthur baru sadar. Ia mengungkung gadis itu ditembok. Membuat gadis itu tidak bisa bergerak.
Ia sungguh tak bisa menahan perasaannya. Ia sangat merindukan gadis itu. Gadis yang sudah menjadi kekasihnya. Namun ia sadar. Adellina berasal dari Indonesia. Dalam budayanya berciuman masih tabu. Dan James sangat menghargai itu. Ia ingin membuat nyaman Adellina dulu. Meskipun sejujurnya ia ingin sekali mencium bibir ranum milik Adellina.
James Arthur mengambil sesuatu diatas nakas. Sebuah kotak beludru berwarna merah.
"ini untukmu, Adellina. "
Adellina menerima kotak tersebut dan membukanya.
Sebuah kalung kecil dengan liontin berbentuk dua hati yang saling bertautan.
Adellina bingung antara senang dan canggung. Bisakah ia menerima hadiah mahal ini? Ini sungguh sangat mewah baginya.
"Tuan... Ini terlalu mewah untuk saya.... "
"Sssttt... Kau kekasih James Arthur sekarang. Ini hadiah yang sangat kecil. Lain kali aku akan memberikan hadiah yang lebih indah. Sini aku pakaikan. "
Belum sempat memberi jawaban kembali, James sudah memasangkan kalung itu dileher Adellina.
James tersenyum.
"Kalung itu sangat pas dilehermu. Jangan pernah melepasnya. Itu tautan hati kita. Ok?"Adellina tersenyum ragu. Ia masih merasa tak pantas mendapat hadiah semahal ini. Ia merasa seperti gadis matre.
"Dan...panggil aku James saat hanya berdua!"
Bagaimana mungkin Adellina berani memanggil hanya namanya. Apakah itu pantas?
"Hem... Kau tidak mau? "
James Arthur tersenyum menggoda sambil mendekat ke Adellina. Membuat gadis itu menahannya.
"Baik tuan,.....saya lakukan. ... James. Ya... James""Aku tidak dengar, Adellina!"
"Ya, James. "
"Nah, begitu. Lebih terlihat seperti kekasih." James tersenyum puas.
James mencubit pipi Adellina yang merona merah.
Ini sungguh membahagiakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You Forever (END)
Romance(Warning 18+) Jika dengan menjual diriku aku bisa menyelesaikan masalah, akan kulakukan ! Kupikir nasib seperti ini hanya dialami gadis mengenaskan di dalam novel, ternyata akupun harus mengalami. Terluka? Jelas! Marah? Tentu! Tapi apa dayaku...