"Tuan? Nyonya besar ingin menemui anda." Suara berat itu mengalihkan perhatian Mew dari salah satu artikel yang sejak seminggu lalu membuat kepalanya pening.
"Apa sudah ada kabar dari Cherreen?" Mew memijat pelan pelipisnya.
"Belum tuan. Tapi saya sudah meminta beberapa orang kita untuk terus mencari informasi terbaru tentang Nona Cherreen." Sekretaris sekaligus asisten pribadi Mew itu menundukan kepalanya. Takut jika Tuan-nya akan marah besar.
"Beritahu jika ada perkembangan. Dan biarkan Ibuku masuk."
"Baik Tuan, saya permisi dulu." Dengan sedikit membungkuk, laki-laki berjas hitam itu perlahan menuju pintu.
"Ehm Boun! Buatkan aku chamomile tea. Kepalaku rasanya mau pecah."
Yang dipanggil namanya hanya menganggukan kepala dan membuka pintu sebagai jalan masuk untuk wanita yang sudah beberapa menit yang lalu menunggu dibaliknya. Wanita itu masih terlihat cantik diusianya yang menginjak kepala lima. Walaupun garis usia sudah terlihat dibeberapa tempat, namun tidak ada yang bisa membantah charisma yang dipancarkan.
"Mew! Aku ini Ibumu. Kenapa harus meminta izin dulu sih untuk masuk ke ruangan anaknya sendiri?" Boun segera menutup pintu—setelah memberi salam pada Nyonya Jongcheveevat—sebelum pertengkaran Ibu dan anak itu terdengar oleh karyawan lainnya.
"Bu."
"Apa untungnya memiliki anak seorang presdir kalau mau masuk ruangannya saja harus dapat izin dulu."
"Bu."
"Lihat ini!" Sang ibu mengambil beberapa kertas yang tergeletak diatas meja besar dihadapannya. "Setiap Ibu kesini, kamu selalu saja sibuk dengan rapat dan berkas. Wajar calon istrimu itu meninggalkan—"
"IBU." Nyonya Jongcheveevat terdiam untuk beberapa saat, menyadari ucapannya yang sudah keterlaluan. Perlahan wajah kesalnya tergantikan oleh raut sedih bercampur khawatir.
"Mew? Are you okay honey?" Dengan suara lembut Sarocha menghampiri anak sulungnya itu.
"Aku juga lelah bu." Mew mengangkat wajah lelahnya pada wanita yang paling dia hormati itu.
"Tapi jika aku lengah sedikit saja, perusahaan yang sudah Ayah bangun dari 0 ini akan lenyap dalam sekejap, Bu. Banyak orang yang menantikan kehancurahan keluarga kita diluar sana." Sarocha sangat mengerti beban berat yang selalu diemban anak sulungnya sejak kematian suaminya. Jujur, orang tua mana yang menginginkan anaknya tersiksa?
"Apa sebegitu pantasnya diriku untuk ditinggalkan, Bu?" Wanita bersurai sebahu itu langsung memeluk anak tertuanya penuh sayang.
"Tidak ada manusia yang pantas untuk merasakan sakit sayang." Sambil sesekali menyisir pelan rambut anaknya.
"Kenyataannya Cherren meninggalkanku tanpa kabar sedikitpun bu." Mew semakin menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher ibunya.
"Mungkin dia bukan yang terbaik untukmu, tuhan sedang menjauhkanmu dari yang bukan jodohmu. Lagipula, dari awal Ibu sudah bilang bahwa ibu merasa kurang pas dengan gadis itu. Tapi kamu malah mau membawanya ke pelaminan."
"Tapi pernikahanku tinggal seminggu lagi Bu. Gedung dan makanan sudah dipesan, bahkan undangan pernikahanku juga sudah disebar. Kalau orang tau aku ditinggalkan oleh calon istriku, nama baik Jongcheveevat akan tercemar. Apalagi kalau mereka sampai tau yang meninggalkanku adalah seorang model." Hanya pada Sarocha, Mew bisa seterbuka ini. Dibalik sikap tegas dan dinginnya, Mew hanyalah anak sulung yang butuh perhatian.
![](https://img.wattpad.com/cover/228251883-288-k433339.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Perasaan [ MewGulf ]
Fanfiction[Love Scenario Series - Terjebak Perasaan] 1ST STORY WARNING! SLOW UPDATE! •••••••••••••••••••• "Ingat! Aku menikahimu hanya untuk menghindari gosip yang akan mencemarkan nama baik keluargaku dikalangan kolegaku. Jadi jangan berharap banyak atas per...