Chapter 10 : Actual facts

35 8 1
                                    

"Hargai sebelum pergi, genggam sebelum menghilang, karena semua orang tau. Kalau mempertahankan tak semudah mendapatkan"

~D~

Ruby menggigit bibir bawahnya gugup. Matanya berkaca-kaca, dan kedua bahunya bergetar hebat. Akhirnya setelah sekian lama, ia bisa bertemu dengan sahabatnya itu.

Di hadapan nya telah beridiri seorang pria yang sudah memporak-porandakan hatinya sedari dulu. Teman SMP yang katanya juga menyukai dulu.

Dia sudah menceritakan segalanya, tapi pria itu tak kunjung membuka suara, ia menatap Ruby dengan alis terangkat terus menunggu Ruby berbicara hingga selesai.

"Dan lo tau siapa pria itu?"

Sang empu menggidikkan bahunya acuh terlihat tidak peduli.
"Itu lo. Lo masih belum ingat?"

Pria itu menjilat bibir bawahnya pelan. Alisnya bertaut seakan sedang berpikir keras.
"Kau yakin itu aku? Bahkan aku tidak mengingatnya sama sekali." Pria itu meminum air yang sedari tadi di genggamannya seraya menghela napas kasar.

Ia pun mendudukkan dirinya di bangku taman. "Kau jangan terlalu berhalusinasi." Ucapnya dengan helaan napas.

Ruby memejamkan matanya mendengar pernyataan pria itu yang seolah menganggapnya benar-benar berhalusinasi.

"Gue gak sedang ngehalu. Lo kenapa gak ingat?! itu lo Gio, gue gak ngerti kenapa lo bisa ngelupain Gue. Gue..."

"...Gue kangen lo." Ruby perlahan berjalan mendekati Gio, memeluk pria itu erat. Air mata mengalir di pipinya. Pikirannya bercampur aduk. Anatara senang juga sedih. Senang  karena akhirnya bisa bertemu dengan Gio sekaligus sedih karena pria itu tak mengingat dirinya. Ia semakin memeluk pria itu erat membenamkan wajahnya di sana. Melapas kerinduan yang selama ini di pendamnya sendiri.

Tubuhnya tersentak ketika Gio dengan kasar nya melepas kedua lengannya yang melingkar di tubuh pria itu hingga tubuhnya terjatuh di tanah yang beralaskan rumput.

"Gio.." Ruby berucap lirih, matanya mengadah ke atas menatap Gio yang juga menatap dengan tatapan sinis.

Mata itu, mata merah anggur yang dulunya selalu membuat nya tenang. Sekarang mata itu selalu membuat nya ingin men.angis jika mengingat pemiliknya.

"Kita tidak saling kenal. Jangan bersikap di luar batas mu." Gio menatap Ruby sinis.

Ruby mengusap air mata yang mengalir di pipinya, "kenapa kau masih belum mengingatku? apa kau lupa dengan janjimu dulu?"

"Seperti nya kau salah orang." Gio berjalan meninggalkan Ruby yang menatap kepergiannya dengan nanar.
Ia memegang dadanya yang terasa sakit. Kenapa bisa sesakit ini?

Apa perkataan Berlian kemarin  memang benar? bahwa tak seharusnya ia mengharapkan Gio yanga tak kunjung mengingat dirinya? bahkan itu hanya cinta semasa smp yang kata orang cinta monyet. Tapi jika memang itu benar? Kenapa Ruby masih tidak bisa melupakan pria itu? Jika Gio memang bukan jodohnya siapa saja tolong bantu dia untuk melupakan semua ini. Ruby memeras tangannya pelan dan tersenyum miris.

"Ruby?" tepukkan seseorang di bahunya membuat ia mengalihkan pandangannya dengan cepat.

"Kenapa nangis?" Ruby mengadahkan wajahnya menatap pria itu sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Pria itu berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan Ruby yang terduduk lemah di tanah.

"Kenapa nangis hem.." Ruby menunduk ia memeluk pria itu erat sambil membenamkan wajahnya di sana tanpa berbicara apapun.

Pria itu menghela nafasnya seperti nya Ruby memang tak ingin bicara dengannya sekarang. Pria itu mengusap pelan kepala Ruby menenangkan gadis itu.

Setelah dirasa cukup, Ruby melepas pelukannya. Ia menatap wajah pria itu.

"Jasper lo kenapa lama?"

Ruby dan Jasper memang sudah dekat semasa SMA ini, mengingat ibu pria itu merupakan sahabat mamanya.

Mamanya juga tak jarang mengunjungi rumah Jasper bersama dengan Ruby seperti sekarang ini. Begitu juga sebaliknya. Itulah sebabnya Ruby dan Jasper bisa dekat karena sering bertemu. Mereka bisa di katakan sahabat.

Namun tanpa di sadari Jasper ternyata menyimpan rasa pada gadis itu. Ia menganggap Ruby lebih dari sekedar sahabat. Tapi berbeda dengan Ruby yang memang tidak peka dengan keadaan. Ia mengira Jasper hanya menganggap nya sebagai seorang sahabat. Tanpa tau perasaan pria itu yang sebenarnya. Memang persahabatan antara pria dan wanita itu tidak pernah ada yang nyata, selalu ada sesuatu di baliknya

Jika kalian bertanya kenapa di lingkungan sekolah mereka seolah tidak mengenal? Jawabannya karena di luar, mereka tak sedekat di sekolah karena mereka mempunyai sahabat masing-masing di sekolah. Jasper dengan para sahabat nya begitu juga Ruby.

Hari ini wekeend, itulah sebabnya mamanya datang dan mengajak Ruby ke rumah Jasper untuk ikut dengannya arisan. Ruby yang memang hanya anak tunggal mengikuti kemauan ibunya karena terlalu malas di rumah terus. Ingin jalan-jalan juga pasti tak akan di ijin orangtuanya karena takut Ruby kenapa-napa. Maklum anaknya cuma satu, terlalu di sayang, tidak boleh sampai lecet sedikit pun.

Ruby yang notabenenya tidak suka dengan keramaian mengajak Jasper untuk meninggalkan rumah dan berjalan-jalan di sekitar taman di sekitar rumah Jasper. Perlu waktu beberapa menit bagi Jasper dan Ruby untuk mendapat ijin dari mama gadis itu. Wanita paruh baya itu akhirnya mengijinkan Ruby ikut bersama Jasper dan memperingati Jasper bahwa Ruby harus pulang dengan keadaan utuh tanpa lecet sedikitpun dan dengan bodohnya di iyakan Jasper.

Tapi tak kunjung lama berada di taman Ruby dengan sialnya bertemu dengan Gio yang ternyata satu komplek dengan Jasper.
Akhirnya setelah sekian lama tidak punya waktu untuk berbicara dengan pria itu. Ia akhirnya memiliki waktu sekarang. Tapi apa yang terjadi membuatnya sakit hati, ternyata penantiannya selama ini sia-sia. Kenapa Gio tidak mengingat nya? Apa pria itu lupa ingatan? atau Gio berpura-pura tidak mengingatnya? jika Gio hanya berpura-pura mengingatnya karena benci pada Ruby tolong katakan saja. Tidak perlu sampai berpura-pura lupa. Jika Gio memang berterus terang saja sudah tak menyukai nya lagi kenapa tak berterus terang saja? jika berterus terang Ruby akan mengerti dan bersiap mundur perlahan walau hal itu menyakitinya.

"Banyak pembeli, beli minum harus antri." Jasper menyerahkan satu botol aqua pada gadis itu. Ruby menerimanya dan meminumnya hingga tandas, tenggorokan nya terasa kering karena terlalu banyak menangis pagi ini. Dan dengan kurang ajar nya Ruby mengembalikan botol yang sudah kosong itu pada Jasper.

Jasper tak mempermasalahkan hal kecil tersebut. Ia membuang botol itu pada tong sampah yang berada dekat dengan bangku taman yang tadinya di duduki oleh Gio.

"Ayo pulang. Jangan terus duduk di situ. Lo diliatin orang." Jasper mengulurkan tangannya. Ruby menerima sambil menatap sekitarnya. Dan memang benar hampir semua orang memperhatikannya dengan pandangan yang berbeda-beda. Kecuali anak-anak yang sedang bermain tentunya.

Ruby meringis malu, sedangkan Jasper terkekeh melihat ekspresi gadis itu. Ia merangkul Ruby menuntunnya untuk pulang ke rumahnya.

"Gue pasti di marahi nyokap lo karena lihat lo nangis."

"Maaf" Ruby memperbaiki raut wajah nya dan mengubahnya dengan seulas senyum meski hidungnya memerah. Jasper mengangguk, ia memencet hidung Ruby yang memerah.

"Lo kayak badut." Ruby mencubit perut pria itu yang membuat Jasper tertawa.

***

TBC

Follow : meserrine


Vote dan komen ya...

My ID Is SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang