Chap 07

954 100 2
                                    

Shingo-san menegakkan badannya sesaat sebelum menjawab pertanyaan Sato-san, dan entah kenapa aku justru bersembunyi dan menguping pembicaraan mereka.

"Iya, Rama itu gay. Kita pernah bertemu di Amerika, kita merupakan rekan kerja. Lalu hubungan kita berdua adalah....."

Saat itu dengan spontan aku berdiri dan kembali ke meja makan tersebut dengan berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

Aku tidak mau jika Shingo-san mengatakan yang sebenarnya kepada Sato-san kalau kita berpacaran.

Ah tidak, maksud ku adalah mantan pacarnya.

Karena Shingo-san sudah memiliki istri, jadi hal ini tidaklah benar. Aku tidak mau di anggap sebagai perusak rumah tangga orang, terlebih dia itu bos aku sendiri.

"Maaaaf sudah menunggu lama. Apa bir nya kurang? Atau kalian ingin memakan sesuatu lagi?" Tanya ku dengan panik.

"Ah kesayangan ku telah datang, ayo sayang kita minum lagi." Tawar Shingo dan ia tidak sadarkan diri setelah itu.

Keadaan menjadi canggung bagiku, aku tidak tau harus berkata apa dengannya. Karena pandangan mata Sato-san slalu saja terasa tajam seakan ingin membunuh.

"Orang ini tidak pernah berubah, slalu saja merepotkan orang lain ketika sedang mabuk." Seru Sato-san.

"Apa bos tidak kuat dengan minum?" Tanyaku.

"Dia peminum yang baik, apa kau tidak tau itu? Bukan kah kalian rekan kerja saat di Amerika?"

"Eum... Itu benar, tapi aku tidak pernah melihat bos mabuk. Dia hanya minum dua atau tiga gelas saja selama kita disana."

"Baiklah, aku akan pulang dan mengantarnya. Kau masih mau disini atau mau pulang?"

"A-aku juga mau pulang..."

Sato merogoh kantong celana Shingo dan mengambil dompetnya, lalu Sato memberikan Rama sebuah kartu yang di ambilnya dan itu milik Shingo.

"Gunakan ini untuk membayar semua tagihan milik kita, aku akan menunggu mu di mobil." Seru Sato dan dia berjalan memapah Shingo.

"Tapi Sato-san... Aku akan bayar milikku sendiri."

Sato-san menolehkan kepalanya saat mendengar perkataan ku dan ia berkata, "Gunakan saja itu, kau tidak perlu membayar sendiri. Lagi pula tagihannya tidak seberapa dengan uang yang di milikinya."

Aku pun melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu milik Shingo-san dan datang menyusuli mereka yang sudah berada di dalam mobil.

Aku mengetuk jendela mobil itu dan Sato-san membukakannya.

"Sato-san ini kartunya, tolong sampaikan terima kasih ku kepada bos. Aku akan pulang duluan." Seruku dengan menyerahkan kartu dan di terima oleh Sato-san.

"Ini sudah larut, naiklah... Aku akan mengantarmu pulang." Tawar Sato dengan membukakan pintu belakang untuk Rama.

"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Lagi pula akan merepotkan Sato-san jika harus mengantarku pulang."

"Kalau kau juga sedang mabuk itu baru merepotkan ku, ayo cepat naik. Aku sudah membukakan pintunya juga kan."

"Baiklah kalau begitu..."

Dalam perjalanan, Sato-san menanyakan alamat rumahku dan mengantarkan ku lebih dulu.

Setelah sampai di rumah aku segera tidur karena merasa lelah.

Esok hari saat aku tlah tiba ke kantor, Shingo-san menghampiriku dan menarikku masuk ke dalam ruangannya dengan cara memaksaku.

Begitu kita masuk, Shingo-san mengunci pintu ruangannya dan ini membuatku berpikir yang aneh aneh.

Dengan tiba tiba Shingo-san memelukku dengan eratnya, aku menjadi bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Sejak dulu, tidak banyak hal yang di ceritakan oleh Shingo-san kepadaku.
Terkadang aku merasa tidak tau apa pun tentangnya, meski pun aku bertanya padanya, aku tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Shingo-san hanya akan terus memelukku dengan erat dan berkata, "Aku hanya ingin memelukmu, biarkan aku seperti ini untuk sementara waktu."

Aku menyadari jika ada masalah yang menimpanya, tapi apa yang bisa ku lakukan untuknya? Aku tidak tau permasalahannya apa.

Jadi aku hanya bisa terus memeluknya dengan erat dan berkata, "Tenanglah Shingo-san, semuanya pasti berlalu. Dan kau akan mendapatkan hadiah atas apa yang tlah kau lalui ini.

Aku akan slalu ada disisi mu dalam keadaan apa pun, aku tidak akan pernah meninggalkan mu."

Tapi perkataan ku itu tidak bisa lagi ku gunakan karena aku bukanlah pacarnya. Dulu, sangat sering Shingo-san seperti ini. Wajahnya terlihat begitu putus asa, dan itu menyakitkan bagiku.

Aku ingin dan sangat ingin membantunya, jika saja Shingo-san mau menceritakan masalahnya padaku.

"Mau sampai kapan kau akan memelukku seperti ini bos? Ini masih sangat pagi bukan?

Aku bahkan belum menyentuh pekerjaan ku dan kau menarikku kesini dan terus memelukku." Keluh ku.

"Biarkan aku seperti ini lebih lama lagi, aku butuh energi dari kesayangan ku." Ucap Shingo yang terus memeluk Rama dan menenggelamkan wajahnya di pundak Rama.

"Haaah...." Aku menghela nafas panjang dan membalas pelukannya.

"Kenapa kau bersikap seperti ini Shingo-san? Sudah tidak ada hubungan apa apa lagi di antara kita, selain atasan dan bawahan."

"Tidak, hingga kini kau masih pacarku Rama. Jangan terus berkata seperti itu, aku sangat membutuhkan mu."

"Baiklah, aku tidak akan memutuskan hubungan kita ini. Tapi kau harus menceritakannya kepadaku, semuanya.

Tentang apa yang tlah terjadi padamu selama ini, dan kenapa kau menggantungkan hubungan kita hingga berbulan bulan.

Lalu saat pertama kali kita bertemu, kenapa kau menganggapku sebagai orang asing? Apa karena ada istrimu disana?

Dan juga, kapan pastinya kau akan menceraikan istrimu? Aku sangat tidak ingin menjadi orang ke tiga di antara kalian.

Jika kau sudah menceritakan semuanya kepadaku, maka aku tidak akan memutuskan hubungan kita ini."

Dalam sorot mata yang sedih karena berkata hal itu, sebenarnya jauh di dalam hatiku, aku merasakan ketakutan yang luar biasa.

Aku takut menjadi perusak hubungan rumah tangga mereka. Aku takut kalau akulah penyebabnya, aku takut dan sangat takut.

"Akan ku ceritakan tapi tidak sekarang, karena aku masih harus menyelesaikan masalahku terlebih dahulu.

Ku mohon Rama tetaplah menjadi pacarku, sedikit lagi aku akan bisa bercerai dengan Miwa."

Dengan rasa takut aku menjawab, "Baiklah." Saat ini aku tidak berpikir panjang untuk menjawabnya.

Melihatnya lemah dan bergantung padaku, membuatku merasa bahwa hanya aku seorang yang bisa memahaminya.

Hanya aku dan bukan istrinya, aku aku aku aku aku.... Satu satunya orang yang di cintainya adalah aku, dan aku tidak bisa meninggalkannya seorang diri.

Shingo-san mengangkat wajahnya dari pundakku dan ia menciumku dan melumatnya dengan sangat lembut.

Aku memejamkan kedua mataku dan tenggelam dalam kenikmatan ini.

"Hemmp eump mmm...."

Shingo-san kini mencium leher ku dan meninggalkan mark disana, lalu ia kembali menciumku.

Kita terus melakukan ciuman, hingga suara ketokan pintu terdengar sangat keras membuat kita segera berhenti.

"Tok tok tok...."

"Shingo.... Shingo.... Aku tau kalau kau di dalam cepat buka pintunya!"
Terdengar suara wanita dari balik pintu itu dan juga suara Sato-san yang sedang mencoba untuk menghentikannya.

'Mungkin kah wanita itu adalah Miwa, istri Shingo-san?' Batinku dan rasa takutku semakin memuncak.

Fight for Love (18+ / Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang