• Dua •

10.1K 889 66
                                        

Malam itu, Cafe tempat Gulf bekerja tak seramai biasanya. Mungkin hujan deras menjadi salah satu faktor penyebabnya. Pandangan Gulf terpaku pada segerombolan remaja yang berlarian dengan berpayung tas mereka. Sambil sesekali tertawa lepas melihat temannya yang terkena cipratan mobil.

Vivãpolo.

Nama Cafe itu Gulf sendiri yang menciptakannya. Walaupun dirinya tidak melanjutkan kuliah seperti temannya yang lain, tapi bakat berbisnisnya memang sebuah talent yang diwariskan dari almarhum Ayahnya.

Dengan berbekal sedikit modal sisa peninggalan orangtuanya, Gulf dengan berani membeli sebuah ruko kecil di tempat yang memang selalu dilewati oleh orang-orang. Gulf tidak bisa membuat kopi, atau bahkan memasak makanan yang cantik. Tapi dia bisa berbisnis. Hanya dengan kemampuan itu, Gulf mengajak 2 orang sahabatnya untuk bergabung mendirikan Cafe bersama.

"Gulf jangan melamun!" Itu suara Bright. Bright merupakan satu diantara 2 teman yang diajaknya untuk berbisnis, laki-laki yang tingginya hampir sama dengan Gulf itu sangat pandai membuat masakan yang berkelas. Karena memang Bright mengambil jurusan kuliner di kampusnya, dekat Cafe mereka.

"Biarkan saja Bright. Temanmu itu sedang meratapi nasibnya." Sedangkan laki-laki yang jarang tersenyum itu namanya Fluke. Dia adalah pembuat kopi terenak yang pernah Gulf kenal. Mereka bertiga teman sekelas dari sekolah menengah pertama. Mereka pernah berjanji untuk selalu bersama sampai tua nanti. Makanya saat Gulf menawarkan Bright dan Fluke untuk membuka Cafe setelah lulus SMA, antusiasme mereka bahkan melebihi yang Gulf bayangkan.

"Aku tidak melamun! Hanya memperhatikan para remaja itu, mengingatkanku pada masa kita sekolah dulu." Gulf bersandar didekat kasir.

"Tanda-tanda seseorang sudah mulai menua adalah selalu mengingat masa lalu!" Fluke memang punya mulut yang tajam.

Tak butuh waktu lama untuk Vivãpolo dikenal dikalangan pelajar SMA, mahasiswa bahkan pekerja kantoran disekitaran. Karena memang wajah ketiga laki-laki itu sangat ikut andil dalam promosi Cafe dari mulut ke mulut.

Dan dalam kurun waktu 2 tahun, mereka bisa membeli 2 ruko disebelahnya untuk memperluas Vivãpolo.

"Lihat keluar, Ibumu datang lagi." Perkataan Bright membuat 2 pasang mata lainnya mengarah pada mobil hitam yang berhenti tepat didepan Cafe. Sampai suara bel yang terantuk pintu menyadarkan mereka.

"Tante ada apa?" Gulf dengan ramah mengamit lengan wanita bergaun coklat itu.

"Hanya mampir sayang. Apa tidak boleh Tante sering-sering mampir kesini?" Wanita itu sedikit mengeluh, kenapa semua orang suka sekali membuatnya kesal hari ini.

"Tentu tidak apa-apa Tante, apalagi kalau tante kesini untuk memborong kueku." Bright memang tidak tau malu.

"Terimakasih Bright! Kamu memang yang terbaik."

"Caramel Latte dengan 1 sendok gula dan extra single shot." Suara Fluke dengan sedikit senyum diujungnya membuat Sarocha semakin melebarkan senyumnya.

"Fluke! Menikahlah dengan anak keduaku." Fluke yang sudah sering mendengar kalimat itu hanya bisa terkekeh pelan. Tanpa sadar Gulf juga ikut tertawa. Sejak orangtuanya meninggal, setiap kali pelukan dan senyuman Tante Sarocha membuat hatinya menghangat.

"Gulf. Besok makan malam dirumah tante ya? Tante mau mengenalkanmu dengan anak pertama tante. Mau ya?" Tiba-tiba Tante Sarocha mengambil kedua tangan gulf yang berada diatas meja kasir. Mereka memang hanya berdiri didepan kasir sejak tadi.

"P'Mew maksud tante?" Bukannya Gulf ingin berlagak sok kenal, tapi hampir setiap hari tante Sarocha akan berkeluh kesah pada Gulf tentang ketiga anak-anaknya.

Terjebak Perasaan [ MewGulf ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang